2. C&P

35.9K 1.6K 162
                                    

Genap sudah dua minggu. Di hitung semenjak kejadian pengungkapan cinta Roy kepadaku, dan dimulai pada hari itulah Roy sama sekali tidak menemuiku, jangankan mengharap kabar darinya menghubungi saja tidak pernah. Bahkan tak terlihat meminta atau mencari nomor ponselku.

Jangan-jangan dia sengaja menggantungiku.
Atau mungkin dia lupa kalau dia pernah menembakku, dan sekarang berstatus menjadi pacarnya!? Ya... Mungkin saja. Aku tau, diriku bukan cewek yang hebat, tapi apa tidak kurang ajar memperlakukanku seperti ini!?

Saat teman dekatku pergi-pulang di antar jemput oleh pacarnya. Sedangkan aku tetap setia pulang dengan bus, angkot, itupun harus menunggu.

Punya pacar tapi berasa kayak nggak punya pacar, mungkin inilah yang dinamakan 'Pacar rasa jomblo.'

Mulai hari ini, memutuskan Roy bukan pacarku.
Kini menganggap dia tidak pernah menembakku. Jika terus-terusan mengharap, otakku bisa buntu, aku sudah cukup jera di buatnya.

Tentu, mampu bersabar, dan menunggunya dalam beberapa minggu ke depan. Tetapi, ada kejadian yang benar-benar membuatku ingin melupakan bahkan tidak berniat mengidolakannya lagi.

Saat itu....

Aku tak sengaja bertemu dan berhadapan dengan Roy. Mata kami saling bertemu. Dari kejauhan dapat menangkap manik matanya berwarna coklat muda. Salah satu bagian yang kusuka.

Jantungku terus saja berkomat-kamit. Wajahku bisa ditebak sekarang, sudah seperti warna kartu T*lk*msel yang merah merekah.

Aku mulai berjalan sambil meringkuk, menyembunyikan rona wajahku. Semakin dekat berjalan jantungku semakin meledak-ledak menjalar sampai keperut serasa menyempit. Otakku mulai berpikir keras.

Bagaimana kalau sekarang dia mengajakku bicara!? Aku harus jawab apa, ya?
Sikapku harus gimana nanti!? Lemah lembut, kah? Biasa-biasa saja, kah!? Atau harus tegas?
Semua tatapan murid tertuju ke sini, pasti akan sangat heboh jika Roy menyapaku.

Saat detik-detik menegangkan mulai menghampiri. Aku yang berjalan meringkuk dapat melihat dari langkah kakinya yang mulai mendekat.

Semakin mendekat,
Napasku semakin memburu.

Semakin mendekat,
Aku membeku seperti es balok.
Semakin mendekat, dan.

JLEB.

Dia melewatiku begitu saja.

Aku yang kikuk sendiri, salah tingkah sendiri, senyum-senyum bagai orang kerasukan sendiri. Terus terhenyak di tempat. Wajahku terangkat.

Terdengar murid-murid mulai mencibir, ada yang menertawaiku dan ada pula yang menatapku dengan kilasan menggelikan.

"Tu cewek kenapa, sih?"

"Sedeng kali!"

"Malu-maluin banget!"

"Mau jadi primadona sekolah, ya?"

Dan berbagai sindiran lainnya yang tak kupahami maksudnya.

Satu kata terbesit dalam benak MALU.

Rasanya ingin memasuki rahim ibuku kembali, saking malunya.
Ingin kuteriak sekencang-kencangnya hingga tembus ke langit 1000, andai ada.
Tetapi, jangankan langit 1000, langit pertama saja tak kesampaian. Aku hanya berteriak ke diri sendiri. Yakin, tidak akan ada yang mendengar, bahkan makhluk paling kecil dari semut pun tak akan mendengarnya.

Mataku mulai berkaca-kaca-aku memang cengeng dari lahir- Berlari secepatnya dari tempat ini menuju toilet.
Di sana akan kutumpahkan perasaanku.

Beginilah nasib seorang pemalu. Apa-apa yang ada di tahan. Faktanya, menahan itu sakit. Apalah dayanya, tidak ada cara lain bagi kami selain menahan.

Cuek & PendiamWhere stories live. Discover now