Part 29 : Jangan Kira Badai Sudah Berlalu

764 61 1
                                    

"Ryu bolehkah aku mengajukan satu pertanyaan?" Freya mendongakkan kepalanya agar ia bisa memandang pria yang kini tengah menggendongnya dengan gaya bridal style. Setahun lalu  pria itu juga melakukan hal yang sama, menggendong dirinya. Freya dapat merasakan sentuhan yang sudah tidak asing lagi di tubuhnya.

Ryu memperkuat pegangan tangannya di tubuh Freya, ia mencium sekilas pipi Freya yang dingin akibat terkena udara malam.

"Apa sayangku?" jawab Ryu sambil tetap berjalan dan membopong Freya.

"Berjanjilah kau akan menjawabnya dengan jujur." Freya mengulurkan jari kelingkingnya ke depan, menunggu Ryu menggenggamnya.

"Janji." Ryu menggenggam jari kelingking Freya yang mungil dengan jari kelingkingnya yang ramping, disertai dengan tawa kecil karena tingkah gadis itu.

Freya terdiam sejenak. "Tadi ... Saat di panggung ... Apakah kau sungguh-sungguh? Menyukai, eh itu ... Ciuman Alin?" Sekarang seharusnya Freya menutup mulutnya. Ia mengutuki dirinya sendiri mengapa bertanya demikian, tapi mau bagaimana lagi. Di lubuk hatinya yang terdalam ia menginginkan hal tersebut.

Ryu menyeringai, seringai nakal yang sangat khas. Freya mendapatkan firasat bahwa Ryu tidak akan menjawab dengan mudah.

"Itu bukannya sudah jelas sayang?" kata Ryu sambil menaikkan sebelah alisnya, bibirnya melengkung ke atas. Pria itu tersenyum dan entah kenapa Freya ingin sekali menyumpal mulut pria itu yang sengaja menjawab dengan jawaban mengambang.

"Apakah sulit sekali bagimu menjawab 'ya' atau 'tidak'? Aku hanya butuh salah satu dari dua kata itu," balas Freya dengan nada tenang yang berbanding terbalik dengan suasana hatinya.

"Memangnya kenapa jika aku menikmatinya? Aku laki-laki normal Freya. Lelaki mana yang tidak menikmati saat dicium oleh gadis yang begitu cantik seperti Alin?" jawab Ryu dengan ekspresi biasa saja, begitu biasa. Tanpa ada beban atau apapun. Seolah tidak ada yang salah dengan hal yang ia ucapkan.

Apa yang diucapkan oleh Ryu ada benarnya. Akal sehat Freya juga berpikir demikian. Namun, kadang seharusnya seorang pria tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan seorang gadis menyangkut hal-hal yang berbau sensitif. Ah, batin Freya. Freya teringat kembali, ia meminta Ryu menjawab dengan jujur dan disinilah dia. Merasakan sakit di bagian hatinya saat mendengar hal tersebut.

Sebenarnya apa yang kuinginkan?

Berbagai pemikiran berkecamuk di benak Freya, sekarang ia merasa dirinya seperti orang bodoh. Karena sudah kepalang basah Freya memutuskan melanjutkan tindakannya yang bodoh. Ia menggeliat-liat, berusaha melepaskan tubuhnya dari genggaman Ryu. Freya tidak peduli dengan Ryu yang tampak kebingungan dengan sikapnya.

"Turunkan aku!!" desak Freya di tengah-tengah usahanya melepaskan diri.

Freya terus mengucapkan kata-kata itu sambil melanjutkan usahanya melepaskan diri. Ia berhasil membuat Ryu kewalahan dengan gerakannya, dan akhirnya pegangan Ryu mengendur. Freya tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, ia berusaha melompat untuk bebas.

Tapi takdir memang sedang tidak berpihak kepada dirinya malam ini, Freya lupa bahwa kakinya sedang terkilir. Sepertinya akan menjadi pendaratan yang buruk, Freya kembali membatin. Ia mempersiapkan diri untuk menubruk lantai keras dan dingin yang akan segera membentur tubuhnya yang rapuh.

Brukk!!

Lembut. Freya mendarat di tempat yang lembut, dengan posisi tubuh bagian belakangnya yang membentur tempat lembut itu. Sedikit aneh mengingat bahwa tubuh depannya yang seharusnya mendarat, dan lagi bukan di lantai yang empuk seperti ini. Ia telat menyadari bahwa dirinya mendarat di tubuh Ryu. Segera ia menjauh dari tubuh Ryu.

Eye of Heart [COMPLETED]Where stories live. Discover now