Tears

4.1K 634 40
                                    


"Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi.."

Ini sudah kesekian kalinya aku menghubungi nomornya dan tetap saja tidak ada jawaban.

Aku ingin berharap apa? Wajar saja ia tidak mengangkat panggilanku setelah apa yang terjadi kemarin. Ia mungkin butuh waktu, namun jika aku membiarkan kami seperti ini semuanya akan berakhir dan aku tak ingin itu terjadi.

Mobilku dengan manis berhenti di pinggir parkiran kampus, Seoul University.

Aku tidak punya pilihan selain langsung menemuinya yang kuyakini masih memiliki kelas hari ini. Aku memandang gedung kedoteran yang tak jauh dari tempat mobilku berhenti. Beberapa orang keluar masuk dari gedung itu namun tidak seperti tanda-tanda kelas telah selesai.

Sembari menunggu Kyunghee keluar, aku memikirkan beberapa kalimat yang akan kulontarkan nanti.

Kyunghee, mianhaeyo, bukan maksudku berkata seperti itu. Kyunghee, aku sebenarnya.. aku sebenarnya juga..

Arrrghhh... kenapa begitu susah mengatakan kalimat itu.

Aku mengacak rambutku dengan kasar.

Kupandangi gedung tinggi itu sekali lagi. Tampak beberapa gerombol mahasiswa keluar. Mataku dengan cepat menangkap sosok itu. Ia berjalan sangat lambat. Sangat lambat. Tangannya dengan lemah ia gantungkan di tas kecilnya. Sedangkan pandangannya tertuju ke depan. Namun aku tau ia tidak sedikit pun memandang jalanan.

Aku menghela napasku.

Kubuka pintu mobilku dan berjalan mendekatinya. Ia tak sedikit pun menyadari kehadiranku. Kuikuti langkah lambatnya dari belakang. Memandangi punggungnya yang tak berdiri sempurna.

Bukankah aku begitu kejam membiarkannya seperti ini?

Melihatnya berjalan dengan lesu, ah, wajahnya yang biasanya tampak riang. Ingin rasanya aku berlari dan segera memeluknya dengan erat. Menenangkan hatinya, mengatakan perasaanku yang sebenarnya. Namun kutahan, karena aku tau itu hanya dapat memperburuk suasana saat ini.

Ia terus berjalan meninggalkan perkarangan kampus. Menuju setapak jalanan yang tak begitu ramai.

Aku sedikit mempercepat langkahku. Berjalan hampir beriringan dengannya.

Sedetik kemudian, kutahan tangan kanannya.

Ia segera berhenti dan dengan terkejut memalingkan wajahnya kepadaku.

Dengan penampilanku saat ini, masker hitam dan juga topi hitam bertengger di atas kepalaku, aku tetap yakin ia dapat menyadari siapa yang berada di hadapannya saat ini.

"Oppa.." katanya lirih bercampur suara terkejut.

Aku hanya memandangi matanya yang jauh dari kata bahagia.

"Oppa, kenapa di sini?" Tanyanya.

Entah kenapa aku merindukan suaranya. Mendengarnya bertanya seperti itu tak sedikit pun mengobati rasa rinduku. Hatiku malah terasa sesak mengingat fakta aku yang menyakitinya namun ia masih berbicara dengan suara yang lembut.

"Kyunghee, mianhae," hanya itu kata yang keluar dari mulutku.

Kulihat matanya mulai berkaca-kaca.

Tidak lagi. Kenapa aku hanya dapat membuatnya menangis?

Ia dengan sedikit kuat melepaskan tanganku.

Dawn in Daegu • 1/7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang