8

629 117 28
                                    

PAIN

"Luka pertama akan sangat menyakitiku, pun yang kedua dan ketiga. Namun semakin banyak luka yang kudapatkan, aku seolah memang hidup untuk itu. Jadi aku tidak akan terlalu terluka jika disakiti lagi."

______________________

"Dia temanmu?" Tanya Taehyung begitu Yoojung menarik lengannya menjauh.

"Bukan. Aku hanya sekelas dengannya tapi dia bukan temanku."

Taehyung menganggukkan kepalanya kemudian menggenggam tangan Yoojung dan menggandengnya sembari berjalan menuju mobil. Tak ada satupun pembicaraan lagi yang terjadi di dalam mobil hingga akhirnya mereka tiba di rumah.

Begitu Taehyung dan Yoojung membuka pintu rumah, mama telah berdiri di balik pintu melipat kedua tangannya dengan ekspresi wajah tak mengenakkan.

Ah, Yoojung bahkan lupa kapan terakhir kali mama menatapnya dengan senyuman hangat. Satu bulan yang lalu? Satu tahun yang lalu? Entahlah. Ia melupakannya saking seringnya mama menunjukkan ekspresi itu padanya.

"Darimana saja kalian?"

"Ini akhir pekan, jalan-jalan, tentu saja!" Taehyung menjawab dengan santai. Berjalan memeluk mama yang disambut mama dengan hangat, lantas mama berkata pada putranya itu, "mandilah. Setelah ini kita harus makan malam bersama."

Taehyung mengangguk, menoleh ke arah Yoojung sebentar dan tersenyum seolah mengatakan semuanya akan baik-baik saja, lelaki itu pergi untuk membersikan diri. Kepergian Taehyung sekaligus menjadi perubahan ekspresi mama yang cepat, menatapnya tajam dan marah.

"Kau membujuk kakakmu keluar dan jalan-jalan? Kenapa tidak belajar saja daripada menghabiskan waktumu sia-sia di luar?"

Yoojung menundukkan kepalanya dan hanya bisa mengatakan maaf dengan suara yang pelan. Padahal siapa tadi yang mengajaknya jalan-jalan? Taehyung lah yang mengajaknya. Ingin ia mengatakannya dengan lantang, namun opsi terbaik adalah diam dan meminta maaf.

Tak ada gunanya menjawab ucapan mama. Ia hanya akan menjadi lebih terluka.

"Cepat mandi! Setelah itu kita harus makan malam bersama." Ucap mama ketus sebelum pergi meninggalkan Yoojung.

Tak ada ucapan hangat. Tak ada pelukan hangat, bahkan mengharap mama menatapnya hangat Yoojung tak pernah membayangkannya. Bukannya tidak mau, hanya saja sia-sia saja jika di hati mama bahkan tak memberi sedikit ruang untuknya.

Diabaikan begitu saja mungkin terasa sedikit menyakitkan, namun ia sudah terbiasa. Hal yang dilakukan berulang kali dan telah menjadi luka yang sama yang seperti hal yang sudah biasa. Seperti ketika kau harus makan setidaknya sekali sehari, luka yang mama berikan sudah layaknya keharusan yang ia dapatkan setiap hari.

Yoojung melangkah masuk dan berjalan cepat menuju kamar. Seperti yang mama katakan, ia beranjak untuk membersihkan diri. Sejenak, ia berhenti menatap dirinya di pantulan cermin setinggi badannya yang terletak di sudut kamar.

Menatap wajahnya lamat-lamat dalam beberapa sekon, selama beberapa dekade ini, ekspresi wajahnya tetap sama. Menarik sudut bibirnya untuk tersenyum lebar, Yoojung kembali murung menemukan bahwa senyum yang ia lihat dalam cermin itu menjijikkan.

Terlalu dipaksakan. Tidak tulus. Penuh tekanan.

Mendesah panjang, Yoojung memutuskan untuk segera mandi. Ia tidak boleh terlalu lama menatap dirinya dalam cermin. Mama mungkin sudah menunggu dengan kesal di bawah.

Begitu air shower dingin mengguyur puncak kepalanya, Yoojung merasa pikirannya didinginkan sejenak. Terasa menyenangkan dan membuatnya seolah ia ingin terus merasakan sensasi seperti ini. Ah, tapi tidak baik juga berada dalam guyuran air terlalu lama. Bisa-bisa ia sakit dan mama makin mengutukinya.

Begitu selesai mandi, Yoojung menuruni anak tangga untuk bergabung makan malam. Ia sudah menemukan Taehyung duduk di sana dan tersenyum hangat.

Makan malam berlangsung hening. Hanya suara sendok, sumpit, dan piring yang beradu. Begitu semua orang telah selesai dengan makanannya, tanpa berkata-kata papa dan mama pergi, Taehyung mengacak rambut Yoojung sebelum pergi juga.

"Lanjutkan belajarmu!" Pesan mama seperti biasa dengan nada ketusnya sebelum pergi meninggalkan Yoojung sendirian.

Padahal tanpa mama mengatakannya pun, Yoojung pasti akan belajar. Sebenarnya Yoojung heran mengapa disini semua hal tergantung nilai. Bukan hanya nilai, peringkat bahkan menjadi penentu akan kualitas dirimu.

Sederhananya, jika kau tidak punya bakat apapun setidaknya kau harus pintar, peringkat pertama di sekolah. Bahkan akan lebih hebat lagi jika kau berbakat dan juga cerdas.

Yoojung mulai membuka buku-bukunya. Salah satu buku catatan berisi coretan-coretan matematikanya, buku yang lain adalah buku catatan rangkuman seluruh materi yang ia tulis sendiri. Di sisi meja terdapat sekota tissue untuk berjaga-jaga, karena jika kau melihat pada tempat sampah kecil di bawah meja, disana pasti ada bekas tisue dengan darah karena Yoojung sering mimisan.

Ketika Yoojung tengah fokus akan soal yang ia kerjakan, pintu kamarnya di ketuk. Yoojung menoleh dan menemukan Taehyung datang. Di tangannya terdapat sebuah kotak kecil yang Yoojung tahu pasti apa isi di dalamnya.

Mendesah pelan untuk kesekian kalinya hari ini, Yoojung mendadak sedikit merasa pusing.

Tidak malam ini. Tidak.

"Aku harus belajar, kak."

Taehyung mendekat dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan, namun Yoojung tahu pasti apa yang diinginkan kakaknya.

"Kau sudah banyak belajar."

"Mama nanti akan datang."

Namun Taehyung menggeleng, "Mama dan papa pergi lagi malam ini."

Menghela nafas panjang, kening Yoojung berkerut. Lantas ia berdiri dari duduknya berjalan dan menutup pintu kamarnya. Ia menelan salivanya berat sebelum mengunci pintu kamarnya kemudian menatap Taehyung yang sudah duduk di atas ranjangnya.

Mata Yoojung bertumpu pada kotak yang di bawa Taehyung. Menggigit bibir bagian bawahnya keras, ia sungguh tidak suka melakukan ini. Namun bibirnya mengatakan yang sebaliknya.

"Baiklah. Berikan kotak itu."

•••

Jungkook berangkat begitu pagi hari ini. Dan secara kebetulan, Yoojung pun baru saja datang. Apakah gadis itu memang selalu berangkat sepagi ini? Pikirnya.

Ia berjalan dalam diam di belakang Yoojung. Nampaknya gadis itu tidak menyadarinya, bahkan di telinganya terpasang earphone entah sedang mendengarkan apa. Dan juga, sepertinya gadis itu selalu memakai Hoodie yang sama.

Eh, atau memang gadis itu punya beberapa Hoodie dengan warna sama? Biru laut.

Jika diperhatikan, setiap Jungkook bertemu Yoojung, gadis itu selalu memakai Hoodie yang sama. Bahkan saat dulu di Miryang. Ia ingat betul gadis itu menolak melepas Hoodienya yang basah kuyup. Padahal saat itu bisa membuatnya semakin kedinginan karena kainnya yang tebal namun basah.

Jungkook tersenyum tipis. Entah gadis itu baik-baik saja atau tidak, yang jelas Jungkook benar-benar ingin melindungi Yoojung.

Hutang nyawa.

Jujur saja, ia begitu amat menyesal mengapa saat itu cepat mengambil keputusan untuk bunuh diri. Beruntung Yoojung datang dan menyelamatkannya.

Jungkook mengikuti Yoojung hingga gadis itu tiba di kelas. Ia berdiri bersembunyi di luar kelas dan mengamati Yoojung. Nampak gadis itu melepas Hoodienya sejenak. Hanya beberapa saat untuk memeriksa sesuatu di balik jaketnya, mungkin Yoojung pikir ada kotoran atau sesuatu.

Namun momen itu cukup membuat bola mata Jungkook melebar. Bukan karena untuk pertama kalinya ia melihat Yoojung berlengan pendek. Namun apa yang ia lihat sungguh diluar bayangannya.

Di sekujur tangan dan lengannya, tercetak jelas begitu banyak luka disana. Memar berwarna biru atau ungu terlihat menyebar di sana. Bahkan bukan hanya satu tangan, namun kedua tangannya.

Jungkook menahan nafasnya miris.

Apa yang telah terjadi dengannya?



[]

Save MeWhere stories live. Discover now