[BTC-22]

5.2K 1K 443
                                    

Reni.





Now, I feel like I'm living with my hands firmly around my neck. I am alive, but I wish to die at the same moment.

Aku bahkan bingung harus bagaimana mendeskripsikan perasaan yang aku rasakan sekarang

Yang aku ingat cuma, satu hari sudah terlewati.

It's just been a day, yet it already feels like so much suffering.

Ya, ini baru satu hari setelah aku mendapatkan kabar dari Mama soal keputusan yang dia pilih, sesuatu yang bahkan nggak pernah aku pikirkan akan terjadi di kehidupan kami. I never imagined—not even in my wildest dreams—melihat Mama dengan kesadaran penuh datang ke keluarga Pramana untuk dijadikan alat mereka agar bisa kembali mendapatkan semua yang dijatuhkan Linda bersamaan dengan kasus korupsi yang membelitnya.

Mama.

Seseorang yang sejak dulu menanamkan kebencian ke keluarga Pramana, menceritakan kepadaku bagaimana mereka membuang dan memperlakukannya buruk. Bahkan, aku nggak akan bisa melupakan bagaimana Mama menangis di hadapanku ketika mendoakanku agar nasib buruk yang dialaminya nggak akan aku alami nanti.

Lalu, apa yang terjadi sekarang?

"Ya, seperti apa yang sudah kami bilang di konferensi pers kemarin, ya, kalau Mita merupakan anak sah dari keluarga Pramana. Bukan Linda. Mungkin ini ada ikut campur keadilan dan kebenaran karena setelah bertahun-tahun keluarga Pramana harus disetir oleh kecurangan dan keangkuhan Linda, sekarang semuanya dikembalikan ke yang seharusnya menerimanya yaitu Mita. Soal Frederic Simons sendiri saya juga nggak bisa banyak komentar karena ranahnya bukan lagi saya yang mengurusi. Tapi, ini lagi-lagi yang saya kutip dari konferensi kemarin, ya. Memang benar kalau kecemburuan Linda adalah salah satu alasan yang membuat Mita dan Frederic memutuskan bercerai. Untuk detailnya sendiri, saya kurang begitu paham."

"Untuk anak dari Mita dan Frederic sendiri, Pak Mike?"

"Keguguran, kan? Mita sendiri sudah ikhlas, ya. Itu kejadian juga sudah lama."

"Alasannya apa karena Ibu Linda juga, Pak?"

"Mita waktu itu masih hamil 3 bulan dan perceraiannya dengan Frederic juga alasan dibalik perceraian itu yang masih ada sangkut pautnya dengan Linda—salah satu keluarganya—tentu mengguncang dia, ya."

Jadi, aku sudah nggak lagi hidup.

Bukan, maksudnya, aku sudah lama mati. Itu yang lebih tepat.

"IRENI! WIDURI IRENI!

Ireni? Widuri Ireni, dia bilang? Siapa Widuri Ireni itu?

"Ya, Pak." Aku tersenyum, memutar tubuh menatap Pak Waluyo yang menatapku tajam. "Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku dengan nada super ramah.

Pak Waluyo sempat melirik ke arah belakangku, ke arah televisi yang menyala—yang menjadi fokusku dan beberapa staf marketing yang lewat di koridor depan ruangan Pak Waluyo. "Kalau mau nonton tv, mending balik ke rumah aja, Ireni. Jangan kerja! Nggak usah kerja! Nggak usah mikirin tugas yang saya tadi kasih ke kamu!" cerocosnya, masih berteriak-teriak seperti biasa.

"Dokumen yang Bapak minta sudah—"

Belum juga aku selesai bicara, Pak Waluyo menggebrak meja kerjaku dengan keras dan membuat seluruh staf marketing mengarahkan perhatiannya ke arah kami. "Kamu mau bilang tugasmu sudah selesai, 'kan? Terus, kalau tugasmu sudah selesai, kamu bisa enak-enakan nonton tv gitu? Santai banget, ya, Ireni? Berasa perusahaan ini punya orang tuamu? Kerjamu bukan baru satu-dua bulan, Ireni! Sudah bertahun-tahun, dan untuk mencontohkan sikap profesional di kantor aja kamu nggak bisa?"

BELL THE CAT (COMPLETED)Where stories live. Discover now