DEORANTA | [9. Dendam Itu]

134 30 3
                                    

Jangan lupa vote dan komen di part ini

9. Dendam Itu

Seharian ini Deo tak bisa fokus dalam bekerja, semua perkataan mamanya terus terngiang-ngiang dalam pikirannya, sehingga membuatnya tak bisa berfikir jernih saat sekretarisnya menjelaskan proyek baru yang rencananya akan menjadi batu loncatan perusahaannya untuk berkembang di kancah internasional.

"Apa ada hal lagi yang perlu saya tambahkan di proposal ini pak?" Tanya Dena sekretarisnya sejak 5 tahun yang lalu, jadi dia cukup mengerti dengan keadaannya saat ini yang terlihat banyak sekali pikiran."Kalau tidak! Diskusi ini bisa di lanjutkan nanti setelah jam makan siang," jelas Dena saat tak ada sahutan dari atasannya.

Deo hanya mengangguk mengiyakan perkataan Dena, wanita itu tahu bahwa menjelaskan semuanya saat ini bukanlah waktu yang tepat di saat pikirannya lagi sangat kacau dan tak akan bisa di ajak kerja sama untuk memikirkan proyek itu.

Deo memijat pelan kedua pelipisnya secara bergantian untuk meredakan rasa kacau yang sedang memenuhi hati dan pikirannya, ia tak tahu bagaimana mengatasi masalah ini. Sedangkan wajah lugu dara selalu terngiang-ngiang dalam ingatannya saat ia baru saja mencuri ciuman itu tanpa pamit terlebih dahulu darinya. Apalagi raut paniknya saat terpergok oleh mamanya membuatnya senyum di bibirnya terukir sendiri tanpa bisa di cegahnya.

Kedua jemarinya bergerak kasar menelusuri wajahnya ke atas hingga mengenai rambutnya lalu di gerakan kasar tanpa arah dengan wajah frustrasinya.

Sadar Deo.... Sadar, apa tujuan awal mu untuk mengikat Dara dalam hidup mu adalah tak lain ingin menyakitinya karena rasa dendam yang di lakukan keluarganya terhadap om Arfan.

Tanpa om Arfan kamu tak akan bisa menjadi seperti ini!

Ya, om Arfan lah yang merintis tambang batu bara ini sebelum menjadi perusahaan besar seperti sekarang. Karena beliau lah aku menjadi pria mapan di usia muda seperti sekarang, karena itu lah aku berjanji akan membalas dendamnya pada Dara supaya keluarga mereka merasakan pedihnya om Arfan saat itu.

Kedua jemarinya mengepal kuat dengan gertakan keras di giginya, tatap wajahnya menatap tajam sudut tembok ruangan kerjanya di ikuti seringaian mengerikan yang tercipta di bibirnya, baginya keluarga Dara pantas mendapatkan semua itu.

*****

Dokter Alan tersenyum saat kedua matanya tak sengaja melihat Dara keluar dari ruangan inap kedua orangtuanya. Dengan cepat ia bangkit dari duduknya dan berniat menghampiri gadis itu sebelum pergi dari rumah sakit ini.

"Hei!"

Dokter Alan langsung menyapa dara saat gadis itu berjalan melewatinya. Terdengar langkahnya langsung terhenti, kepalanya menoleh dengan senyuman di bibirnya sebagai bentuk balasan atas sapaan singkatnya.

"Gimana dengan keadaan kedua orang tua kamu?" Tanya dokter Alan menatap Dara yang terdiam.

Helaan nafasnya terdengar kasar seperti tak ada hal baik baginya saat melihat perubahan kedua orang tuanya."Seperti biasa dok? Mama dan papa masih belum melewati masa kritisnya," senyumnya hambar sekali, ia menjadi semakin bersalah karena kembali mengingatkan keadaan mereka.

"Kamu yang sabar ya?" Dokter Alan berusaha menenangkan keadaan Dara saat ini dengan menepuk-nepuk pelan bahu gadis itu.

Dara menganggu pelan dengan menatap wajahnya."Aku selalu sabar demi kebaikan mereka... Ku harap sesegera mungkin mama dan papa segera melewati masa kritisnya, mungkin setelahnya aku akan bisa melihat senyuman mereka yang sudah lama aku nantikan,"  gumamnya lirih dengan tetesan air mata yang mengalir begitu saja.

DEORANTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang