37. EPILOGUE [1]

226 33 11
                                    

Matahari sudah bersinar terik ketika Taehyung membuka matanya. Semalam ia tertidur diselimuti akan kecemasan dan ketakutannya. Sebenarnya ia tak ingin tertidur, namun berbaring di samping adiknya dengan kelelahan yang menumpuk sebab kecamuk emosi dalam hatinya membuat matanya perlahan tertutup. Begitu ia terbangun di pagi hari, ia tak menemukan sosok adiknya di sisinya. Ia melompat dari atas kasur dengan panik dan terburu pergi keluar kamar. Dia bahkan sempat hampir jatuh terjerembab nyaris melukai tulang hidungnya.

Taehyung menahan langkahnya di ambang pintu setelah menemukan Yoojung berdiri menatap keluar jendela. Ia meloloskan nafas lega sebab apa yang ia pikirkan tidak terjadi. Ia pikir Yoojung akan kabur darinya, mengambil kesempatan saat ia tidur terlelap, saat ia tengah lengah.

Lantas Taehyung melangkah mendekati Yoojung dan memeluk adiknya dari belakang. Yoojung tampak tak merespon sama sekali, tidak seperti penolakannya semalam. Entah apa yang terjadi pada adiknya, setidaknya Taehyung merasa tenang bahwa adiknya tidak memberontak.

Mereka berdua menatap keluar jendela begitu lama. Ia tak tahu pasti apa yang tengah di perhatikan oleh Yoojung. Adiknya itu terus diam, tak bergerak, begitu tenang dan perlahan membuat Taehyung cemas.

"Apa kau lapar?"

Yoojung tak merespon pertanyaan Taehyung seolah pertanyaan itu tak pernah ada. Gadis itu bahkan tak bergeming ketika Taehyung menatap dalam ke dalam obsidian Yoojung. Ia mencari tahu, apa yang adiknya pikirkan. Namun bola mata itu menatap kosong. Ekspresi yang dibawakannya itu tidak menunjukkan kehidupan.

"Yoo, kau tak apa?"

Yoojung masih tetap diam. Meneguk ludah berat, Taehyung dengan kecemasan menuntun adiknya kembali ke kamar. Ia menyuruh adiknya duduk dan kemudian ia berlutut dihadapan Yoojung. "Yoojung? Apa kau mendengarku?"

Adiknya itu terus memberikan tatapan kosong pada hal abstrak di depan. Ia bahkan sama sekali tidak melirik Taehyung. Taehyung memegang pipi adiknya dan mendekatkan wajahnya pada adiknya. Sekali lagi ia memanggil nama Yoojung.

"Yoojung."

Kali ini gadis itu menatap mata Taehyung. Namun tentu saja dengan tatapan tanpa kehidupan itu. Tatapan tak bernyawa itu benar-benar membuat dada Taehyung berdenyut sakit. Pria itu jelas tersadar bahwa ini adalah kesalahannya, namun mementingkan egonya ia bersyukur bahwa Yoojung berada disisinya.

Tak apa, Yoojung hanya syok. Nanti ia akan baik-baik saja.

Pria itu menenangkan dirinya sendiri. Namun jauh dalam dirinya, ia ragu-ragu. Jadi ia menggigit bibir bagian bawahnya hingga cairan merah amis terasa pada ujung lidahnya.

"Tunggu sebentar." Taehyung beranjak dan menuju kulkas kecil di sudut ruangan. Ia ingat pernah menyimpan beberapa botol mineral dan makanan di dalam sana.

Ia mengambil sekotak jus dan memeriksa tanggal kadaluarsa serta beberapa snack untuk diberikan kepada Yoojung. Sementara ia hanya bisa memberikan adiknya ini karena tentu ia tahu saat ini ia sedang menjadi buronan. Jasad kedua orang tuanya sudah pasti sudah ditemukan, terlebih jejak keributan di rumahnya.

"Makanlah ini dulu. Kakak akan mencarikanmu makanan nanti sore." Ucap Taehyung sembari memberikan kotak jus dan sebungkus keripik kentang. Namun Yoojung sama sekali tak melirik makanan itu, jadi Taehyung menaruhnya di atas nakas dan kemudian duduk di samping adiknya. Suara kasur yang berdenyit ketika ia duduk terdengar bersamaan dengan helaan nafas Taehyung yang panjang.

"Maafkan aku, Yoo." Itulah kalimat terakhir Taehyung sebelum kemudian mereka berdua tenggelam dalam kesunyian diselimuti perasaan gelisah akan kekacauan yang terjadi. Sungguh Taehyung tidak pernah mengharapkan ini terjadi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 24, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Save MeWhere stories live. Discover now