45. C&P

13.3K 736 105
                                    

Berusaha tidak telat di hari pertama ujian. Walau kenyataannya memang tidak pernah telat, tetapi hari ini ingin semua aktivitasku berjalan se-standar mungkin.

Walhasil, tiba di sekolah di luar kata standar, begitu hebat. Tidak ada siapapun di sekolah .... Ralat, ada beberapa siswa yang terlihat alim-alim, rajin bin tekun, jumlahnya bisa di hitung dengan sebelah tangan.

Hm, apakah aku termasuk jajaran siswa tekun?

Yah, mungkin hanya berlaku hari ini saja.

Sebelum menjurus masuk ke kelas. Sekilas kulihat roster yang di tempel di jendela luar kelas: Geografi, dan Bahasa Indonesia. Mata pelajaran hari ini lumayan mudah.

Yeah i like bahasa!!

Sedikit menyesal akibat terlalu awal, sudah pasti di kelas tidak ada siapapun, tetapi ketika tubuhku berdiri di depan pintu. Aku menarik kata-kataku. Di kelas ada si ranking satu, Nadhira. Dia mengangkat dagu semula membaca untuk melihat siapa yang datang.

Kami sama-sama melempar senyum.

“Tumben, Wa. Mimpi apa semalem?” Nadhira mengawali dengan nada bergurau.

“Mimpi upin & ipin, mereka kan budak-budak kecik yang patuh.”

“Ngaco.” Kembali Nadhira membaca bukunya.

“Kamu sendiri tumben ... Mentang-mentang ujian, ya?”

“Ngak, lah. Biasa juga awal.”

“Ngak takut sendirian di kelas? Kelas kita pojokan. Ditambah ada rumor suara anak bayi di atas loteng kita,” bisikku di akhir kalimat.

“Eh, iya wa. Barusan gue denger.” Nadhira menegak shock.

“Hus, ngelantur apa, sih kamu.” Aku menghentak pelan pantatku akibat mendengar ucapan Nadhira.

“Seriusan, wa ... Suaranya begini eong, eong.”

“Itu kucing.”

“Hmp, dah. Terus ada lanjutan cup cup, sst. Kayak suara mamaknya suruh jang nangis lagi.”

Menatap, manyun. “Aku pergi, nih ya.”

“Pergi aja lagi,” sahut nadhira dengan sunggingan di ujung kalimat.

“Ngak takut?” tanyaku melihat Nadhira yang kembali fokus dengan bukunya.

“Yang takut, kan kamu.”

Mendapatinya yang mulai acuh dikarenakan sibuk dengan bacaan. Aku memilih diam, dan ikutan belajar.

“Wa!” panggil Nadhira saat aku mulai tenggelam dalam kefokusan.

Aku melihatnya. “Loe ada bawa majalah atau apa kek gitu?”

“Ujian ngapain bawa begituan.”

“Taruh di depan. Biar pengawasnya lalai sama tuh benda.”

“Ah, ngak jadi lah, Wa. Yang ada banyak suit-suitan minta jawaban sana-sini. Malah repot jadinya.”

“Hehe, boleh juga tuh idenya.” Aku melogokan kepala dalam laci Celia. Berharap ada benda yang dicari.

Yaps majalah yang isinya oppa-oppa korea tercecer rapi dalam laci Celia. Dengan kegirangan aku mencoba lihat-lihat majalah itu, hingga jatuh pada satu gambar.

“Ganteng banget euy ... Ini namanya siapa, sih?” Terkagum-kagum. Aku mengangkat, memperlihatkan pada Nadhira.

Dari kajauhan, Nadhira memicing. Lalu berucap penuh keyakinan.

Cuek & PendiamWhere stories live. Discover now