DEORANTA | [44. Kemarahan Dev]

50 4 0
                                    

"Semua terjadi begitu saja pak! Apa yang bapak katakan memang benar-benar terjadi," ungkap pak Heru yang kini duduk di kursi dekat ranjang tempatnya di rawat.

"Belum sehari, setelah pak Dev mengalami kecelakaan itu. Pak Keenan datang membuat suasana kantor semakin menegang, di saat semua karyawan di kantor merasakan duka mendalam setelah mendengar kecelakaan pak Dev dan Bu Naya, malah pak Keenan mengambil paksa seluruh aset perusahaan," jelasnya menceritakan apa yang terjadi saat itu.

"Kenapa dia bisa Setega itu."

Dev menatap wajah pak heru dengan sendu."Apa semua yang ku perintahkan berjalan lancar?" Tanyanya penuh harap.

Pak Heru tersenyum dan mengangguk."Semuanya aman, hanya harta warisan peninggalan kakek pak Dev lah yang di ambil oleh pak Keenan."

Dev menghembuskan nafasnya lega, setelah mendengar penjelasan dari pak Heru mengenai aset berharganya yang selama ini di kerjakannya secara diam-diam tanpa sepengetahuan keluarga besarnya sebagai arsitek ternama dengan menggunakan nama samaran Denayra Group.

Sebelum mengenal Naya, memang pekerjaan yang di gelutinya adalah seorang arsitek, tetapi papanya tak suka dengan pekerjaan itu dan takut ia tak mau menjadi penerus perusahaan sang kakek yang berpusat di Jerman.

Namun setelah Naya meminta bercerai dengannya secara paksa, setelah wanita itu mengetahui bahwa dialah adalah penyebab utama kematian ayahnya dan tak lagi mau berhubungan dengannya.

Sejak saat itu, hidup Dev hancur tak lagi memiliki semangat dalam menjalani hidupnya. Hingga keluarga besarnya membawanya pergi jauh dari Jakarta dan memutuskan untuk menetap di Jerman.

Saat itulah, Dev mulai belajar tentang bisnis perusahaan keluarga dari nol bersama Keenan anak angkat om Admar, yang akhirnya di beri tugas untuk mengendalikan dan memimpin perusahan di Jakarta yang baru saja di lelang setelah pemilik mengalami kebangkrutan.

Mungkin karena Keenan bukanlah cucu kandung kakek dan hanya anak angkat dari om Admar kakak pertama papa, jadi kakek tak memberikan sepeser hartanya kepada Keenan. Meski telah mengangkatnya menjadi bagian terpenting di perusahaan itu dan malah menggelapkan uang perusahaan.

Sejak saat itu Keenan pergi seperti di telan bumi dan kembali hari dimana kecelakaan itu terjadi.

"Tapi semua aset pribadi bapak aman terkendali sesuai keinginan bapak di tangan saya," ujar pak Heru dengan suara bangga.

"Lalu, keadaan putri saya, dara, apakah kamu tak lupa akan hal itu?" Tanya Dev."Apa selama ini kamu memberikan kehidupan yang layak selama kepergian ku?" Lanjutnya penuh selidik.

"Apakah sebelumnya bapak memberikan ku perintah itu?"Pak Heru menatap penuh kebingungan."Ku rasa Bapak tak pernah memberikan perintah itu kepada saya?" Tanyanya mengulang kalimatnya berusaha meyakinkan Dev, bahwa tak ada perintah untuk melindungi dara putri Bu Naya.

"Bukankah non dara itu hanya anak Bu Naya, bukan anak kandung pak Dev?" Tanya pak Heru yang semakin membuat emosi Dev membara.

"Jadi, selama ini kamu membiarkan dara hidup sebatang kara selama saya terbaring di sini?" Tanya Dev tak percaya dengan pernyataan yang tak pernah bisa di duganya.

Pak Heru mengangguk pelan tanpa berani memandang Dev.

