[BTC-30]

5K 966 421
                                    

Reni.



It felt like a long, beautiful dream that I hadn't had in a long time. It feels blissful because it's like saying hello to an old friend, like spending the whole day with someone you love—that's how I feel right now.

Seperti mimpi, ya?

Mimpi?

Mimpi...

Mataku langsung terbuka lebar, dan pemandangan langit-langit kosanku adalah yang pertama kali aku lihat.

Mimpi?

"Kebangun?"

Mataku sekarang mengerjap pelan saat wajah Hatalla-lah yang aku lihat sekarang, berdiri di samping ranjang sambil menatapku heran. "Kamu kenapa? Kok, ngos-ngosan begitu?" tanyanya.

"Mimpi?" gumamku pelan, masih menatap Hatalla dengan jantung yang berdegup kencang.

Perasaan sedih dan kecewaku sudah nggak bisa aku deskripsikan lagi kalau apa yang aku dapatkan—pengertian dari keluarga Hatalla, penerimaan mereka—ternyata cuma angan yang hanya mampir untuk menenangkanku sebentar lewat mimpi.

Isn't it unfair that those damn dreams made me wish so hard?

Hatalla masih menatapku heran, matanya memicing sementara keningnya berkerut dalam. Kenapa dia nggak mau menjawab pertanyaanku, sih? Apa perlu ada jeda sepanjang ini untuk membuatku sadar kalau—

"Kamu... mimpi?" Please calm my heartbeat! "... jorok?"

I really want to hit Hatalla in the face right now!

"Sampai ngos-ngosan begitu?" lanjutnya terlihat seperti menahan tawa dan sepertinya Hatalla juga berpikiran kalau apa yang dikatakannya benar.

Ada yang bisa membantuku untuk menutup mulut Hatalla sekarang, nggak?

Bukannya mendapatkan kejelasan dan kelegaan, aku malah menambah beban pikiran dengan bertanya ke Hatalla.

Mataku terpejam, bersamaan dengan helaan napas panjang yang keluar dari bibirku. Sabar, Ren... Semuanya bisa dibicarakan baik-baik.

Napasku semakin terhela kasar waktu aku merasakan tangan Hatalla mengusap perutku yang masih tertutup piyama. "La...," gumamku dengan nada tajam, dan aku pikir itu sudah cukup untuk memperingati Hatalla.

"Mas-nya mana?"

Keningku semakin berkerut, "Dih?" cetusku refleks.

"Mas Hatalla." Dia ini ngelantur apaan, sih? "Mas Hatalla. Gitu manggilnya coba, Yang. Kayak tadi kamu manggil aku di depan Ibu sama Ayah tadi itu, loh."

Mas Hatalla?

Memanggilnya di depan Ibu dan Ayah?

Tadi?

Dengan gerak cepat, mataku terbuka lebar dan aku langsung mencari sosok Hatalla yang sekarang duduk di tepi ranjang sambil memperhatikanku lurus.

Rautnya berubah usil, sementara itu senyumnya terulas nakal. "Panggil dulu Mas Hatalla, gitu."

"Jadi, yang tadi itu bukan mimpi?" Bukannya mengiakan permintaan Hatalla, aku malah melemparkan pertanyaan lain yang langsung menghilangkan senyum di wajah Hatalla sekarang. "Yang aku ada di rumah Menteng. Ada kamu, Ibu, dan Ayah? Itu semua bukan mimpi?" tanyaku beruntun sambil berusaha duduk di atas ranjang.

Hatalla keliatan bingung dan terkejut di waktu yang bersamaan, "Kamu... baik-baik aja, 'kan, Yang?" tanyanya keliatan gugup.

Meski belum mendapatkan jawaban yang ingin aku dengar, perasaan lega langsung mengaliri seluruh tubuhku.

BELL THE CAT (COMPLETED)Where stories live. Discover now