5

739 125 10
                                    

TEARS

"Tak apa bila kau ingin menangis. Karena menangis bukan berarti bahwa kau orang yang lemah."

____________________

Makan malam selalu terasa seperti biasa. Yoojung tak pernah sekalipun dapat menikmati makan malamnya bersama keluarganya. Ia duduk di samping Taehyung sedang ayah dan mama duduk di hadapan mereka berdua.

"Taehyung-a, bagaimana hari pertamamu bekerja di perusahaan?" Tanya mama begitu lembut menatap putra sulungnya. Taehyung mendongakkan kepalanya dan tersenyum. "Tidak buruk."

Bekerja di perusahaan milik keluarga sendiri menjadi suatu keberuntungan bagi Taehyung. Toh, sebenarnya ia adalah pewaris utama perusahaan. Itulah mengapa ayah dan mama bersikeras membujuk Taehyung untuk bekerja disana kendati saat itu Taehyung menolak keras.

Namun akhirnya, Taehyung menuruti kemauan ayah dan mama dengan syarat ia ingin bekerja sebagai karyawan magang terlebih dahulu dan identitasnya sebagai pewaris perusahaan di sembunyikan.

"Ouh, putraku.. kau membuat mama senang, nak." Ucap mama lantas memberikan sepotong daging di sendok Taehyung. "Makanlah yang banyak."

"Tidak diragukan lagi. Kau memang keturunan ayah yang hebat." Ucap ayah bangga.

Taehyung terkekeh. Ia melirik adiknya yang sedari tadi hanya diam. Menarik nafas  pendek ia tersenyum tipis menatap Yoojung.

Yoojung memakan makanannya tanpa peduli apapun. Bagi ayah dan mama Yoojung itu tak terlihat. Bahkan tak sekalipun mereka menanyakan bagaimana dirinya di sekolah seperti yang mereka lakukan pada kakak laki-lakinya.

Selepas makan malam selesai Yoojung segera masuk ke kamarnya. Ia harus kembali belajar jika tidak ayah atau mama akan datang memarahinya atau bahkan memukulnya.

Selama beberapa jam berkutat pada soal-soal di hadapannya Yoojung mendesah berat. Kepalanya berkedut hebat. Menutup buku catatannya, Yoojung memilih untuk segera tidur. Namun baru saja ia hendak membaringkan tubuhnya, pintu kamarnya terbuka dan dibanting dengan keras.

Terkejut akan hal tersebut, Yoojung langsung bangkit dari ranjangnya, berdiri dan melihat mama menatapnya marah. Irisnya menemukan secarik kertas di tangannya. Mama berjalan mendekati Yoojung dengan geram lantas mengacungkan lembar kertas itu dihadapan Yoojung.

"Kau sebut ini nilai?!" Bentaknya lantas melempar kertas hasil ujian itu ke wajah Yoojung. Menggigit bibir bagian bawahnya, Yoojung hanya terdiam.

Sebenarnya itu hanyalah hasil ujian dari tes uji coba yang dilakukan saat les privat. Namun mama tetap begitu marah kendati itu bukanlah ujian yang sesungguhnya.

"Mama tidak mengikutkan dirimu les hanya untuk mendapat hasil sampah seperti ini!"

"Tapi nilaiku naik." Jawab Yoojung begitu pelan. Ia menundukkan wajahnya saking takutnya berhadapan dengan mama.

"Mama tidak butuh nilai naik tapi sempurna! Lihat saja Jinyeong, dia berhasil mendapat nilai sempurna hampir seluruh mata pelajaran! Kau?"

Menahan tangisnya, Yoojung terdiam tak ingin membalas perkataan mamanya lagi.

"Mama tidak mau tahu! Kembali belajar! Mama tidak ingin melihatmu tidur lebih awal malam ini!"

Membuang nafas kesal, mama membalikkan. Ketika mama keluar dari kamar, ia dapat mendengar mamanya mengomel. "Anak tak tahu diuntung. Susah payah aku merawatnya. Memang dasar, jika sampah tetap saja sampah. Tak akan pernah menjadi permata. Anak sialan!"

Pintu ditutup dengan keras. Yoojung masih mematung di tempat. Obsidiannya menatap lebar hasil ujiannya yang tergeletak di lantai. Kerongkongannya terasa sakit, menahan tangis yang telah mencapai pelupuk matanya, Yoojung meraih kertas tersebut dan berjalan duduk di meja belajarnya.

Membuka kembali buku-buku catatannya, Yoojung berusaha keras untuk belajar. Namun seberapa keraspun ia mencoba fokus untuk belajar, hatinya telah kalut oleh ucapan kasar mamanya.

Bibirnya bergetar, matanya berkaca-kaca.

Sampah?

Anak sialan?

Bangkit dari duduknya, sembari meremas kertas hasil ujiannya, Yoojung menyambar jaket birunya. Mengunci pintu kamarnya, Yoojung berlari kecil menuju jendela. Membukanya perlahan agar tak menimbulkan suara, malam ini Yoojung ingin menenangkan diri di luar.

Ia menaiki sepedanya dengan kencang, membiarkan angin malam yang dingin menerpa wajahnya. Mengayuh sepeda dengan kesal, Yoojung mati-matian menahan air matanya untuk tak keluar.

Sepada yang Yoojung kendarai tiba di jembatan Sungai Han. Ia berdiri di pagar pembatas dan menatap air sungai di bawah sana. Menarik nafas panjang untuk menenangkan diri, Yoojung benar-benar tak ingin menangis karena hal seperti ini.

Ia sudah biasa tersakiti. Jadi, ia terus mencoba untuk menguatkan dirinya. Sungai Han menjadi satu-satunya tempat baginya setiap malam untuk banyak merenung dan menangis di dalam hati.

Baginya, menangis berarti menunjukkan bahwa dirinya lemah. Yoojung hanya ingin mencoba untuk kuat, itulah mengapa ia jarang menangis meski disakiti.

Ia menatap kertas lembar hasil ujiannya. Nilai-nilai yang tercantum di sana terbilang bagus, namun mama tak sedikitpun menghargainya. Padahal ia sudah bekerja keras untuk mendapatkannya. Bagi mama, jika ia tak mendapat bila sempurna untuk seluruh mata pelajaran itu berarti ia gagal.

Yoojung merobek kertas itu menjadi serpihan-serpihan dan membuangnya dengan kesal ke sungai. Berdiri begitu lama menatap heningnya air di bawah sana, Yoojung tak sadar seseorang melangkah mendekat dan berdiri di sebelahnya ikut menatap sungai di bawah sana.

"Apa yang kau pikirkan?" Suara berat Jungkook membuat Yoojung terkejut.

"Ah.. bapak mengapa bisa ada disini?" Tanya Yoojung gugup.

"Bapak sudah dari tadi disini." Jawab Jungkook jujur. Ia memang sudah berdiri menatap kosong sungai ketika Yoojung datang melewatinya 30 menit yang lalu. "Lalu mengapa kau malam-malam datang kesini?

"Ah.. anu.. hanya..." Tak tahu harus menjawab apa Yoojung mendesah berat dan berkata, "aku akan pulang sekarang, Pak." Ucapnya. Menundukkan kepalanya hormat, Yoojung membalikkan badannya untuk mengambil sepedanya.

Namun tiba-tiba pergelangannya di tarik paksa dan ia jatuh ke dalam pelukan Jungkook. Jungkook sigap memeluk Yoojung dan menahan gadis itu mendorongnya paksa. "Ss.. ssaem!"

Yoojung terkejut bukan main, jantungnya mendadak berdetak begitu kencang. Hidungnya kini dapat mencium aroma Jungkook. Ada sedikit bau alkohol dan sepertinya gurunya sedikit mabuk.

Ditengah kebingungannya Jungkook berbisik, "jika kau ingin menangis, menangis saja. Mengapa menahannya?"

Yoojung mengerjap. Sepersekon detik kemudian air matanya luruh. Begitu deras dan menyayat hati.

"Huwaaa..."

Jungkook memeluknya semakin erat.

"Hiks.. hiks.. mengapa semua orang membenciku... Huwaa..." Lirih Yoojung dalam tangisnya.

Jungkook mengusap kepala Yoojung. Hidungnya mencium puncak kepalanya. Kemudian ia berkata begitu lembut.

"Tidak semua orang. Aku tidak membencimu."


[]

Save MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang