(Iwaizumi Hajime) - SUKA

1.3K 125 33
                                    

"Haji-chan!"

Kamu seperti biasa, berlarian kearahku dengan rambut yang sama sekali tidak disisir lalu diikat asal-asalan, aku bertaruh kamu belum mandi dengan penampilan seperti monster yang hampir kulihat setiap hari-kecuali ketika kamu naksir seseorang. Ya, seperti saat menyukai seorang dari klub baseball di kelas sepuluh, kamu rela bangun pagi untuk berdandan agar kelihatan cantik.

"Berhenti memanggilku haji-chan, aku terdengar seperti anak kucing." Aku menoyor kepalamu yang dengan dramatisnya pura-pura hampir terjungkal.

"Begitukah?" kamu menyimpan tangan di dagu, "Bagaimana kalau Jime-chan? Kamu jadi terdengar seperti seorang putri!" setelahya kamu menepuk punggungku sampai batuk-batuk. Sialan, tenagamu masih saja kuat seperti monster ultraman. Makanmu apa sih sehari-hari?

"Itu menjijikan." Aku berkomentar, lalu dengan usil aku melepas ikat rambutmu dan membuat rambut kusutmu terlepas acak-acakan, "Bawel, kau lupa mandi lagi?"

Kamu melompat-lompat ketika jeptan itu aku angkat tinggi-tinggi kelangit, "Haji sialan! Kembalikan ikat rambutku!"

Setelah dicakar sedemikan sakit di punggung dan bahu, menyerah padamu adalah pilihan terbaik. Aku memberikannya, pada akhirnya. Aku masih sayang nyawa untuk mati di pukuli olehmu.

"kau tidak mandi?" aku mengulang pertanyaanku.

Kamu menggeleng, "Lupa."

Aku hampir terbahak mendengar jawabanmu, "Mana ada manusia yang lupa mandi? Kau itu bodoh atau idiot sih, Bawel?"

"Baiklah," kamu memutar bola matamu, "Tidak sempat."

Aku tertawa, "Kau masih seidiot waktu TK."

Dari sudut mata, aku tahu kamu tersenyum ketika menatapku tertawa. Ini terjadi selama belasan tahun semenjak kita pergi kesekolah yang sama. Mari ku ingat, sejak kapan ya? Sejak lama, sejak tk. Pagi selalu terasa menyenangkan setiap kali kamu memanggil namaku dengan sebutan berbeda hampir setiap tahunnya. Namun tepat setelah masuk SMA-SMA Aoba Johsai-kamu resmi memanggilku dengan sebutan... apa tadi?

Haji-chan?

"Hei, Haji-chan," kamu memanggilku, dengan suara lembut, sedikit parau. Namun seulas senyum menghiasi bibirmu. Aku bertanya-tanya kenapa kita tidak bergegas berangkat ke sekolah atau kalau tidak, dimarahi karena terlambat latihan pagi di club.

Aku menatapmu, ku pertahankan muka besiku ketika menjawab, "Apa, bawel?"

Sambil menoleh kearahku, senyummu makin merekah, aku sempat oleng sesaat untuk mengatur napas, tapi dapat kupastikan aku baik-baik saja. "Apa kamu menyukai seseorang?"

Dapat kupastikan, saat itu juga, detakan jantungku bergemuruh tak karuan.

"Bagaimana rasanya menyadari orang yang kau sukaimu ternyata ada disekitarmu?" setelah melanjutkan pertanyaan itu, kamu tersenyum. Sempurna.

Apakah untuk jawaban yang sudah pasti mesti dipertanyakan?

Ya, aku menyukaimu.

****

Pada suatu masa ketika kamu pindah ke sebelah rumahku, ketika kita masih cemong waktu makan sendiri. Kamu yang sellau saja bertanya hal-hal tidak penting, membuatku tidak pernah bisa marah betulan. Saat kamu memberikan salam dengan wajah yang secerah mentari, saat itu kupikir, aku sudah menyukaimu.

"Dasar, bawel." Itu adalah kalimat pertama yang kuucapkan ketika bertemu denganmu, untuk pertama kalinya.

Entah bagaimana caranya, kita selalu satu sekolah.

Pergi setiap pagi bersama. Berkenalan dengan semua orang yang sama-sama dikenal. Bertengkar. Menjambak rambut, mengusili menu makan siang, bermain sepeda sejauh mungkin, pulang malam naik bis untuk mengunjungi tempat-tempat yang dilarang orang tua karena jauh, berpetualang, kamu dan aku sudah seperti yang orang-orang katakan; patner kriminal.

Ketika aku selalu memilih voli di SMP dan SMA, kamu tidak pernah konsisten dalam kegiatan klub. Di SD kamu ikut sklub musik, SMP kamu ikut sepak bola putri, dan SMA, kamu anehnya memilih menjadi manejer klub baseball. Mencoba hal baru, katamu.

Kamu selalu punya cowok untuk di ceritakan, kamu beberapa kali di tembak senior, teman keren seangkatan, bahkan adik kelas yang kebanyakan nyali. Tapi kamu tidak begitu memusingkan pacar-pacarmu nyatanya kamu memang belum pernah menyukai seseorang, kamu belum pernah benar-benar berpacaran, kamu jarang patah hati-malah belum pernah.

Karenanya aku pikir, begini saja juga sudah lebih dari cukup.

Untuk semua hal yang kita lewati bersama, bukankah sudah sangat jelas aku menyukaimu.

Tapi tidak pernah berani.

***

Pagi ini, entah kenapa, suasana mendukung sekali untuk satu kejujuran yang ku pendam sekian lama, sekian tahun, "Aku menyu-"

"Aku menyukai Oikawa."

Maaf, apa aku salah dengar?

Kamu tersenyum lagi padaku, "Aku menyukai Oikawa, Haji-chan." Meremasku hingga kebas tak bersisa sama sekali rasa.

Aku tidak bisa memikirkan apa pun yang akan kukatakan, aku tiba-tiba saja merasa seluruh diriku mengosongkan diri dari tempatnya, kakiku tidak bisa menyangga tubuhku dengan tegap seperti biasa, dan aku tidak bisa merasakan jemariku di ujung tangan.

Aku kebas.

Rasaku tiba-tiba berubah menjadi bekas.

"Kau apa? Oikawa?" ulangku, tidak menerima yang telingaku berikan. Informasi ini terlalu sulit kucerna sendiri. Akuu butuh dari sekedar penjelasan. Aku butuh sebuah sangkalan, aku butuh pengakuan kalau ini semua adalah kebohongan. Aku butuh kamu.

Kamu memanyukan bibir, "Suka."

"Maksudmu?"

Kamu gemas, mungkin juga kesal, tapi percayalah aku juga merasakan hal seperti itu sekarang, "Aku suka Oikawa." Jelasmu, "Kau itu tambah budeg apa gimanasi, heran deh begitu saja nggak dengar."

"Kenapa?" tidak ada kata tanya yang bisa suarakan selain itu. Tidak ada.

"Aku mulai kepikiran temanmu itu, setelah kupikir lagi, dia kan temanmu, selalu ada di sekitarmu. Kenapa aku baru sadar, ya?" anehnya, kamu ,membicarakan itu seperti hal biasa. Seperti bukan beban.

"Kau kan tidak suka Oikawa."

"Memang," ia mengakui, "Aku memang membenci segala sifat sik dia itu, tapi disisi lain, ia menyerapku seperti blackhole."

"Blackhole apanya? Kau masih berdiri disini, bawel."

"Perasaanku, loh. Perasaanku yang terserap."

"menjijikan."

"Haji-chan, kau harus mendukungku kali ini."

"Tidak mau."

"Kenapa??? Ini kan pertama kalinya aku menyukai seseorang!"

Justru karena ini pertama kalinya kamu menyukai seseorang.

"AAAAAAAa tidak! Kita telat! Ayo lari-lari!" kamu panik, pagi itu kamu membawaku berlari menyusuri jalan menuju sekolah. Juga, melarikan hatiku dari tempatnya, dan meremukannya.

HALUKYUU! Where stories live. Discover now