51. C&P

9.6K 594 24
                                    

"Lo beneran ngak ada jadwal hari ini?"

Aku menoleh cepat ke arah Zidan. "Jadwal segala! Emang aku siapa?"

"Yah, kali aja ada janjian sama pacar," balasnya mengangkat bahu di awal percakapan.

"Em, ada, sih sebenarnya, tapi ya gitu lah."

"Gitu gimana?" tanya Zidan memasang mimik kepo.

"Ya gitu, ngambek-ngambekan ngak jelas."

"Hay, baru balikan udah ngambek." Kepalanya meng geleng-geleng kecil.

"Tau, ah si Roy. Kesel aku."

"Nyesel, ya udah balikan," tunjuk Zidan meledek.

Mataku mengikuti arah telunjuknya. "Nyesel, sih ngak. Cuma kewalahan aja."

"Ututu... Kasian euy yang kewalahan," tangannya beberapa kali menepuk puncak kepalaku. "Selingkuh aja udah."

"Selingkuh sama siapa? Sama kamu?" semburku memicing.

Zidan terngungu, " Uups," mengangkat tangannya, lalu menutup mulut dengan centil bak banci, "boleh aja, ah, neng. Tapi kalo ketahuan, Aak takut digebukin." Memasang wajah tak berdaya.

Aku memelet, "jangan ngaku ... Kamu masih suka aku."

"Hmm," Zidan berdehem sembari mengetuk dagunya pakai telunjuk. "Ngaku ngak, ya ... Situ kali ah yang ge'er."

"Huh, buktinya situ sering khawatirin sini."

"Yee, wajar, kan?"

"Ngak wajar," gelengku, sembrono. "Pacar aku aja ngak gitu tuh."

"Eleh-eleh. Dari dulu pasti lo tau mana gue, mana pacar loe."

"Egh, iya juga ... Jadi, kamu ngak suka lagi?"

"Percaya diri sekali anda berbicara seperti itu."

Mendengarnya yang berbicara sok formal malah membuatku malu sendiri.

Dasar aku!! Pede amat ngomong soal suka.

Cantik aja ngak!

Artis bukan!

Ratu apalagi! Huhu.

"Ngomong soal suka, ya masih, Wa," papar Zidan kemudian, membuat leherku berputar ke arahnya.

"Bukan suka yang gimana-gimana, cuma sayang kayak teman aja. Bahkan lo udah gue anggap saudara, lho."

"Hiks ... Aku terharu, zi. Pen nangis."

"Ngak usah lebay.''

"Aku juga suka. Buktinya, nyaman-nyaman aja blak-blakan sama kamu." Aku menarik lengan jaket Zidan, sok-sokan ngelap air mata. ''Mau banget dong dianggep sodara."

"Loe mau anggap gue apa?"

"Ngak tau?"

"Sebagai abang or kakak."

"Abang? Kakak? Jadi keinget Adam."

"Haa, kenapa malah jadi Adam?"

"Dia pernah ngomong gitu juga, tapi akunya malas. Dia emang baik, rada rese, suka main gombal, kan aku malu jadinya."

"Lah, malah baper bukan pada tempat," tudingnya yang lantas kujawab.

"Bukan baper, malu, ndan, malu ... Ngak nyaman tau."

"Loe sahabat Celia kali, makanya gitu ... Loe mau gue gombal ngak?"

"Ngak!" hentakku sekali hempas.

Cuek & PendiamOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz