Part 4 : Janji

1.5K 124 31
                                    

Freya berjalan mengikuti anak laki-laki itu menuju ke tepi pantai. Angin pantai berembus meniup lehernya yang tidak terlindung. Sejak tadi anak laki-laki itu menggenggam tangannya tanpa sungkan. Walaupun Freya merasa malu, ia tidak menolak genggaman tersebut. Sebab, sudah lama ia tak merasakan kehangatan genggaman seseorang. Dulu, ibunya sering menggengam tangan Freya seperti ini dan Freya sangat menyukai itu.

Namun, semenjak ibunya dirawat di rumah sakit Freya enggan untuk melakukannya sesering dulu. Ia takut menggenggam tangan sang ibu yang semakin hari semakin mendingin seolah menandakan bahwa ia akan kehilangan kehangatan itu untuk selamanya. Tidak terasa air mata mulai berjatuhan membasahi pipinya. Setiap kali mengingat ibunya ia pasti selalu teringat kenyataan pahit yang ia ketahui baru-baru ini. Fakta sialan yang terus merobek dadanya tanpa ampun hingga tersisa serpihan-serpihan kecil saja.

Manik biru cermerlang yang sejak tadi menatap ke depan kini teralihkan ke arah gadis manis yang ada di belakangnya. Untunglah pendengarannya tajam, jadi ia menyadari tangisan sang gadis yang hampir tidak terdengar. Begitu melihat raut wajah Freya, anak laki-laki itu mengernyitkan keningnya. “Hey, ada apa dengan gadis manis ini? Kenapa kau bersedih?” tanyanya khawatir.

Freya segera menghapus air matanya “Tidak apa-apa. Mataku kemasukan pasir karena angin tadi,” jawab Freya dengan senyum yang dipaksakan.

Anak laki-laki itu bingung bagaimana menghibur gadis manis yang ada di hadapannya ini. Awalnya ia ingin pergi begitu tahu gadis ini tidak ingin lompat. Tapi, sesuatu mencegah ia melepaskan gadis tersebut begitu saja, dan ia percaya intuisinya. Bukan sebuah kebetulan ia menoleh ke arah tebing tadi dan kemudian terpana dengan sosok gadis ini.

Akhirnya ia teringat benda pemberian ibunya, kemudian segera meraih benda tersebut yang disimpannya di dalam saku dan meletakkannya di tangan gadis tersebut. Gadis itu tampak bingung dengan apa yang berada di tangannya. Lalu anak laki-laki itu tersenyum dan menghapus air mata yang tertinggal di wajah manis sang gadis. “Untukmu. Kau tahu apa ini?”

Freya terdiam sesaat. “Sebuah ornamen berdiameter tiga sentimeter yang di dalamnya terdapat clover berdaun empat dan bunga sakura, kenapa?”

Anak laki-laki itu terpukau dengan ketepatan jawaban Freya mengenai benda itu. “Kau benar,” ia tersenyum melanjutkan, “clover berdaun empat ini dulunya adalah syarat agar ayahku bisa menikahi ibuku. Dia harus mencari benda ini seorang diri tanpa bantuan dari siapa pun. Ia mencari selama berbulan-bulan, siang dan malam, ketika matahari begitu terik di siang hari dan angin malam yang berembus begitu dingin dan menggigit jemarinya yang sibuk mengais-ngais tumbuhan menjalar itu. Namun, ia tidak pernah menyerah mencarinya dan itu berbuah manis pada akhirnya. Ayah dan ibuku menikah segera setelah ia berhasil menemukannya, mereka melangsungkan pernikahan ketika musim semi tiba, dan bunga sakura yang ada di sini adalah bunga pertama yang mekar saat mereka menikah. Kemudian mereka mengawetkan benda-benda bersejarah ini dan memberikannya kepadaku untuk mengingatkanku bahwa adanya aku tidak lepas dari perjuangan ayahku.” Wajahnya yang semula serius digantikan oleh gelak tawa tatkala mengingat kembali cerita-cerita mengenai kedua orangtuanya.

Sekarang Freya mulai tersenyum. Melihat adanya perubahan positif dari gadis itu membuatnya sedikit lega. Ia melanjutkan kembali perkataannya, “Kau tahu, ketika aku harus menjalani latihan berat yang diberikan ayahku, aku menatap benda ini dan merasa ringan. Karena, sesulit apa pun masalahku jika aku mampu sabar dan tabah menghadapinya, kelak akan membuahkan hasil yang manis.” Ia menatap Freya lekat-lekat. “Hal yang sama berlaku padamu. Apa pun yang terjadi padamu. Serumit apa pun itu pasti akan berlalu. Aku tahu kau dapat melewatinya. Dan ingatlah kau tidak pernah sendirian,” ia terdiam sejenak. “Mungkin ini terdengar gila jika seseorang yang baru kau kenal mengatakan hal yang aneh dan sok tahu, tapi tahukah kau? Intuisiku mengatakan kau seolah bimbang terhadap sesuatu, apa itu nona manis?”

Eye of Heart [COMPLETED]Where stories live. Discover now