13

615 119 27
                                    

Semenjak hari dimana Hyunwoo menampar wajah Yoojung, hari-hari selanjutnya seolah berjalan kembali seperti biasanya. Gadis itu menemukan bahwa lelaki yang menamparnya menghilang keesokan harinya. Sungguh, benar-benar menghilang. Ia pikir Hyunwoo mungkin sakit sehingga tidak masuk sekolah, namun rasanya aneh mengingat bagaimana terobsesinya bocah itu akan nilai dan peringkat, pasti ia akan berangkat sekolah apapun alasannya.

Yoojung ingat betul, bahkan dulu ketika Hyunwoo terkena kecelakaan yang menyebabkan kakinya cedera, lelaki itu tetap memaksa masuk ke sekolah tidak peduli harus membawa tongkat yang menumpunya. Mengherankan sekali begitu mendengar Jungkook bertanya di depan kelas seminggu setelah menghilangnya Hyunwoo tanpa kabar. "Apakah kalian tidak tahu kemana Hyunwoo? Bapak tidak bisa menghubunginya akhir-akhir ini."

Yoojung yang memperhatikan di bangku belakang hanya menghela nafas pelan. Sejujurnya ia pun merasa tak ingin memedulikan hal tersebut, toh, suatu hal yang menguntungkan jika pengusiknya menghilang satu. Tapi, ia hanya penasaran kemana bocah itu menghilang seusai membuat keributan dengannya?

Membolak-balik bukunya dan mengabaikan pelajaran yang tengah Jungkook terangkan di depan kelas, gadis itu tak sadar bahwa Jungkook memperhatikannya. Lelaki itu tentu tahu apa yang telah terjadi antara Yoojung dan Hyunwoo sebelum salah satu murid terbaiknya itu menghilang. Aneh memang mendengar penuturan kedua orang tua Hyunwoo yang mengatakan bahwa Hyunwoo selalu berangkat sekolah setiap hari. Namun pada nyatanya, selama seminggu pun ia tak sekalipun melihat batang hidung bocah itu.

Maka, Jungkook memutuskanakan kembali menemui kedua orang tua Hyunwoo dan mengatakan yang sebenarnya bahwa Hyunwoo tak sekalipun datang ke sekolah seminggu tersebut. Begitu pelajaran usai, Jungkook bergegas mengendarai mobilnya keluar dari area sekolahan. Ia sempat melihat gerombolan Solbin sedang berdiri mengelilingi Yoojung sembari tertawa terbahak-bahak.

Menghentikan mobilnya sejenak, ia menurunkan kaca mobilnya dan berteriak, "Hei, anak-anak, segera pulang ke rumah, mengerti?"

Solbin tersenyum lebar dan mengangguk. "Jangan khawatir, Pak!"

Bahkan ucapan gadis itu tidak dapat di percaya, jadi mengumpat resah di dalam hati, ia meyakinkan diri bahwa Yoojung bisa menjaga diri. "Hei, kau Hwang Solbin! Ku peringatkan kau untuk tidak mengganggu Yoojung, mengerti?!"

"Wah, Pak Guru! Mengapa aku harus mengganggu Yoojung?" meraih pundak Yoojung dan merangkulnya paksa, Solbin tentu tahu jelas bahwa wali kelasnya itu tahu jika ia selalu mengganggu Yoojung. Namun siapa peduli? Toh, ia hanya wali kelas baru yang masih muda. Beruntung saja wali kelasnya itu tampan. Andaikan buruk rupa dan berkepala botak, sudah pasti Jungkook juga akan menjadi bahan buliannya seperti Yoojung.

"Kita kan berteman, Pak!" sahut gadis lain yang ikut merangkul Yoojung.

"Jangan macam-macam! Bapak mengawasi kalian! Yoojung-a, segeralah pulang!" teriak Jungkook sebelum akhirnya melajukan mobilnya kembali.

Selepas kepergian Jungkook, Solbin dan kawan-kawannya menarik Yoojung pergi ke bagian tersunyi di sekolah. Tempat dimana tak seorangpun akan datang. Dan Yoojung hanya bisa pasrah dan menerka-nerka akan apa yang ingin Solbin lakukan kepadanya. Kendati ia berpikir positif bahwa tak akan ada hal buruk yang akan terjadi padanya, tetap saja ia tahu betul tabiat Solbin.

Solbin mendorong Yoojung memasuki gudang belakang sekolah. Gudang ini jarang sekali dimasuki,—berisikan fasilitas-fasilitas sekolah yang telah rusak. Lumayan gelap karena beberapa lampu memang sudah lama mati dan tidak pernah diganti. Begitu Solbin dan kawan-kawannya mendorongnya masuk ke dalam gudang dan membuatnya jatuh tersungkur, gadis-gadis itu kemudian menutup pintu gudang.

Suara kikikan Solbin dan kawan-kawannya terdengar dari luar sana dan Yoojung dapat mendengar salah satu kawan Solbin berkata, "Hei, bukankah dia akan mampus?"

"Sudahlah, lupakan saja! Kalau babak belur juga ia bisa ke rumah sakit. Uangnya, kan, banyak." Suara yang lain menimpali.

Di tengah kebingungannya, disaat matanya berusaha menyesuaikan gelapnya ruangan dan berusaha untuk berdiri, tepat sebelum ia sempat berdiri dan membersihkan roknya, seseorang menarik kerah bajunya memaksanya berdiri dan dengan gerakan cepat mendorongnya keras menghantam tumpukan meja rusak di belakangnya.

Membelalakkan kedua obsidiannya dengan rasa sakit yang menjalar di punggungnya, terlebih luka pukulan ayah yang masih membekas disana membuat hantaman itu terasa lebih menyakitkan. Di hadapannya, tepat beberapa senti di depan wajahnya, seseorang menggunakan masker hitam dengan sorot mata tajam menatapnya dengan kilat-kilat amarah.

***

Jungkook membungkuk hormat begitu bertemu dengan ibu Hyunwoo yang menyambutnya begitu ramah. Merasa bingung kenapa wali kelas putranya datang kembali untuk kedua kalinya, ibu Hyunwoo merasa jika sepertinya putranya telah terlibat masalah.

"Apakah Hyunwoo terlibat suatu masalah di sekolah?" tanya Nyonya Lee dengan kening berkerut. Menarik nafas panjang, Jungkook sedikit merasa tidak enak untuk mengatakan bahwa anaknya selama seminggu ini tidak sekalipun datang ke sekolah kendati tempo hari wanita paruh baya itu mengatakan bahwa putranya selalu berangkat sekolah setiap hari.

Begitu mendengar penuturan Jungkook yang mengatakan bahwa selama semingu terakhir ini Hyunwoo tidak berangkat sekolah, Nyonya Lee langsung menutup mulutnya terkejut sedang keningnya semakin berkerut. "Augh, itu tidak mungkin, Pak. Saya jelas melihat putra saya selalu berangkat sekolah. Astaga, lalu kemana dia pergi jika tidak berangkat ke sekolah?"

"Apakah Hyunwoo memiliki suatu masalah, bu? Maaf, di rumah mungkin?"

Menggeleng keras, Nyonya Lee membantah bahwa putranya selalu baik-baik saja di rumah.

"Kalau begitu, apakah akhir-akhir ini putra ibu bertingkah aneh atau sejenisnya?"

Terdiam sejenak, Nyonya menghela nafas panjang. "Sejujurnya, akhir-akhir ini Hyunwoo memang sedikit aneh." Jungkook dapat melihat kedua tangan Nyonya tertaut dan meremas seolah menunjukkan bahwa ia sedang gelisah. "Jadi, sebenarnya sejak seminggu yang lalu, Hyunwoo selalu mengurung diri di kamar. Ia tidak mau makan bersama keluarga dan selalu makan sendirian di dalam kamar. Ia juga selalu memakai masker wajah setiap keluar kamar. Astaga, ada apa dengan putraku.."

"Mengapa ia selalu memakai masker?"

"Kupikir Hyunwoo terserang flu, namun tidak. Ia akan sangat marah jika ayahnya atau saya menanyakan hal tersebut."

Jungkook terdiam selama beberapa saat. Sesuatu telah terjadi dan mengubah muridnya, Lee Hyunwoo. Entah apa yang terjadi, itu pasti sesuatu yang serius karena mengubah murid yang begitu teladan sekolah dengan peringkat yang selalu bagus tiba-tiba tidak berangkat sekolah dan berperilaku aneh di rumah.

Pamit mengundurkan diri setelah dua jam lamanya mengobrol panjang lebar mengenai Hyunwoo, Jungkook kembali masuk ke dalam mobilnya. Langit sudah mulai gelap berwarna jingga di atas sana, ia harus segera pulang dan menyelesaikan masalah ini kembali esok hari. Namoo pasti sudah menunggu di rumah.

Namun ketika ia hendak menyalakan mesin mobil, handphonenya berdering. Ia mengerutkan keningnya melihat siapa yang menelponnya. Mengangkat telpon tersebut, sebelum mengucapkan sepatah kata, Jungkook langsung disambut suara bergetar di seberang sana.

"Ssaem..." terdengar suara Yoojung terisak di seberang. Suaranya bergetar dan terdengar lemah.

"Yoojung-a, ada apa? Bicaralah? Kenapa kau menangis?" Jungkook panik lantaran ini adalah pertama kalinya Yoojung menghubunginya dan terisak untuk ke sekian kalinya. "Apakah Solbin mengga.."

"Tidak." Jawab Yoojung memotong ucapan Jungkook. Suaranya masih terdengar bergetar dan serak karena menangis. "Ssaem.. tolong aku.."

"Yoojung-a, dimana kau sekarang?"

Terisak semakin pelan, suara gadis itu terdengar begitu mengkhawatirkan di seberang sana.

"Tolong aku, Ssaem..."





[]

Save MeWhere stories live. Discover now