34. C&P

12.3K 801 39
                                    





CROOT ...

Hiks... Hiks...

Entah, sudah keberapa box tisu telah kuhabiskan malam ini,  hanya karena menangisi seorang lelaki.

"Jorok amat loe," ledek Indri.

Padahal dia sendiri tukang upil.

Jorok tetap jorok, tapi dia juga yang mengutip tisu bekas ingus yang kulempar sembarang.

"Cowok begitu kagak usah ditangisin," tambah Indri menepuk-nepuk punggungku.

"Gue bodo amat, ya." angkuh Celia, menghabiskan cemilanku di dalam toples.

"Dari awal udah gue ingetin. Putusin aja tuh cowok, tapi loe nya bandel, keras kepala lagi," tambah Celia.

"Nyampah loe ... Jadi orang kagak ada manfaat amat." Indri menyerbu.

"Enak aja, sampah bisa di daur ulang lho."

"Sampah organik mah kagak."

"Bisa lah dijadiin pupuk."

"Pupuk pala loe."

Sebenarnya dua manusia ini mau  menghibur, apa mau berantem!?

Mendengar bacotan mereka tangisanku mereda, hanya tersisa sesenggukan yang masih menetap.

"Dari pada dengerin loe nangis. Gimana kalo malam ini kita Happy-happy..."

"Have fun begitu lho." Celia mengusuli sebuah ajakan.

"Ah, banyak maunya loe. Cicis gue tepos tau," bantah Indri.

"Tenang ... My Dady kemarin habis gajian," ujar Celia sumringah.

"Nah, gitu dong sekali-kal."

"Eits, tapi ngutang."

Indri melempar pandangan kesal. "VANGKE!!"



***

CIN.

Singkatan dari: Celia, Indri, Najwa.

Kaos sablon dengan tulisan CIN dibelakang. Sukses membuat kami menjadi pusat perhatian di tengah-tengah mal yang pada malam itu cukup ramai.

"Gila ... Semua pada ngeliatin." Indri menutup wajahnya dengan topi.

"Malu-maluin segala couple-an kayak gini. Gue pake jaket aja dah."

"No no." Celia menentang. "Pokoknya malam ini kita jadi berlian gila-gilaan."

"Berlian apaan tanpa urat malu."

"Ya, berlian tanpa urat malu, dong." Ujar Celia dengan bangga.

"Okey, kemana kita sekarang, Cin. Nonton, makan, karaoke-an atau shopping?" tambahnya.

"Can-cin, can-cin. Kayak bencong aja."

Celia menyanggah. "Jauh dong ... Kita, kan cewek, jadi ngak ada masalah. Lain cerita kalau cowok yang nyebutnya."

"Permisi!" Ada sebuah suara dari arah belakang.

Kami bertiga menoleh. Ternyata ada seorang pemuda berjaket jeans memegang kamera yang digantung pada lehernya.

Mengetahui yang menyapa lumayan tampan. Celia dengan genitnya menyahut. "Iyaa, ada apa?" Sambil menjepit rambut ke belakang daun telinga.

"Style kalian kompak sekali ... Apa boleh diambil foto candid sekali saja."

Cuek & PendiamWhere stories live. Discover now