21

327 62 13
                                    

Dua hari yang lalu..

Kondisi Namoo kritis. Ia membutuhkan donor segera dan tak ada satupun keluarga dekat maupun jauh Jungkook yang memiliki kecocokan sumsum tulang belakang untuk Namoo.

Jungkook meraih tangan mungil Namoo. Bocah berusia hampir 3 tahun itu sudah tertidur lelap setelah melewati masa kritis. Beruntung dokter dapat menanganinya dan pihak rumah sakit sudah menjadikan Namoo dalam urutan teratas untuk mendapatkan donor segera.

"Bertahanlah sedikit lagi, Namoo-ya.. Ayah akan menyelematkanmu. Bertahanlah untuk ayah."

Yoongi menunggu di luar ruangan, duduk dengan melipat tangan ke dada. Begitu Jungkook keluar ruangan dengan wajah kusut dan duduk di samping Yoongi, lelaki pucat itu menepuk pundak Jungkook. "Jangan khawatir. Namoo pasti akan segera mendapatkan donor."

Jungkook menghela nafas resah. Ia tidak tega membuarkan Namoo terus kesakitan. Di dunia ini, hanya Namoo alasan baginya untuk terus hidup. Kesalahannya tempo hari ketika memilih untuk mengakhiri hidup adalah suatu kebodohan. Seharusnya ketika ia merasa putus asa, ia tetap harus memikirkan Namoo.

"Apakah kau sudah berusaha mencarinya?"

"Siapa?"

"Orang itu. Barangkali sumsum tulang belakangnya cocok untuk Namoo."

Jungkook menggeleng. "Aku tak akan membiarkan bajingan sialan itu menyentuh Namoo sedikitpun."

Yoongi menghela nafas pendek.  Ia paham seberapa benci Jungkook pada orang itu. Kendati ia harus membujuk dengan alasan nyawa Namoo, Jungkook terlalu keras kepala bahwa Namoo tidak pantas mendapatkannya dari bajingan itu.

"Bukankah dokter sudah bilang, kemungkinan besar kecocokan dengan hubungan sedarah? Mengapa kau tidak coba mencarinya?"

Jungkook bangkit dari duduknya, menatap dingin Yoongi.  Ia selalu kesal jika Yoongi terus menyebut orang itu. "Aku pergi dulu, hyung."

***

Jungkook menyambut para tamu yang datang melayat dengan wajah kusut. Di atas meja di kelilingin rangkaian bunga krisan, foto Namoo—bocah berumur 2 tahun itu tersenyum amat lebar seolah mengatakan bahwa ia baik-baik saja disana. Jangan bersedih. Ayah harus kuat.

Namun sudah sejak semalam Jungkook menangis membuat wajahnya kacau. Kendati saat ini ia tak lagi menangis, namun hatinya begitu berat untuk melepaskan putra kesayangannya, Jeon Namoo.

Yoongi membantu Jungkook seharian untuk menyambut tamu yang datang. Sedangkan Yoojung datang ketika pulang sekolah, memberi salam singkat kepada gurunya itu dan mendoakan Namoo untuk bahagia di kehidupan selanjutnya.

"Pak, aku tahu bapak adalah orang yang kuat." ucap Yoojung sebelum pamit untuk segera kembali pulang ke rumah.

Sejak mengenal gurunya itu, ini adalah pertama kalinya ia melihat Namoo. Bocah mungil yang menggemaskan. Sayangnya, ia baru bisa bertemu saat pemakamannya.

Fakta bahwa Jungkook memiliki anak sedikit membuat Yoojung kaget. Melihat gurunya itu diliputi awan mendung, Yoojung tak tahan ingin memeluknya dan mengusap punggungnya seperti yang biasanya Jungkook lakukan padanya.

