[BTC-11]

5.4K 1K 700
                                    

Hatalla. 



Sepandai-pandainya tupai melompat, pada akhirnya jatuh juga.

I truly accept and believe in the meaning of the proverb. I know that no matter how hard we attempt to hide something, it will eventually be exposed and known by others as well.

Ini juga berkaitan dengan soal pekerjaan gue, ya. So I've prepared a lot of things in case anything that our family is trying to keep hidden from many people is eventually revealed. Ya, karena gue sadar mau sesempurna apa pun semuanya berjalan sekarang, kedepannya mungkin akan ada sesuatu yang nggak berjalan dengan lancar.

This is simply anticipation. Tapi, antisipasi yang benar-benar efektif karena meski gue bukan peramal, gue tau kalau apa yang gue percaya dari peribahasa itu bakal terjadi.

"Abis Hatalla, kok, ya, Reni yang ketahuan!" Narendra tertawa keras sambil memukul pahanya beberapa kali.

Gue cuma diam, sama sekali nggak menikmati sesuatu yang gue pikir bakal menyenangkan dulu.

Yup, I used to think that in the future, Reni would spill the beans about our relationship when she was the only one who insisted on keeping everything hidden, bagaimana besarnya kebahagiaan gue saat itu? Dengan cara apa, gue bakal mengolok-olok Reni? Dan hari ini semua terjadi di depan ke-lima sahabat gue. Tapi, bukannya bahagia dan memikirkan cara untuk mengolok-olok Reni, gue malah bingung sendiri.

Hati gue sakit bukan main melihat Reni yang kebingungan sebelum dia berjalan lebih dulu masuk ke dalam restoran, meninggalkan gue dan sahabat-sahabat gue di luar.

Algis menepuk bahu gue di sela kegiatannya merokok, "Serius, gue masih penasaran karena gue liat Reni juga... ya, gitu... Kenapa nggak sekalian aja go public? Nggak usah, lah, ke media. Ke kita-kita aja. Nggak bakal juga kita ngomong ke yang lain, duh."

Well, kalau dilihat-lihat lagi sekarang memang kami sering menyimpan rahasia mengenai hubungan satu sama lain. Sebut aja hubungan Algis-Nana, Hestamma-Laras, Katon-Kumala, kami nggak pernah benar-benar ikut campur atau membocorkannya ke orang lain ataupun media.

"If Reni could have been persuaded a long time ago, I would have told everyone. Nggak usah nunggu kalian tahu sendiri, udah pasti gue pamerin," balas gue, berhasil membuat sahabat-sahabat gue mendengkus bersamaan.

Jatmika meski keliatan sebal, kepalanya tetap bergerak mengangguk. "Ngeliat dari tingkah lo, sih, memang pasti bakal lo pamerin. Apalagi ini Reni," tanggapnya yang kali ini membuat gue mengangguk.

Kelima sahabat gue yang lain ikut menganggukan kepalanya di sela kegiatan merokok mereka di luar restoran.

"She's also not a typical insecure woman..." Narendra bergumam sendirian yang berhasil menarik perhatian gue dan yang lainnya. "Terus, alasannya apa coba?"

"Then you understand what I'm terrified of, right?"

Kalimat yang terlontar dari bibir Reni sekitar satu minggu yang lalu kembali terngiang di pikiran gue, lagi-lagi terus berputar bak kaset rusak. Mata gue terpejam, mencoba menetralkan perasaan nggak nyaman yang gue rasakan saat kembali mengingat raut wajah, air mata, dan nada bergetar yang gue liat untuk pertama kalinya dari Reni.

Sejak awal, sejak gue tertarik dengan Reni dari foto yang dikasih Werni, gue memang langsung mencari tahu semua hal tentang Reni. Benar memang, I won't carelessly let people into my circle before I know the background of the people who will be around me.

Tentang Ibunya yang tinggal di Malang, beliau yang merupakan guru Bahasa Inggris di salah satu sekolah SMA swasta di sana, soal Ibunya yang memutuskan bercerai dan meninggalkan London untuk pindah ke Malang bersama Reni yang saat itu berumur 13 tahun.

BELL THE CAT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang