Bab 23

2K 351 36
                                    

Selepas Marshall pergi, Jacqueline sungguh bingung harus melakukan apa. Dia mengirim pesan ke Kana dan memberitahu bahwa hari ini dia harus izin sakit. Tentu saja Kana kaget. Jacqueline tidak pernah izin sakit sama sekali sebelumnya.

Kana
Mbak Jacqueline sakit apa? Nggak apa-apa, Mbak?

Jacqueline
Cuma diare. Tapi, kamu tahu kan kalau diare berarti saya nggak bisa ke mana-mana selain toilet?

Kana
Ya ampun, cepat sembuh ya, Mbak. Minum yang hangat-hangat.

Jacqueline terpaksa berbohong. Apa pula yang harus dia katakan kepada Kana? Bahwa betisnya tertusuk pisau yang dilemparkan Alfons dan Marshall merawatnya? Oh my God. Jangan sampai Marshall sesumbar di kantor soal ini. Dia suka membanggakan ini dan itu yang tidak penting di kantor, seperti rooftop rave party-nya atau privilege yang dia punya untuk nongkrong di CÈ LA VI.

Jacqueline menyeret langkahnya (literally) dan masuk ke kamar setelah selesai makan. Marshall bilang di laci sebelah ranjang ada bacaan yang bisa menghibur Jacqueline. Dia penasaran. Perlahan Jacqueline duduk di tepi ranjang dan membuka laci yang dimaksud. Marshall mungkin tidak suka membaca buku tetapi sepertinya dia penggemar komik. Ada sederetan manga Dear Boys yang disusun rapi sesuai nomor.

Jacqueline tidak pernah serius membaca komik sebelumnya. Dia tahu Archie Comics, kadang dia membacanya sewaktu masih sekolah di Amerika. Dia juga tahu manga Salad Days, teman-teman sekelasnya begitu heboh menggemari komik itu ketika dia pulang dari Amerika dan pindah sekolah ke Indonesia. Tangan Jacqueline terulur mengambil volume pertama Dear Boys. Selain renang, dia juga suka sekali dengan olahraga basket dan tentu saja komik itu menarik perhatiannya.

Setengah jalan membaca volume pertama, ada selembar kertas yang meluncur ke pangkuan Jacqueline: sebuah bon pembelian dari toko buku yang tulisan cetaknya sudah memudar. Di balik halaman itu ada sebuah tulisan tangan yang membuat Jacqueline tertegun.

Setelah koleksi lengkap gw dibuang bokap pas SMP, akhirnya bisa beli sendiri setelah kerja. Sayang yang nomor 2 nggak ada. Tapi ya udah lah nggak apa-apa. Happy birthday to me juga ^^ —Jakarta, 20/02/20XX.

Ada paraf Marshall di sebelah tanggal, yang membuat Jacqueline yakin bahwa itu memang Marshall yang menulis. Bahkan untuk ekstra memastikan, Jacqueline sampai membuka galeri di ponselnya dan mencari-cari berkas dari beberapa minggu yang lalu. Ketemu. Dia memperbesar foto berkas di hadapannya, di mana ada sticky notes kuning berisi catatan Marshall yang tertempel. Ini memang tulisan Marshall—lurus, rapi, kecil-kecil, membuat Jacqueline kaget karena dia tadinya mengira tulisan itu adalah tulisan tangan perempuan.

It's Marshall. Cowok petakilan seperti itu mana mungkin tulisan tangannya bagus? Itulah yang dipikir Jacqueline. Tapi, ternyata memang benar tulisan tangan Marshall serapi itu. Bukan cuma soal tulisan tangan di mana Jacqueline salah sangka tentang Marshall. Dia pikir, putra mahkota itu memang orang tengil yang tidak punya empati. Ternyata Marshall adalah orang yang lembut, dia mau menolong Jacqueline sampai sejauh ini. Dan ternyata menjadi putra mahkota tidak seglamor yang dikira orang-orang. Lihat saja bekas luka di tubuh Marshall akibat didikan keras Adi. Belum cukup sampai di situ, Adi juga masih suka mempermalukan Marshall dengan memaki-makinya walau sudah dewasa.

Jacqueline menutup galeri di ponsel dan mengirim pesan untuk Kana.

Jacqueline
Na, boleh minta tolong nggak? Tolong cariin komik Dear Boys Act 1 yang nomor 2. Kalau udah kebeli, tolong taruh di meja saya, ya. Thank you.

Tidak lama muncul jawaban dari Kana. Jacqueline memaklumi kebingungannya.

Kana
Hah?! Gimana, Mbak???

WASTED LOVE (Completed)Where stories live. Discover now