4

719 116 8
                                    

TRUST

"Hari dimana kita bertemu kembali, aku ingin membuatmu percaya padaku."

_______________

Yoojung gelisah. Ia merasa tak nyaman harus menghadapi situasi aneh ini.

Laki-laki di Miryang kemarin wali kelasnya?

Lelucon macam apa ini. Jelas Yoojung begitu terkejut terlebih mengingat bahwa gurunya itu telah melihatnya hendak bunuh diri.

Ah, tapi ia juga melihat Pak guru hendak bunuh diri juga. Tapi kenapa? Kenapa seorang guru hendak bunuh diri?

Menggigit bibirnya resah, obsidian Yoojung tak henti-hentinya menatap Jungkook. Mengetuk jemarinya di atas meja, ini adalah kali pertamanya merasa begitu gelisah selama jam pelajaran.

Jungkook yang menyadari hal itu hanya tersenyum miring sembari terus mengajar di depan kelas. Sejujurnya pun ia sedikit terkejut pagi tadi ketika ia berangkat menuju sekolah. Rasa-rasanya ia seperti salah lihat begitu melihat Yoojung berjalan memasuki gedung sekolah tempatnya bekerja.

Gadis itu sekolah disini?-begitu pikirnya saat itu. Namun ia kembali tak menyangka bahwa ia juga akan menjadi wali kelasnya. Itu artinya mereka akan semakin sering bertemu.

Bel berdering tanda jam pelajaran usai. Jungkook mengakhiri pelajarannya dan berjalan keluar kelas. Namun langkahnya terhenti di ambang pintu, membalikkan badan dan menatap Yoojung yang sedari tadi terus menatapnya. "Kim Yoojung, bisakah kau ke ruangan bapak jam istirahat nanti?"

Mengerjap gugup, Yoojung mengangguk pasrah.

Ah, sial.

"Ya, pak."

***

Ruangan ini sedikit kecil, tempat dimana Jungkook akan memberikan bimbingan konseling kepada murid-murid yang datang. Yoojung duduk di bangku berhadapan langsung dengan Jungkook dengan perasaan gugup.

Menarik nafas panjang, meletakkan kedua tangan di atas meja sembari menautkan kedua jemari tangannya Jungkook berdeham. "Jadi, bukankah ada sesuatu yang harus kau ceritakan, Kim Yoojung hagsaeng?"

"Tidak ada, Pak."

Jungkook tersenyum. Jelas ia tahu sekali bahwa pasti Yoojung telah mengalami suatu hak yang membuatnya kala itu hendak bunuh diri.

"Lalu mengapa 3 hari yang lalu kau..."

Memotong perkataan Jungkook, Yoojung berkata dengan kesal. "Bisakah bapak tidak mengungkit hal itu?"

"Kenapa tidak? Bapak menemukan salah satu murid bapak.."

"Pak.." Yoojung menghela nafas memelas. Ia sungguh tidak ingin mengungkit hari itu. "Bapak juga hari itu hendak melakukan hal yang sama denganku. Bisakah bapak melupakannya saja, toh, saat itu bapak bukanlah wali kelas saya."

Jungkook terdiam. Benar juga, ia lupa bahwa hari itu ia juga hendak mengakhiri hidupnya. "Kau benar." Menarik nafas panjang dan menipiskan bibirnya, Jungkook berkata dengan tegas, "baiklah untuk sekarang bapak akan melupakannya. Tapi, bapak harap jika kau memiliki masalah, kau harus menceritakannya pada bapak. Bagaimanapun bapak adalah wali kelasmu."

Yoojung tak menjawab. Ia hanya bangkit dari duduknya, menunduk hormat kemudian melangkahkan kaki keluar ruangan.

Ini adalah sebuah takdir yang luar biasa sial bagi Yoojung. Bagaimana bisa laki-laki yang ia temui di Miryang tempo hari adalah wali kelas barunya. Padahal ia kira pria itu masih seumuran orang kuliahan. Tapi ini...

Guru?

Yang benar saja!

***

Jam menunjukkan pukul 6 sore ketika Jungkook merapikan buku-bukunya dan memutuskan untuk pulang ke rumah. Berjalan menyusuri koridor sekolah yang mulai nampak gelap, Jungkook menatap ponselnya. Satu pesan masuk ia dapatkan.

[Namoo baru saja tertidur, Pak.]

Senyum miring terlihat di wajahnya. Memasukkan kembali ponsel ke dalam saku celananya, Jungkook melangkah semakin cepat menuruni anak tangga.

Malam ini bulan terlihat begitu besar dan bersinar sangat terang. Melihatnya begitu membuat Jungkook terasa tenang. Ia masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin. Ia harus segera pulang dan makan malam lantaran perutnya yang mulai bergemuruh.

Ketika mobil keluar dari area sekolah, baru beberapa meter setelah pergi, kening Jungkook mengerut melihat sekumpulan siswi sekolahnya tengah berdiri di pinggir jalan.

Ah, lebih tepatnya pandangannya tertuju pada salah satu siswi yang kini tengah menjadi perhatiannya, Kim Yoojung. Gadis itu nampak menundukkan wajah sedangkan tiga gadis lainnya beberapa kali mendorong bahunya atau memukul kepalanya.

Jungkook menghentikan mobilnya di seberang jalan. Namun ia tak lantas turun untuk menghentikan hal tersebut. Ia memilih duduk dan terus mengamati. Sesekali ia mendecih dan tersenyum miring.

Anak-anak jaman sekarang mengerikan, pikirnya.

Daripada turun untuk menolong Yoojung, Jungkook malah lebih tertarik untuk memperhatikannya.

"Kenapa ia tidak melawan? Ah, ia kalah jumlah." Gumam Jungkook.

Setelah beberapa saat, 3 siswi yang merisak Yoojung pergi meninggalkan Yoojung yang masih menundukkan wajah. Jungkook masih terus tersenyum penuh arti menatap gadis itu.

Jika dipikirkan, apakah karena pembulian itu yang menyebabkan gadis itu hendak mengakhiri hidupnya kala itu?

Bisa jadi benar, bisa jadi salah.

Jungkook termotivasi untuk mencari tahu. Namun melebihi keinginan tahunya ada satu hal yang ingin ia lakukan untuk gadis itu.

"Aku akan memperhatikanmu, Kim Yoojung."



[]

Save MeWhere stories live. Discover now