18. C&P

17.7K 977 41
                                    

Gegara kejadian memalukan di kamar tadi, sungguh membuatku berharap Roy segera pergi dari rumahku. Namun, itu hanya sebuah harapan. Hari mulai menggelap, dia masih saja di sini.

Saat ini. Kami berempat sedang makan, sedangkan tiga perusuh yang tak lain Indri, Ilham dan Radit keluyuran entah kemana.

Kulihat Celia dan Adam yang berada di depanku saling bersuap-suapan sambil sesekali melempar candaan diiringi dengan mengelap sisa makanan yang melekat di mulut.

Pemandangan itu terpaksa membuatku harus melirik ke samping, tempat yang di duduki Roy. Lelaki yang membuatku setengah menjengkelkan ini sibuk berkutik dengan Handphonenya. Nasi yang tadi kutaruh dalam piringnya tidak disentuh sedikitpun.

"Roy," panggilku memberanikan diri, "itu nasinya kok nggak di makan?"

"Nggak enak," jawabnya singkat, tanpa mengalihkan pandang ke arahku. Tangannya tetap sibuk bermain pada layar HPnya.

"Belum dirasa mana tau enak," tambahku.

"Tau dari yang masak."

Aku menjeda sejenak, "yang masaknya Celia kok, bukan aku."

"Karna dia yang masak, makanya nggak enak!"

Aku tertegun, "berarti kalo aku yang masak enak dong, ya?"

Jari-jemari Roy berhenti sambil kepalanya menoleh ke arahku. Terdiam untuk beberapa saat, lalu dia berkata.

"Loe yang masak... Lebih nggak enak!"

Jleb...

Mataku melotot, tersenyum kecut, tanpa tau harus berkata apa. lelaki ini memang benar-benar menjengkelkan.

Rasanya pengen ku tabok di tempat itu-itu saja.

Daripada meladeni lelaki di sebelahku ini. Aku bergegas pergi menuju ruang tengah. Bukan karena aku kesal dengan Roy atau apapun itu, tapi karena Celia dan Adam yang mulai meladeni pembicaraanku dengan Roy barusan.

Takut mengganggu mereka atau takut ada kata-kata yang membuat emosi Celia berapi-api, aku memilih ke tempat lain saja.












***




Menekan sembarang tombol yang tertera pada remote. menukar-nukar siaran sesuai keinginan. Hingga terhenti pada salah satu siaran yang menayangkan film luar daerah.

Aku menikmati kesendirianku saat ini.

Tak sampai begitu lama, tiba-tiba dikejutkan oleh...

Seseorang yang datang secara diam-diam dengan menarik ikatan rambutku hingga rambut sebahuku tergerai. Aku menoleh mencari tau siapakah yang telah menarik rambutku, namun sebelum niatku terwujud, si penarik duluan memencet dan menarik-narik lagi. Kali ini yang menjadi sasarannya hidungku.

Dasar Roy sialan! umpatku dalam hati setelah mengetahui siapa orangnya.

Tanganku terangkat memegangi tangan Roy yang menyubit-nyubit hidungku.

"Apaan sih Roy, lepasin. Jangan tau!!"

"Apa!?" Roy mendekatkan telinganya ke mulutku, "Jangan lepasin. Ooh, oke-oke nggak bakal gue lepasin," tambahnya semakin brigas menjepit hidungku.

"Ya Allah, sakit banget, Roy!" teriakku lumayan kencang.

Barulah dia melepas jempol dan telunjuknya dari hidungku. Aku mengusap-usap hidung yang rasanya berdenyut-denyut tak karuan.

Cuek & PendiamWhere stories live. Discover now