17

570 100 39
                                    

Jungkook mengusap wajahnya kasar, kedua tangannya bertumpu di atas meja. Setelah dua orang detektif datang menemuinya dan menanyakan beberapa hal, Jungkook benar-benar merasa sedikit frustasi.


Padahal belum lama ini ia menjadi seorang wali kelas, namun ia harus dihadapkan pada peristiwa ini. Menghela nafas panjang untuk yang ke sekian kalinya, sepertinya Jungkook harus kembali mengeluarkan jas hitamnya setelah sekian lama sejak ia menghadiri pemakaman terakhir kali.

Merapikan kekacauan di atas meja kerjanya, Jungkook bersiap untuk menghadiri kelasnya. Dan ia juga perlu untuk memberitahu kabar mengenai Hyunwoo kepada seluruh anak didiknya agar tidak beredar begitu banyak rumor sehingga situasi terkendali.

Berjalan keluar dari ruang guru, menyusuri koridor yang juga dipenuhi lalu lalang para murid serta bisik-bisik samar, telinga Jungkook mendengar bahwa rupanya murid-murid telah mengetahui berita tersebut.

"Astaga, berita menyebar begitu cepat." Tiba-tiba suara yang datang dari arah belakang Jungkook disertai tepukan di pundak Jungkook membuat Jungkook tersentak.

"Iya kan?" Seorang pria botak dengan beberapa buku yang diapit di lengan kanannya serta sebuah tongkat kayu kecil digenggaman nya tersenyum kecil berjalan disampingnya. Jungkook tidak memberikan respon lisan dan hanya tersenyum tipis yang nyaris tidak terlihat.

Ah, mendadak ia jadi semakin lelah. Jungkook berharap waktu terus berputar cepat, kemudian segala hal menjadi lebih baik. Ia ingin segera mendengar berbagai kabar baik.

Singkatnya, Jungkook ingin bahagia. Terlepas dari aksi bunuh dirinya yang digagalkan oleh Yoojung, hingga saat ini tak sedikitpun ia merasa sepenuhnya bahagia. Ia masih menemukan kekosongan di hatinya kendati ia terus mencoba untuk melupakan memori lama dan mencari kebahagiaan baru. Ada berbagai hal yang belum terselesaikan dan masih mengganjal dalam hidupnya.

Begitu ia masuk ke dalam kelas dan mulai mengajar, Jungkook terus mencoba memfokuskan dirinya. Namun tiap kali ia berhenti berbicara di depan kelas dan mulai memandang keluar jendela sembari menunggu muridnya menyelesaikan tugas yang diberikan, ia kembali buyar sedang pikirannya melalang buana.

Bel pertanda usainya pelajaran hari ini pun akhirnya berbunyi. Jungkook menutup kelasnya dengan senyuman tipis dan tak lupa memperingatkan murid-muridnya untuk menyebarkan rumor tak mendasar dan hanya fokus saja pada belajar.

Melangkahkan kaki keluar ruang kelas, menyusuri koridor sekolah, pandangan Jungkook tak lepas menatap keluar jendela. Ia menghela nafas panjang untuk ke sekian kalinya hari ini. Namun getaran handphone di saku celananya pada akhirnya membuyarkan lamunannya.

Ia menatap handphone dan melihat nama si penelpon, yaitu kakak sepupunya, Min Yoongi.

"Halo, hyung. Ada apa?"

"Apakah kau sibuk?"

"Tidak. Aku baru saja selesai mengajar dan akan segera pulang."

"Aku punya kabar baik."

"Kabar baik? Apa?"

"Namoo. Akhirnya kita mendapat pendonor untuk Namoo."


Pada detik itu juga, Jungkook langsung berlari dengan senyum yang terkembang begitu lebar. Bahkan air mata bahagianya menetes. Hal yang ia harapkan akhirnya tiba.

Apakah Tuhan benar-benar menjawab isi hatinya?

•••

Yoojung melepas sepatu sekolahnya dan memakai sandal rumah sebelum masuk dan membungkukkan badan hormat ketika menemukan ibunya berjalan melewatinya. Matanya mencari keberadaan ayahnya, menghela nafas pendek, ia lega ayahnya tidak ada di rumah.

Bersenandung pelan, ia berlari kecil memasuki kamarnya. Namun ia sedikit tersentak kaget mendapati Taehyung sedang berdiri mengamati deretan foto yang dipajang di atas rak.

"Kenapa kakak ada di kamarku?"

Taehyung membalikkan badannya, dengan kedua tangan dimasukkan dalam saku celana, ia tersenyum. Senyum itu selalu mengingatkan Yoojung pada senyuman pertama yang Taehyung berikan padanya.

Ah, kakaknya memang selalu tersenyum seperti itu. Tidak terlalu lebar, namun tidak juga terlalu tipis. Senyum yang pendek namun cukup memberikan rasa hangat dan memberitahunya bahwa Taehyung sangat menyayanginya lebih dari siapapun.

Tidak ada selain kakaknya yang bisa memberikan senyuman sehangat itu. Namun barangkali Yoojung ingin menambahkan, mungkin Jungkook akan segera masuk menjadi orang kedua setelah Taehyung.

Senyuman penerimaan, senyuman kasih sayang, senyuman penuh ketulusan.

Ah, harusnya dia terus bersyukur setidaknya masih ada di dunia ini orang-orang yang benar-benar menyayanginya. Bukannya malah bertingkah bodoh dengan tindakan bunuh diri malam itu.

"Kau sudah pulang rupanya."

Mengangguk kecil, Yoojung melangkah dan menaruh tas sekolahnya di atas meja belajar. Tangannya bergerak pelan melepaskan dasi seragamnya, lantas duduk di sisi ranjang menatap Taehyung menunggu pemuda itu menyampaikan sesuatu. Ya, di mata Yoojung saat ini Taehyung terlihat ingin menyampaikan sesuatu namun ada sedikit keraguan di raut wajahnya.

"Bagaimana sekolahmu?"

"Yaah, tidak ada yang spesial. Sepertu biasa. Monoton. Tidak ada yang perlu diceritakan."

Taehyung mengangguk pelan. Tangannya kaku mengusap puncak kepala adiknya sebelum memutuskan untuk meninggalkan kamar Yoojung. "Kalau begitu kakak kembali ke kamar. Segera mandi dan turun untuk makan malam!"

Namun Yoojung menghentikan langkah kakaknya. "Kak," suaranya terdengar cukup pelan, namun cukup bagi Taehyung untuk menghentikan langkahnya dan berbalik. "Hari ini aku mendengar kabar.."

Taehyung menunggu. Wajahnya begitu datar hingga Yoojung sulit untuk membaca ekspresinya. Ia hanya berharap, apa yang mengganggunya seharian ini tepat setelah ia mendengar kabar mengenai Hyunwoo adalah salah.

"Temanku baru saja meninggal."

Tak seperti yang Yoojung duga, Taehyung malah tersenyum dan bergerak kembali demi mengusap rambut adiknya. "Yoojung-a.."

Yoojung terdiam, matanya menatap lurus dua obsidian Taehyung. "Mama mungkin akan sedikit kesal. Segeralah mandi. Oke?"

Tatapan Taehyung begitu dalam sehingga nyaris membuat Yoojung bergetar. Entah mengapa Yoojung dapat merasakan sesuatu yang di sembunyikan di balik tatapan mata itu. Bagi Yoojung, ia sudah cukup mengenal Taehyung untuk beberapa hal yang mungkin tidak ayah dan mama nya ketahui.

Jadi, melihat Taehyung berusaha mengalihkan topik dengan menyuruhnya mandi, melihatnya mencoba bersikap tenang, justru membuat Yoojung semakin curiga. "Kak, itu bukan kau kan?"

Sunyi.

Satu detik, dua detik tidak ada jawaban. Taehyung hanya terus menatapnya tanpa ekspresi hingga akhirnya beberapa detik kemudian kembali tersenyum lebar.

"Cepatlah bersiap. Mama mungkin sudah menunggu."

Kemudian Taehyung segera pergi keluar kamar meninggalkan Yoojung di dalam kamar dengan kening berkerut penuh kekhawatiran. Taehyung berjalan pelan dan begitu tenang menuruni anak tangga.

Di pertengahan tangga ia berhenti sejenak. Tangannya memegang erat pada pagar tangga. Perlahan matanya terpejam dan ia mencoba menarik nafas panjang dan membuangnya perlahan. Selama beberapa detik Taehyung tak bergeming di tempatnya seolah jiwanya tengah pergi melayang pada waktu-waktu yang lalu.

Sejurus kemudian, ia menarik kedua sudut bibirnya membentuk seulas senyum. Senyuman untuk menutupi segalanya, semua noda hitam dalam dirinya. Karena semua orang tahu dan memberi makna senyumnya sebagai senyuman paling tulus dan polos di dunia. Hanya Yoojung yang paham mengenai dirinya dan senyumannya.

Hanya Yoojung. Tidak kedua orangtuanya, tidak pula orang lain.

Hanya Yoojung yang tahu bahwa senyumnya adalah palsu.





[]

Save MeWhere stories live. Discover now