Bab 34

2K 298 9
                                    

Being close to Marshall means a lot of unwanted publicity. Sejak malam di rooftop yang kemudian dilanjutkan di apartemen Marshall (nothing happened by the way), Jacqueline secara sukarela selalu hadir, bahkan membantu mengorganisir dan turut serta dalam setiap acara kantor yang diadakan Marshall, be it another basketball match, jam session, even chess games. Orang-orang yang tadinya tidak tahu siapa Jacqueline, atau tahu tetapi tidak peduli lantaran dia jauh di atas khayangan, mulai sibuk mencari profilnya di Linkedin. Setiap nama Marshall disebut, nama Jacqueline ikut terseret. Marshall sendiri menikmati segala spotlight yang dicurahkan kepadanya. Untuk pertama kalinya dia merasa dirinya berguna di kantor.

Sayangnya tidak untuk Adi. Sejak dulu, tidak pernah terlintas di kepala Adi untuk menaruh Marshall di posisi yang menurutnya kurang strategis seperti public relations. Itu sebabnya dia mengutus Jacqueline untuk menjadi mentor Marshall, agar Marshall belajar hal-hal yang menurut Adi paling penting dalam sebuah perusahaan: keuangan dan strategi manajemen. Namun, alih-alih membawa Marshall ke jalannya, tanpa disadari Jacqueline malah terseret arus Marshall dan Adi tidak senang melihatnya.

"Jacqueline, saya to the point aja, ya." Adi membuka kalimat sore itu saat dia sedang berdua dengan Jacqueline di ruang kerjanya. "Saya lega akhirnya Marshall berguna di kantor, but this is not what I want from him. Dan kamu, tugas kamu jadi mentor buat dia. Kenapa kamu malah ikut-ikutan fooling around bareng Marshall?"

Jacqueline terdiam. Fooling around? Marshall menjalin hubungan baik dengan para management trainee, sesuatu yang tidak pernah dilakukan petinggi lain sebelumnya. Dia membuat Wardhana Group menjadi terkenal, menarik perhatian kaum muda yang tadinya cuma ingin melamar ke tech startup yang sedang tren saja, menciptakan regenerasi dan memilih bibit baru di kantor. Jacqueline sangat menyayangkan Adi menganggapnya hanya fooling around.

"Dan lagi, saya tahu pernah nanya ini ke kamu, tapi saya akan tanya lagi. Kamu punya hubungan apa sama Marshall?"

This question again. Jacqueline menelan ludah. Dia menahan diri untuk tidak segera mengeluarkan semua isi kepalanya dengan brutal kepada Adi. Hubungan apa? Apa pula urusannya dengan Adi? Kalaupun memang mereka ada hubungan khusus, Marshall sudah dewasa dan Adi tidak berhak mencampurinya. Terlebih lagi, tidak ada peraturan kantor yang melarang sesama pegawai menjalin hubungan khusus. Semakin lama dia menghabiskan waktu dengan Marshall, semakin Jacqueline sadar bahwa Adi adalah orang yang memuakkan.

"I don't like how people are talking about both of you," ucap Adi. "Seolah kalian pacaran. It's bad for the company."

"Buruknya kenapa, Pak?" Jacqueline tidak bisa mengerem mulutnya lagi. Setelah sadar, buru-buru dia menambahkan. "Kalau saya boleh tahu."

"Ya, karena kamu istri orang!"

"I'm divorced."

"You're divorcing, not divorced. Bedakan itu."

"No, I'm really divorced." Jacqueline menegaskan. "Baru tadi pagi saya dapat putusan cerai."

"Even worse!" seru Adi. "Calon penerus Wardhana Group pacaran dengan janda. Kamu kira kedengarannya enak?"

Jacqueline menarik napas. "Pak, saya nggak pacaran sama Marshall. We're just friends. Bukannya itu juga yang udah pernah saya bilang ke Bapak sebelumnya? Berapa kali saya harus menegaskan ini?"

"Kalian nggak pacaran, tapi kelakuan kalian ngasih kesan seperti itu. Saya nggak suka." Adi menatap Jacqueline tajam. "Jangan dekat-dekat Marshall lagi di luar konteks pekerjaan. Kamu nggak layak untuk dia dan nggak seharusnya juga Marshall ada dengan orang seperti kamu."

WASTED LOVE (Completed)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora