11

639 107 13
                                    

FEELS

"Bagaimana jika tiba-tiba muncul perasaan yang tidak seharusnya aku miliki?"

___________________

Jungkook menghela nafas panjang, netranya lurus menatap bangku kosong di belakang sana. Yoojung tidak masuk sekolah karena sakit. Merapikan buku-bukunya di atas meja, Jungkook mengakhiri pelajaran hari ini.

Jam menunjukkan pukul 5 sore ketika pria berumur 30 tahunan itu menenggelamkan diri mengecek kertas kerja murid-muridnya. Ia selesai pada kertas terakhir dan segera memasukkan semua kertas kerja itu ke dalam map. Begitu ia menyimpan map dalam laci meja kerjanya, handphonenya bergetar.

Satu pesan masuk.

[Pak, Namoo sudah meminum obatnya dan sekarang tidur pulas.]

Tersenyum tipis, Jungkook segera membalas pesan tersebut mengatakan bahwa ia akan segera pulang.

Hari menanjak senja, langit jingga menghias langit Seoul dengan menawan. Bak lukisan seorang profesional, kau akan terpana bagaimana langit mencoba menggodamu dengan pesonanya.

Jungkook menaruh tangan kanannya ke dalam saku jas, sementara tangan yang lain memegang tas. Matanya menatap seolah tersihir akan langit senja.

Teringat akan janjinya hari ini untuk mendatangi studio Yoongi, Jungkook bergegas untuk masuk ke dalam mobil. Yoongi bilang ada sesuatu yang ingin ia tunjukkan padanya. Apapun itu, Jungkook harus menyelesaikan urusannya hari ini dan segera pulang ke rumah.

Begitu Jungkook tiba di studio kecil Yoongi yang sekaligus rumah baginya, Jungkook segera membuang pandang pada tumpukan sampah di atas meja depan tv. Beberapa cup ramen, serta berbagai sampah makanan serta kaleng minuman berserak di atasnya.

Ia menggelengkan kepala. Dasar jorok!

Melangkah mendekat pada sosok yang duduk menghadapi laptop, Jungkook dapat mencium aroma alkohol menguar di udara. Sial, berapa banyak, sih, yang sudah Yoongi minum?

"Kak," Jungkook mendaratkan pantatnya di atas sofa, memanggil Yoongi dengan suara yang menyiratkan kelelahan luar biasa. Pandangan Jungkook kemudian beralih menatap langit-langit ruangan. "Rasanya sudah lama aku tidak datang kesini, padahal baru 2 minggu."

Yoongi memutar kursinya, kulit putih pucatnya nampak semakin pucat lantaran jarang membawanya keluar untuk mendapat sinar matahari. Mata sipitnya menatap presensi Jungkook.

"Bukankah aku sudah menyuruhmu datang sejak seminggu yang lalu? Kudengar kau pergi ke Miryang."

Jungkook menggaruk tengkuknya, terkekeh pelan. Tidak ada yang harus ia jelaskan pada Yoongi. Jadi, menggeleng pelan, Jungkook berkata, "yeah, aku pergi ke Miryang."

"Lalu?"

Tatapan Yoongi seolah mengais segala hal yang tengah ditutupi oleh Jungkook. Lelaki berkulit pucat itu seakan tahu ada hal yang berusaha Jungkook tutupi. Yoongi tak akan pernah bisa dibohongi. Ia selalu tahu jika Jungkook sedang memiliki masalah.

"Lalu apa? Hyung, aku datang karena kau memanggilku. Jika tidak ada yang ingin kau katakan aku akan pulang sekarang."

Yoongi menghela nafas panjang, bibirnya ditekuk ke dalam. Menatap Jungkook sesaat, Yoongi bertanya, "jadi, kau baik-baik saja?"

"Tentu."

Jawaban itu membuat Yoongi harus menatap dalam kedua netra Jungkook memastikan bahwa lelaki itu benar-benar baik saja. Bagi Yoongi, Jungkook sudah seperti adiknya sendiri. Meski mereka tak terikat hubungan darah, hubungan Yoongi dan Jungkook sudah selayaknya keluarga.

Save MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang