[BTC-05]

5.7K 1K 402
                                    

[BTC-05]





Hatalla.



Sinting!

Astaga, gue sampai kehabisan akal buat meredakan emosi diri gue sendiri sekarang! Does this make any sense? I'm talking about the dinner I shared with my parents and Malaika!

Oh, ya, sebut aja ini masuk akal. Terserah!

Tapi, kehadiran gue di sini—di Bistecca—duduk di meja dan bersebelahan dengan Malaika di saat tempat ini seharusnya menjadi tempat di mana gue dan Reni menghabiskan waktu dinner bersama... Apa gue masih bisa menyebut semua ini masuk akal?

Seharusnya gue udah curiga waktu semalam Reni bersikap aneh dan mengatakan semuanya baik-baik aja. Seharusnya dari sana, gue tau kalau semuanya nggak baik-baik aja buat dia karena Reni bukan orang yang suka berbasa-basi apalagi menutupi perasaannya ketika dia lagi nggak baik-baik aja.

Reni orang yang blak-blakan, itu yang gue tahu.

Dan keanehan dan keterdiaman Reni semalam adalah sinyal yang jelas kalau ada sesuatu yang terjadi, dan parahnya gue baru bisa menangkap sinyal itu waktu gue duduk di sini bersama Malaika karena Reni bilang kalau dia sudah mengatur janji makan malam gue bersama orang tua gue.

Catat, dia bilang gue dan orang tua gue!

Karena alasan itulah, gue dengan pasrah merelakan waktu dinner gue dengan Reni dan menggantikannya dengan acara dinner bersama Ayah dan Ibu dengan alasan gue sudah lama nggak menghabiskan waktu dengan mereka yang ternyata berakhir dengan sesi perjodohan lain ini.

Nggak... Reni nggak biasanya begini.

Napas gue terhela berat dan berantakan, gue sedang mencoba menahan emosi di meja makan yang suasananya sebenarnya cukup menyenangkan bagi gue untuk ikut bergabung mengobrol bersama Ibu, Ayah, dan Malaika. Tapi, sayangnya pikiran gue penuh dan cuma mengarah ke satu orang aja sekarang.

Reni.

Gue menundukkan kepala, menatap handphone gue di bawah meja—lebih tepatnya ke sambungan telepon gue dan Reni yang masih juga belum tersambung meski gue udah mencobanya berkali-kali.

Sialan!

"Mas..." Malaika mengulas senyum waktu gue menatap ke arahnya. "Dimakan dulu makanannya, Mas. Handphonenya bisa ditaruh dulu, 'kan, ya? Kita lagi dinner, ada Tante sama Om juga—"

"Kamu lagi ada kerjaan, La?"

Dari wajah Malaika, gue mengalihkan tatapan gue ke Ayah yang memotong perkataan Malaika barusan.

Kepala gue mengangguk kaku, "Iya, Yah. Urgent," balas gue sambil melirik ke arah Ibu yang tampak kecewa di samping Ayah.

"Selesaikan dulu di luar." Ayah menatap gue datar setelah menandaskan setengah gelas air putihnya. "Kalau sudah selesai, langsung balik ke sini. Nggak enak sama Ibu dan Malaika," kata Ayah, membuat gue diam-diam bisa bernapas sedikit lega.

Gue sempat mengulaskan senyum sungkan ke Ibu dan Malaika sebelum berjalan terburu-buru keluar restoran dengan sambungan telepon ke Reni yang masih juga belum tersambung.

Dia ini ke mana, sih?

Jari-jari gue bergerak cepat menyentuh layar, mencari kontak Reni di aplikasi chatting yang kami gunakan.

Sayang 2
aku kayaknya di kosan aja?
malas keluar, malas pergi kemana-mana.

yaudah, di kosan aja.
setelah dinner nanti, aku mampir ke kosan bentar.
kamu mau dibawain apa, Rein?



BELL THE CAT (COMPLETED)Where stories live. Discover now