[BTC-24]

4.6K 963 219
                                    

Reni. 





"Rein..."

"Sayang..."

I experienced a pleasant and awful dream at the same time. I was lucky to get something I had been wanting for a long time, but I also lost something I had been holding onto for quite some time.

Mataku mengerjap lambat, merasai banyak cahaya yang masuk menyerbu penglihatanku begitu mataku terbuka saat merasakan usapan lembut di lengan dan tanganku.

"Kamu udah balik?" tanyaku, masih mencoba menyadarkan diri dari rasa kantuk yang masih terasa.

Aku sekilas melihat Hatalla mengangguk, "Tapi, malam ini aku mau ada acara makan malam sama Pak Bupati," sambungnya begitu aku berhasil membuka kedua mataku.

Tadi pagi, Hatalla memberitahuku kalau dia ada tugas di Sumbawa dan mengajakku untuk ikut bersamanya. Itu sebenarnya bukan benar-benar inisiatifnya sendiri karena aku memaksa karena tidak ingin ditinggalkan sendirian. Yeah, I was still frightened that Hatalla could leave me and never come back. The thought of it still haunts me, even in my nightmares.

Untungnya Hatalla kepikiran untuk mengajakku bersamanya pergi ke Sumbawa, dan tentu saja aku nggak menolak dan nggak merasa keberatan akan ide itu.

Jadi, setelah sampai di Sumbawa tadi pagi. Hatalla langsung menghadiri acara webinar bimtek dari Kominfo, sementara aku beristirahat di hotel yang sama dengan hotel tempat acara Hatalla terlaksana.

Sudah sejak beberapa hari lalu—sejak semua masalah aneh yang satu per satu muncul di kehidupanku—aku nggak pernah bisa tertidur. When night fell, the cries that I had been holding back all day would emerge mercilessly and keep me awake all night. Selalu begitu, sampai akhirnya kemarin malam Hatalla datang ke kosan. We haven't spoken about our problems yet, but Hatalla's being beside me—near me—has already calmed me down. Dan setelah beberapa hari terjaga, akhirnya aku bisa tidur tanpa merasa takut di dalam pelukan Hatalla.

"Did you sleep well? Do you still feel dizzy? You can go back to sleep. I told Deryl to send food to your room so you don't have to go down to the restaurant later," ucap Hatalla, dia mendudukkan dirinya di tepi ranjang sambil mengusap keningku pelan.

I nearly lost this warmth. I nearly lost this affection.

Mataku kembali memejam, merasa nyaman dengan usapan lembut jemari Hatalla di keningku. "Masih pusing, dikit. Tapi, kayaknya habis makan harusnya baik-baik aja," ucapku memberitahu Hatalla.

Sebelum ini, aku memang mengeluhkan kepalaku yang terasa pusing di dalam perjalanan kami menuju ke sini.

Meski terpejam, aku bisa mendengar helaan napas panjang Hatalla. "Obatnya nanti diminum, tadi Deryl sudah antar ke sini, kan?" tanyanya.

Aku menganggukan kepala singkat.

Bicara soal Deryl, aku baru tau kalau ternyata dia sudah menyadari soal hubunganku dan Hatalla. Tadinya, waktu dia mengantarkan obat ke sini—aku agak salah tingkah—karena mengira kalau Deryl pasti akan berpikir macam-macam. Tapi, ternyata dia sudah mengetahui semuanya.




"Yang santai, Ren. Gue udah tau juga." Deryl tiba-tiba aja menyahut waktu menaruh obat di meja nakas di sebelah ranjang. "Apalagi sekarang Pak Hatalla terang-terangan begini," katanya sambil mengulas senyum.

Aku yang tadinya sempat merasa tegang, berubah lega dan terkejut dan tegang lagi di waktu yang bersamaan.

Deryl tertawa kecil, "Kayaknya itu waktu lo dipindah ke manager marketing, ke Pak Waluyo. Pak Hatalla nyuruh gue buat ngawasin lo karena gue waktu itu bilang kalau gue tau soal hubungan kalian berdua," jelas Deryl yang semakin mengejutkanku. "Ya, abisnya Pak Hatalla uring-uringan. Ketauan banget kalau ini soal lo. Jadi, gue menawarkan bantuan buat ngasih kabar soal lo ke Pak Hatalla," katanya yang kali ini membuatku terdiam.

BELL THE CAT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang