Susu Stroberi - KUNIMI AKIRA

1K 102 13
                                    

Special request ISoLoveAnime, maaf ya kalau kurang suka kuniminya :')

***

Seseorang menyerahkan sebotol susu fregmentasi kepadaku, dengan sedotan yang sudah tertancap, dan warna merah memanjakan mata terjulur padaku; susu stroberi.

"Kenapa bengong, bukannya pulang malah masih disini?" Sosok itu, bertanya padaku.

"Lelah aja."

Aku menjawab tanpa menoleh, tanpa menyambar susu stroberi itu; tanpa ingin tahu suara siapa yang mengajakku bicara. Aku tak peduli. Apapun itu, aku hanya ingin diam barang sejenak.

Aku ingin kepalaku yang begitu ramai ini terhenti di kesunyian.

Aku benci mempunyai banyak sekali sesuatu yang mesti dipikirkan dalam satu waktu.

"Minum aja dulu susunya, nanti pikiran lo mungkin bisa mendingan dikit." Lelaki yang sedari tadi menyodorkan botol susu itu menyerah dan duduk di sebelahku.

Mataku masih belum beranjak untuk menatapnya, "Emang lu bisa jamin kalo gua minum susu bisa bikin keruwetan berkurang, Ra?"

Kunimi Akira, dengan ajaib tertawa, "Ya gabisa jamin juga sih."

"Dih."

"Tapi itu akan berlaku kalo lo masih demen susu stroberi, sih." Ia menaikan bahu, seperti menjelaskan sesuatu tapi tidak niat.

Lagi, aku menaikan alis.

"Lha kok gitu?"

"Yakalo lo suka sesuatu, sesuatu itu pasti buat lo seneng." Tutur Akira.

Aku mengangguk, "Terus hubungannya?"

"Kalo lo seneng, jarak pandang lo sama sesuatu jadi lebih luas, dan jalan keluarnya terus keliatan."

Aku menagih penjelasan lagi, "Agak ga korelasi, sih, Ra."

"Ish." Oke Akira mulai bete, "Pokoknya kalo lo minum susu, hati lu seneng dan keruetan kepala lo itu jadi ngurang."

Aku mengangguk dan dia lega.

"Kok lu tau gua lagi ruwet, kapan ceritanya gua?" Suaraku memecah lagi hening itu.

"Ya gimana ya, lu kan kalo banyak pikiran--" ia menunjuk keningku dengan jarinya, "jidat lu mengkerut. Kek gini nih."

Mau tak mau aku tertawa, "Apaansi."

"Kalo kebiasaan lu nggak berubah sih." Akira meminum air mineralnya, "Lo belum berubah kan?"

"Hah? Berubah kek gimana?" Aku tambah menaikan alis, meski sedikit tertawa, "Lu kali ah berubah."

"Gua nggak." Ia tidak setuju.

"Nggak apa?"

Akira menegaskan sekali lagi "Nggak berubah."

Aku menatapnya bingung, "Berubah jadi?"

"Jadi nggak suka lu."

Eh? Gimana gimana?

Akira balik menatapku, "Gua masih sesayang itu."

"Hah? Sayang?" Aku mengulang ucapan ambigu seperti itu.

"Ya. Sama lu." Akira menjawabnya dengan lugas, dengan tatapan sayunya yang tidak lagi menatapku.

Ada napas tertahan, bukan sesuatu yang baik, bukan yang menyenangkan ketika perasaan macam itu sebentar bersarang didada, tapi pada akhirnya aku mencoba tertawa bersahabat.

HALUKYUU! Where stories live. Discover now