Part 33 : Bisakah Debaran Ini Berhenti?

662 62 2
                                    

"Miki," panggil sebuah suara yang nyaring seperti lonceng namun jernih seperti air.

Miki berbalik untuk melihat sang pemilik suara yang sangat ia kenal. Kilauan butir-butir keringat terlihat akibat pergerakannya tadi. Ia berjalan perlahan menghampiri gadis berambut pirang madu yang juga tengah berjalan ke arahnya.

Napas Miki tidak beraturan karena olahraga yang dilakukannya tadi. Sambil berjalan ia mengatur kembali napasnya agar normal, dan dengan cekatan ia meraih handuk yang sudah ia siapkan.

Gadis itu duduk di kursi yang letaknya tidak jauh. Tatapan matanya terfokus kepada samsak yang berada beberapa meter di depannya. "Olahraga baru, eh?"

Akhirnya napasnya sudah normal lagi. Miki duduk di sebelah gadis itu.

Gadis itu berbicara lagi dengan suaranya yang nyaring, "Bukankah kau tidak suka olahraga macam itu?"

"Memang. Tapi olahraga itu dapat menyalurkan emosiku. Aku membutuhkannya untuk mengalihkan sesuatu dari pikiranku."

"Dari Freya," tandas Alin disertai senyum jahilnya. Miki melotot marah kepada sepupunya yang sama sekali tidak terpengaruh. "Sabar-sabar.. Tidak perlu sampai seperti itu."

Miki membuang muka kemudian menarik napas panjang sebelum menatap kembali sepupunya.

"Yang kau katakan tadi memang benar.. Menyedihkan sekali ya aku ini." Miki tersenyum miris saat teringat oleh kenyataan pahit tersebut.

"Tidak, kau salah Miki. Bagian mana dari dirimu yang menyedihkan?" Suara Alin meninggi, disertai kedua alisnya yang bertaut dan keningnya yang mengerut.

"Bukankah sudah jelas? Aku jatuh cinta kepada seorang gadis dan saat kukira perasaanku berbalas ternyata semuanya hilang dalam sekejap. Bahkan ketika gadis itu telah bersama orang lain, satu tatapan pengharapan dari matanya saja sanggup membuatku bimbang bahkan mungkin bertindak gila seperti memohon-mohon pada gadis itu untuk menerimaku kembali." Miki menunduk dan memegangi bagian kepalanya yang berdenyut-denyut kesakitan.

Alin bangkit, ia memusatkan tenaga di kaki kanan mungilnya dan kemudian menendang sepupunya hingga jatuh tersungkur. Miki refleks mengeluarkan suara mengaduh kesakitan.

"Demi Tuhan, apa yang kau pikirkan?!" tanya Miki emosi.

"Justru aku yang harus bertanya. Sejak kapan kau jadi lemah seperti ini hanya karena seorang gadis. Memalukan. Dia tidak seistimewa itu Miki." Alin berjalan meninggalkan Miki yang masih terduduk di lantai akibat ulahnya. "Terserah kaulah. Tapi jika kau masih mempunyai kesadaran sebagai seorang Bowman sekaligus Laniana, tunjukkan bagaimana seharusnya bersikap," Ia terdiam sejenak. "Oh ya ulangan kenaikan sebentar lagi, kita harus memikirkan bagaimana harus ke depannya. Kau dan aku," kata Alin dengan nada mengingatkan sebelum benar-benar meninggalkan ruangan itu.

Sekali lagi apa yang diucapkan oleh Alin mengandung kebenaran yang tak terbantahkan. Miki mengakui jika ia sangat kagum dengan sepupunya itu terlepas dari usia Alin yang lebih muda dua tahun darinya. Tapi selisih usia itu tidak membuat perbedaan yang jauh di antara mereka. Justru sepupunya yang lebih muda jauh lebih bijaksana darinya. Alin memang pantas menjadi pewaris keluarga Laniana selanjutnya.

Miki meraih handuknya yang ikut terlempar sembarangan kemudian meletakkannya di salah satu sisi bahunya. Ia menyiapkan beberapa otot di kakinya untuk berdiri.

Hup!

Miki bangkit dengan sempurna bersama dengan sebuah semangat baru yang berkobar dalam dirinya.

Di tempat lain, Alin yang pergi meninggalkan Miki sebenarnya mempunyai beberapa pemikiran lain yang berkecamuk dalam otaknya. Namun ia tidak boleh menunjukkan itu pada sepupunya. Karena seorang pewaris tidak akan membiarkan dirinya mempunyai celah.

Eye of Heart [COMPLETED]Where stories live. Discover now