[BTC-04]

5.8K 1.1K 425
                                    

Reni.




Aku mengaku iri.

It was agonizing to see the happiness of another person who was previously in my shoes and has now managed to let go of all her burdens and live peacefully with the person she loves.

Yang sepadan. Yang setara.

Senyumku terulas mendengar Mbak Joey yang tampak bersemangat membagi cerita mengenai kehamilannya sekaligus rutinitasnya sekarang di London bersama keluarga kecilnya. Bersama dengan yang lain, Mbak Joey mengajak kami untuk keluar makan siang di Altitude Grill—sesuatu yang sering kami lakukan dulu di sela rutinitas sibuk kami sebagai personal assistant beberapa orang hebat yang kebetulan bersahabat.

Setelah Mbak Ririn dan Mbak Joey menikah, aku, Dara, Dira, dan Tyas hanya bisa beberapa kali bertemu karena kesibukan kami masing-masing. Aku sendiri juga jarang mengajak Dara, Dira, dan Tyas untuk bertemu meski memiliki waktu luang yang sebenarnya jarang aku miliki. So, once I get it, I try to make the most of it by either resting or going alone.

Jadi, ketika tahu kalau kali ini Mbak Joey—salah satu senior kami—mengajak untuk berkumpul, semuanya—termasuk aku—berusaha untuk meluangkan waktu agar bisa datang memenuhi undangan Mbak Joey hari ini.

"Mbak Joey jadi kelihatan sumringah, tau? Kayak bahagia banget. Syukurlah," ucap Dira yang aku angguki setuju.

Setelah apa yang terjadi ke Mbak Joey yang ada kaitannya dengan hubungannya dulu dengan Pak Janaka, menemukan keadaan Mbak Joey yang baik-baik saja sekarang adalah sebuah berita yang melegakan.

Mbak Joey mengulas senyumnya lebar, "Kalau kalian gimana?" Aku sempat terkejut karena Mbak Joey sempat menepuk pahaku lumayan keras. "Kamu gimana, Ren? Kerjaan sejauh ini lancar, 'kan? Ternyata kamu betah juga kerja sama Pak Hatalla, ya? Udah berapa tahun ini...," gumamnya merentangkan seluruh jarinya, seakan mencoba menghitung—membuat semua orang yang ada di meja kami tertawa kecil.

"Reni, Tyas, sama Dira dulu kalau ngeluh udah berasa kayak dunia bakal berakhir besok." Mbak Ririn ikut menimpali, masih tertawa geli. "Nggak ada ujungnya. Nggak berhenti-berhenti," ucapnya ikut diangguki Mbak Joey.

"Kalau aku, ya, begini-begini aja sekarang. Lebih ke pasrah dijalani aja, mikirnya lebih ke yang baik-baik aja supaya nggak berat-berat banget hariku buat dilewati." Ini jawaban Tyas.

Di sebelahnya, Dira dan Dara ikut mengangguk. "Sama," ucap keduanya di waktu yang hampir bersamaan.

Setelahnya, Mbak Ririn dan Mbak Joey malah menatapku. "Kalau kamu gimana, Ren?" tanya Mbak Ririn di sela kunyahannya. "Bapakmu nambah PA, 'kan? Harusnya nggak seberat dulu waktu kerja sendirian, 'kan, Ren?"

Kepalaku mengangguk. Benar, kalau sekarang semuanya lebih mudah untuk dijalani—aku membicarakan soal pekerjaanku—karena ada bantuan dari Rendi dan Deryl.

"Tapi, Pak Hatalla masih betah di Kominfo, ya? Rada kaget dikit, sih." Mbak Ririn tiba-tiba meringis, membuatku dan yang lain menatapnya heran. "Aku sempet denger dari Mas Haidar—I do not know if this rumor is accurate or not—kalau kursinya Pak Hatalla, tuh, sebenernya nggak bakal lama ditempati," ucapnya menatapku balik dengan tatapan ingin tahu yang besar.

Oh, soal itu...

"Kan, memang dari awal bukannya gitu? Pak Hatalla kerja di sana supaya bisa buka peluang buat kenal relasi lain—dari pemerintahan—yang bisa bikin mulus jalan ATU. Bener, kan?" Dira menjawab dengan sangat yakin.

Lagi, kepalaku mengangguk. "Kurang lebih gitu," jawabku singkat, enggan dan takut memberikan detail lain yang seharusnya tidak diketahui orang banyak.

Banyak orang bertanya-tanya dengan kekayaan keluarga Adiwangsa dan Hatalla sendiri, kenapa pria itu masih mau repot bekerja di bawah pemerintahan yang sudah pasti sangat merepotkan. I thought the same thing when I found out he kept his job and even got a promotion, as if it were no big issue. Padahal, aku tahu kalau Hatalla sudah sangat kerepotan mengurus pekerjaannya sebagai dewan komisaris di Adiwangsa Tambang Utama, dan dia masih sangat nekat—menurutku—untuk mempertahankan posisinya di Kominfo.


BELL THE CAT (COMPLETED)Where stories live. Discover now