Yoongi mengantarkan Yoojung keluar gedung pemakaman, ia tersenyum hangat dan mengucapkan terimakasih. Hanya Yoojung satu-satunya murid Jungkook yang datang melayat. Sepertinya fakta bahwa Jungkook memiliki anak tidak diketahui di tempatnya bekerja, itulah mengapa dari sekolah Jungkook hanya Yoojung dan seorang guru pria, rekan dekat Jungkook disana yang datang.

Yoongi menghela nafas panjang. Ia mendongak menatap langit sebentar sebelum kemudian melangkahkan kaki untuk kembali menyambut tamu yang datang.

***

Angin malam berhembus kuat. Udara dingin menusuk tulang membuat orang-orang semakin merekatkan mantelnya. Jungkook menghembuskan asap rokok ke udara. Ia memandangi sunga han di atas jembatan dengan wajah sendu.

Yoongi menyuruh Jungkook untuk pulang dan beristirahat tadi. Kendati mereka tak ada hubungan darah, Yoongi begitu amat mempedulikan Jungkook bak adik kandungnya sendiri.

Jungkook mengusap wajahnya kasar dan membuang sisa rokoknya ke tanah. Kepergian Namoo, putra semata wayangnya itu memberikan pukulan yang besar baginya. Hanya Namoo lah yang membuatnya bertahan hidup hingga kini.

Namun bagaimana nasibnya sekarang?

Mendadak lintasan masa lalu menyergapnya. Semua kenangan buruk yang selalu ia pendam datang silih berganti mengacaukan pikiran dan hatinya. Bahkan sesaat ia berpikir untuk lompat terjun ke bawah sana.

Mati.

Soojin, anak kita sudah pergi menyusulmu ke atas sana. Maafkan aku, aku tak bisa menjaganya.

Maafkan aku.

Jungkook mengepalkan tangannya. Dadanya begitu sesak, tenggorokannya terasa sakit. Ia sekuat tenaga untuk menahan tangisnya. Namun tiba-tiba sebuah panggilan lembut mengisi ruang hampanya.

"Ssaem?"

Yoojung berdiri tak jauh di hadapannya. Obsidian Jungkook membesar. Sudut bibirnya ditarik, membuat sebuah senyuman palsu. Ia tak ingin Yoojung melihat sisi lemahnya lagi. Mengetahui bahwa gadis itu sendiri telah memiliki masalah dalam hidupnya, kendati ia tidak tahu pasti apa masalah gadis itu, Jungkook hanya tidak ingin ia menjadi beban bagi Yoojung.

Namun, gadis itu malah melangkah maju menghampirinya dan memegang lengannya. Ia tersenyum kecil namun begitu hangat. "Bolehkah aku memeluk bapak?"

Jungkook terpaku. Ia tak tahu bagaimana harus menjawab karena selama beberapa saat ia rasa otaknya berhenti bekerja. Namun, bahkan tanpa menunggu jawaban Jungkook, Yoojung melangkah maju dan membentangkan tangannya, kemudian memeluk lelaki yang jauh lebih tinggi darinya dengan dekapan yang begitu lembut.

Dalam sepersekian sekon, kening Jungkook berkerut, pandangan matanya berubah sendu. Ia menundukkan kepalanya hingga menyentuh pucuk kepala Yoojung. Mengendus aroma sampo dari gadis itu, merasakan dekapan hangat darinya membuat beban dalam dirinya sedikit berkurang.

Lantas beberapa detik kemudian Jungkook mulai terisak. Ia sudah memendamnya begitu kuat. Tangan Yoojung bergerak lembut mengusap punggung Jungkook.

"Tak apa. Tak apa untuk menangis. Bapak sangat kuat telah menahannya hingga saat ini. Bapak adalah orang yang hebat."

Lantas Jungkook pada akhirnya jatuh terduduk dan menangis semakin keras. Yoojung langsung memeluk Jungkook dan membawanya dalam dekapan hangatnya.

"Tak apa. Ada aku disini. Menangislah.."




to be continued.

Save MeWhere stories live. Discover now