2

916 138 7
                                    

RAIN

"Hujan mempertemukan kita hari ini, esok, dan di masa depan."

_________________

Rintik hujan turun membasahi gunung. Malam semakin beranjak naik dan udara semakin dingin mencekam. Padahal baru beberapa menit yang lalu Yoojung melihat langit nampak cerah bertabur bintang, namun dalam sekejap berubah mendung dan meneteskan ribuan bulir air hujan yang semakin lama turun semakin deras.

Yoojung menggigil kedinginan. Bajunya basah, rambutnya pun masih basah. Kedua tangannya bersedekap memeluk tubuhnya berharap mendapat sedikit kehangatan. Matanya melirik tajam sosok pria yang juga menggigil kedinginan di sisinya.

"Aish.. semua ini gara-gara kau!" Yoojung menyalahkan pria tersebut. Menatapnya sebal seolah semua kesialannya memang berasal dari pria tersebut. Yang ditatap balas menatap jengkel.

"Aku tidak minta diselamatkan, tuh!" Ketusnya sontak mengundang decihan tak percaya Yoojung.

Yang benar saja!

"Aku baru saja menyelamatkanmu dari maut, sialan!" Kini Yoojung tak lagi menggunakan bahasa formal dan balas bersikap kasar. Giginya bergemeletuk saking dinginnya. Ia yakin besok ia akan terserang flu.

"Berhenti menyalahkan ku! Kau sendiri yang melompat dan menyelematkan ku. Kenapa tak kau biarkan saja aku mati jika kau malah menyalahkan ku atas tubuhmu yang kedinginan?!"

Mendecakkan lidah kesal, Yoojung hampir saja memukul kepala pria itu. "Kau tahu bahwa nyawa seseorang begitu berharga? Kenapa kau membuangnya begitu mudah?!"

Pria itu tersenyum sakartis dan mendecih, "ucapkan itu pada dirimu sendiri, nona."

"Apa?!"

"Aku melihatmu juga akan mengakhiri hidupmu dengan gantung diri. Jadi, seharusnya tadi kau lanjutkan saja kegiatan menjemput ajalmu, dan aku urus sendiri masalahku. Kita sama-sama akan mati dan jika kau tidak menyelamatkanku, mungkin kita akan bertemu di akhirat!"

"Kalau kau melihatku tadi kenapa kau tak mencegahku juga seperti yang kulakukan padamu?!" Tanya Yoojung marah. Ia tak habis pikir bahwa rupanya pria ini pun sebelum terjun bunuh diri telah melihatnya hendak gantung diri.

Sulit dipercaya bahwa pria ini malah mengabaikannya? Bagaimana bisa ada seseorang yang mengabaikan aksi seseorang yang hendak bunuh diri?

"Dengar, hariku sudah buruk ditambah kau menggagalkan kematian ku. Jadi, mari kita berhenti berdebat karena aku benar-benar lelah hari ini."

Yoojung membuka mulutnya lebar tak habis pikir. Namun menyetujui pria itu, lebih baik memang menghentikan perdebatan mereka. Malam semakin dingin dan rasanya ia seperti akan mati kedinginan.

Yoojung menatap sekeliling kuil yang kini ia jadikan tempat berteduh dari hujan. Apakah kuil ini dikunci?

Memastikan apakah kuil yang sudah nampak tua dan seperti jarang dikunjungi terkunci atau tidak, Yoojung bangkit. Ia mencoba mendorong pintu dan bersorak senang karena tidak terkunci. Berteduh di dalam akan lebih hangat daripada membeku di luar.

Ia menoleh menatap pria yang masih duduk menekuk lutut, ingin mengajaknya ikut masuk namun akhirnya mengurungkannya. Pria itu pasti akan masuk dengan sendirinya.

Sekarang Yoojung merasakan bahwa hidungnya mulai berair dan membuatnya mengumpat. Duduk di sudut ruangan, ia menatap pria yang masih menggigil di luar menatap derasnya hujan.

"Kau tak mau masuk?" Tanyanya akhirnya.

Pria tersebut menoleh ke belakang, terdiam sebentar sebelum bangkit dan masuk. Menutup pintu kuil dan duduk di sisi Yoojung.

Suara rintik hujan di luar sana terdengar seolah tak ingin mereda. Bahkan sepertinya hujan akan berlangsung deras semalaman.

Keheningan kini menyelimuti dua orang yang beberapa menit lalu hampir saja menjemput maut mereka. Rasanya Yoojung ingin tidur namun entah mengapa bahkan rasa kantuk tak ia rasakan. Mungkin efek dingin yang ia rasakan membuatnya tak akan bisa tidur.

Melirik pria di sebelahnya dalam kegelapan, Yoojung yakin pria itu masih terjaga sama sepertinya. Menghela nafas panjang Yoojung memutuskan memejamkan matanya berusaha untuk tidur agar pagi segera datang.

"Kau tahu tidak jika gunung ini mempunyai legenda?" Tanya pria di sisinya sontak membuat kelopak mata Yoojung kembali terbuka.

Yoojung menoleh dan bertanya pelan, "Apa?"

"Seorang gadis cantik bernama Arang pernah mati dibunuh di gunung ini dan arwahnya bergentayangan untuk membalaskan dendamnya."

"Lalu?"

Yoojung tak tahu mengapa pria ini tiba-tiba menceritakan tentang legenda gunung ini. Barangkali pria ini sedang bosan, tak bisa tidur, atau hendak menghidupkan suasana, namun Yoojung memutuskan mendengarkannya tanpa menyela.

"Dia berhasil menghukum si pembunuh."

"Hanya itu?"

"Tidak. Warga akhirnya membangun sebuah kuil yang diberi nama Kuil Arang. Konon, jika ada orang yang tersakiti mendatangi kuil itu dan berdoa, maka Arang akan datang pada sang pelaku sampai pelakunya minta maaf dan konon Arang akan mempertahankan cinta pasangan yang mengunjungi kuil nya secara bersamaan."

Yoojung mengangguk pelan, "ah itulah mengapa sekarang hatiku terasa tenang. Apakah karena kita sekarang berteduh di Kuil Arang?"

"Mungkin."

Yoojung tak bohong jika hatinya kini memang terasa tenang. Padahal seharian tadi, bahkan semenjak berhari-hari yang lalu ia selalu dirundung rasa tertekan. Tak pernah sekalipun ia merasa setenang ini. Seolah seluruh kepenatannya diangkat dalam semalam.

Pria itu menghela nafas panjang sebelum berkata, "kau masih kedinginan?"

"Ya?"

Tiba-tiba pria itu bergerak mendekat dan menarik Yoojung dalam dekapannya. Ketika Yoojung hendak mengumpat dan mendorong pria tersebut, pria itu berkata pelan, "aku tak akan macam-macam di situasi se menyebalkan ini. Serius rasanya aku akan mati kedinginan. Biarkan aku mendapatkan sedikit kehangatan mu dan kau mendapatkan kehangatan dariku."

Menyetujui usulan pria asing ini, Yoojung akhirnya diam. Ada benarnya juga karena ia memang sangat kedinginan setengah mati. Dan pria ini sedikit menghangatkan tubuhnya. Bahkan Yoojung membiarkan kepala pria itu tenggelam dalam ceruk lehernya.

Ia dapat merasakan nafas pria itu berhembus di lehernya, terasa hangat dan mendadak menjadikan jantungnya berpacu lebih cepat.

Dalam kegelapan malam, Yoojung dapat merasakan bahwa wajahnya memanas dan ia yakin bahwa kini wajahnya berubah semerah tomat dikarenakan pria asing ini.

Shit! Sepertinya Yoojung akan lebih sulit tidur bukan karena dinginnya malam. Namun karena debaran aneh di dadanya disebabkan pria yang bahkan baru ia temui beberapa menit yang lalu.

Pria yang bahkan belum ia ketahui namanya.

[]

Save MeWhere stories live. Discover now