4. C&P

26.5K 1.4K 29
                                    

Sesuai rencana. Pulang sekolah, kelas kami tidak diharuskan pulang, tetapi diwajibkan mengikuti ulangan Matematika yang sempat tertunda. Alhasil, pulang sekolah menjadi terlambat.

Di luar gerbang sekolah. Aku dan Celia menunggu kendaraan umum yang lewat. Sepertinya bukan!! hanya aku saja yang begitu. Sementara Celia menunggu jemputan pacarnya.

Tak lama, Adam muncul dengan motor gede merahnya.

Celia menghampiri. "Kok jemputnya cepet banget!?"

"Emang kenapa? Kan, lebih cepat lebih bagus," jawabnya heran, "gue juga lagi buru-buru."

''Bukan gitu masalahnya, ini Najwa kasian ditinggalin sendiri!"

Aku mengkerut. "Eh, gak masalah kok. Kalian duluan aja, lagian sudah biasa sendiri."

"Roy mana Roy!" ledek Celia.

"Roy siapa?" tanya Adam penasaran.

"Belum tau, ya? Roy itu pacarnya Najwa, kalau nggak salah, baru jadiian kurang lebih satu bulan."

"Haa!! Napa baru bilang?" tukas Adam.

"Apaan, sih. Tolong ya!! Roy itu bukan pacarku. Aku nggak kenal sama dia," rujukku, "udah lah, kalian pulang aja, bentar lagi bis nya juga lewat."

"Gimana kalau kita tartig?!" usul Adam.

"Bener banget," kata Celia, membenarkan.

Haa, motor begitu tartig ... Lawak, nih orang.

"Gak mau ah, satu motor bertiga!! Cabe-cabean banget. Nggak muat juga pun, tu motor depannya aja yang gede, belakangnya mah kecil." Entah sejak kapan bisa bicara begini di depan Adam.

"Muat kok. salah satu dari kalian duduk aja di depan."

Salah satu katanya!! Jelas harus Celia lah. Iya kali aku yang di depan, ntar nasib Celia dibelakang gimana.

"Motor kayak gitu duduk di depan? Hiks, aku ngak mau jadi artis dadakan, ya ... Udah dibilang nggak apa-apa! Aku bisa sendiri."

"Benar nih, nggak apa kita tinggalin?"

"Iya, benar."

"Ntar marah lagi. Besoknya ungkit-ungkit 'kamu tega banget sih, Cel, ninggalin aku sendirian'"

"Kapan aku begitu? Perasaan nggak pernah."

"Ho'oh deh nggak pernah. Ya udah, kita duluan, ya." Celia menaiki motor itu.

Adam masih belum menghidupi mesin motornya. "Benar, nih nggak apa-apa," tanyanya.

Aku mengangguk yakin. Setelahnya Adam menghidupi motornya.

Sebelum melaju, Celia berpesan. "Kalau ada apa-apa, cepat hubungi, ya."

Aku mengangguk lagi. Mereka pun bergegas meninggalkan area sekolah.

Tinggallah aku sendiri, sejujurnya risih ditinggal sendiri dengan sekolah yang sudah sepi. Hanya ada beberapa kelas yang memiliki tambahan belajar. Dan, yang menakutkan sore-sore begini, kendaraan umum jarang melintas di area sekolah. Kurasa semua supir sudah tau, kebanyakan murid pada sore hari banyak yang dijemput atau pulang dengan kendaraan pribadi.

Takut semakin kesorean. Aku memilih sedikit berjalan ke depan. Di sana akan ada jalan raya yang pastinya semua kendaraan melintasinya.

Aku menyusuri trotoar dengan langkah sedang. Walaupun sudah sore, matahari tetap setia memancarkan radiasinya. Seluruh tubuhku terasa gerah dan lengket, peluh di balik seragam mengalir deras. Aku mengibaskan tangan mencari sedikit angin. Rambut yang kugerai semakin membuatku gerah, kuambil pita rambut dalam saku depanku, lalu mulai mengikat rambut sebahuku.

Cuek & PendiamWhere stories live. Discover now