Part 3 : Sunset di Kala Itu

1.6K 123 17
                                    

Setelah menangis meraung-raung beberapa hari yang lalu, Freya mantap dengan keputusan yang akhirnya ia buat. Ia akan pindah dari tempat ini dan mengikuti Paman Iwan untuk memulai latihan yang akan dia lakukan agar ia dapat memasuki Akademi Frisuki untuk memenuhi wasiat ibunya.

Ia menatap matahari yang tenggelam di balik cakrawala. Debur ombak yang mengikis batu karang terdengar seperti sebuah tangisan di teliganya. Sinar matahari yang redup memeluk dirinya yang rapuh. Freya berjalan mendekati tepian tebing. Seolah-olah dirinya siap untuk melompat dan bersatu dengan ombak.

Di kejauhan, seorang anak laki-laki yang tampaknya seusia dengan Freya tidak mengedipkan matanya sedetik pun. Tatapannya terkunci pada sosok Freya yang terlihat seperti malaikat tersesat yang hendak menenggelamkan dirinya.

Segera ia berlari menuju sang gadis. Napasnya memburu, pikirannya kalut. Takut kalau ombak laut menarik gadis malaikat itu. Angin berembus kencang seolah ikut mendorong gadis itu agar segera jatuh. Sang gadis memiliki rambut panjang bergelombang yang mengalun ketika terbawa angin. Rambut berwarna merah jahe itu memancarkan sinar kehangatan.

Entah ilusi atau tidak, anak laki-laki itu melihat mata sang gadis berwarna keunguan. Segera ia tarik tangan mungil sang gadis, lalu memeluknya dan menariknya menjauhi ujung tebing. Gadis itu mengaduh kesakitan, lalu ia menoleh ke arah orang yang bertanggung jawab atas rasa sakit yang timbul akibat membentur tanah tebing.

Freya mendapati sepasang manik biru cemerlang menatapnya dengan penuh rasa khawatir. Ia dapat mendengar napas yang memburu dari anak laki-laki itu. Tampaknya anak laki-laki  itu salah mengambil kesimpulan mengenai dirinya, kemudian berlarian dengan panik untuk menghampirinya.

Freya tertawa kecil membayangkan bagaimana anak laki-laki itu sampai ke tempatnya. Lalu ia memposisikan diri menghadap si anak laki-laki yang tampaknya seumuran dengannya. Tangan Freya terulur pelan untuk membersihkan pasir yang menempel di rambut hitam pekat milik anak laki-laki tersebut.

Samar-samar penciuman Freya menangkap wangi pinus dari anak laki-laki itu. Freya meneliti dengan saksama orang yang ada di hadapannya saat ini. Ekspresi kebingungan anak laki-laki itu hampir membuat Freya tidak bisa menahan tawa yang pasti akan membuat penyelamatnya jengkel. Ia mulai membuka percakapan.

“Apapun yang sedang kau pikirkan, percayalah, itu tidak benar.”

“Sungguh?” tanyanya tidak percaya.

“Sungguh, aku hanya ingin menikmati pemandangan ini lebih dekat. Dan kebetulan aku melihat bunga yang sangat indah di ujung tebing. Aku tidak bisa menghentikan diriku untuk memetiknya,” jawab Freya sambil menunjuk bunga keunguan di ujung tebing.

Bahu anak laki- laki yang semula menegang kini terlihat lebih rileks dibandingkan sebelumnya. “Syukurlah ... kukira kau sedang gelap mata. Aku tidak habis pikir mengapa gadis secantik dirimu ingin melompat dan bergabung dengan ombak.”

“Kau terlalu menyanjungku, omong-omong terima kasih atas perhatianmu,” balas Freya tulus dengan senyum hangat.

Si anak laki-laki kaget, wajahnya mungkin tengah dipenuhi oleh semburat merah yang kentara. Tidak ia sangka sang gadis mempunyai senyuman yang begitu memikat dan itu tidak baik untuk jantungnya. “Umm ... sama-sama,” jawabnya dengan nada gugup.

Freya bangkit. “Well, kurasa aku harus segera kembali. Paman akan khawatir jika aku pulang terlalu sore.”

Anak laki-laki itu refleks menggenggam pergelangan tangan Freya. “Tunggu, sebagai permintaan maaf atas kesalahpahamku, maukah kau menemaniku mengelilingi pantai ini?” Manik biru cemerlang itu berkilau, menatap Freya lurus seolah dapat menembus hatinya kapan saja.

“Baiklah ...”

---**---

To be Continued

Thanks for reading and your voment 😊

Eye of Heart [COMPLETED]Where stories live. Discover now