"Kamu benar-benar gila HERU! Tak ada gunanya kamu melindungi semua harta ku, kalau selama ini kamu telah mentelatarkan putri ku, putri kandung ku." Mata Dev berapi-api menatap Heru yang terkejut."Dara itu putri kandung ku, dia adalah anak yang tak pernah saya ketahui keberadaannya, dia hadir setelah perpisahan ku dan Naya terjadi, dan Naya menyembunyikan hal sebesar itu kepada ku.... Untungnya sekitar 3 tahun setelah menetap di Jerman saya kembali lagi ke Jakarta dan baru mengetahui dari teman kecilku yang tak lain adalah dokter yang menangani Naya semasa mengandung dara," jelas Dev lirih dengan meneteskan air mata penyesalan.

"Kenapa kamu melakukan hal ini Heru!" Lirih Dev sedikit bergetar."Gimana keadaan putri ku saat itu! Saya yakin, hari itu adalah hari kehancurannya tanpa ada penyemangat dalam hidupnya."

"Maaf pak, saya hanya berfikir bahwa non dara saat itu ikut dengan Omanya... Dan saya tak pernah berfikir sejauh itu, selama ini saya hanya melaksanakan semua perintah yang bapak berikan pada saya, dan saya tak ada hak untuk melakukan hal lain selain perintah bapak, saya tak ada keberanian sama sekali," jelas Heru yang mampu membuat Dev terdiam.

Baginya saat ini dia ingin bertemu putrinya dan ingin bertanya semuanya kepada putrinya itu.

*****

"Daranya ada?" Tanya Deo pada wanita yang sangat di kenalinya itu. Bukanya dia tak tahu bahwa dia adalah dara, tetapi hari ini dia ingin mengerjai kekasihnya itu.

Deo terkikik geli menatap raut wajah dara yang kini menoleh ke arahnya dengan tatapan kesal.

"Nggak ada, dia lagi sibuk." Ketus dara berniat berlalu menjauh dari Deo yang saat ini masih terkikik geli.

Tetapi, Deo malah meraih cepat tangan dara mencoba menghentikan langkah wanita yang di cintainya itu, supaya tak menjauh darinya.

"Mau kemana sih?" Tanyanya lirih tepat di dekat telinganya."Jangan tinggalin aku dong!"

"Katanya kamu sedang cari dara, bukan cari aku," ketus dara yang semakin membuat Deo tersenyum geli dengan sikap kekasihnya ini.

"Oh, ya... Lalu, kamu ini siapa?" Tanyanya semakin membuat dara semakin kesal."Kalau bukan daranya aku," sambungnya dengan suara geli, karena tak menyangka bisa bersikap seperti ini di depan dara.

Deo langsung memeluk erat dara di sanggar. Untungnya suasana saat ini sudah sepi, karena sudah sejak dua jam yang lalu semua teman-temannya
pulang karena Bu Armi ada urusan mendadak hingga membuat latihan hari ini berakhir dengan cepat.

"Apa nggak kangen nih?" Bisiknya lirih saat tak ada sahutan sama sekali dari dara. Padahal tadi dia hanya berniat bercanda saja, tetapi malah menjadi seperti ini?

"Bukan kangen, aku kesel banget sama kamu," tegas dara sedikit menghindari pelukan Deo.

"Aku bercanda sayang!"

"Bukan itu!" Kesal dara."Seharusnya kalau kamu nggak bisa jemput ya nggak usah maksa... Lihat, ini jam berapa?" Tegas dara seraya menunjuk ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya.

Tadi, sebelum pulang sekitar jam dua siang, dara menelpon Deo untuk memberi kabar bahwa hari ini dia akan pulang cepat. Namun Deo malah kekeuh untuk tetap menjemputnya dan menyuruhnya menunggu selama tiga puluh menit.

Tetapi, hingga dua jam berlalu. Pria itu tak juga memunculkan batang hidungnya di depannya, hal itu membuat dara semakin kesal dan saat berniat untuk menghubunginya malah ponsel pria itu tidak aktif.

"Maaf, tadi ada meeting mendadak yang tak bisa di tunda," balas lirih Deo dengan ringisan bibirnya.

Dara melirik kesal Deo."Seharusnya kamu kabarin aku, jangan biarin aku Luntang lantung tak jelas di depan sanggar seperti ini," tukasnya."Seperti orang tak punya kerjaan saja, padahal sejak tadi pikiran ku sudah berada di rumah sakit," lanjutnya berlalu meninggalkan Deo yang masih merasa bersalah.





DEORANTAWhere stories live. Discover now