Chapter 64

2.2K 318 46
                                    

Laki-laki itu berdiri di depan kaca pembatas antara sebuah ruangan dengan lorong rumah sakit. Kedua tangannya menyelam di saku celana berwarna abu-abu tua dengan setelan kemeja hitam. Lengan kemejanya di gulung hingga sebatas siku, memperlihatkan sebuah jam hitam yang melingkar di tangan kirinya. Mata elang laki-laki itu menatap lurus ke arah dalam. Tepatnya kearah brankar besar di mana seorang gadis tengah terpejam akibat pengaruh obat.

"Friska ngamuk lagi Dip?"

Suara yang tiba-tiba muncul itu membuat Dipta menoleh sebentar. Walaupun dia sudah hapal itu suara siapa, dia hanya ingin memastikan lagi. "Ya," jawab Dipta seadanya.

Raffa ikut menatap ke arah yang sama. Ia cukup prihatin melihat keadaan Friska saat ini. Apalagi dengan keadaan tangan beserta kakinya yang di ikat dengan brankar. Walaupun itu semua untuk kebaikan gadis itu sendiri. "Oh iya Dip, kenalin Sepupu gue. Rafly."

Dipta menoleh dan dia baru sadar jika Raffa tidak datang sendirian melainkan bersama dengan seorang laki-laki yang lebih tinggi dari Raffa dengan tubuh yang cukup atletis. Satu alis Dipta terangkat seolah memberi isyarat kepada Raffa untuk menjelaskan kenapa Raffa membawa cowok itu.

"Dia anaknya Tante gue, karena gue udah bicara masalah Friska ke Tante gue tapi dia masih ada jop di luar makanya dia suruh anaknya untuk coba bantu penyembuhan Friska. Rafly juga seorang psikiater," jelas Raffa panjang lebar.

Dipta tidak menjawab apapun. Dia masih memperhatikan cowok di sebelah Raffa dengan teliti. Rafly? Kenapa nama itu seperti tidak terlalu asing bagi Dipta. "Rafly Adinata?" tanya Dipta memastikan. Cowok itupun mengangguk mengiyakan.

Dari mana Dipta tau? Ya! Dipta tau nama itu dari kartu nama yang pernah dokter berikan kepadanya waktu itu. Ternyata Rafly ini adalah orang yang di maksud oleh sang dokter.

Raffa menatap Dipta cukup penasaran. Dari mana Dipta tau nama panjang sepupunya itu. "Lo kenal sepupu gue Dip?"

Dipta menggeleng sekali. Dan itu cukup untuk jawaban atas pertanyaan dari Raffa.

"Bisa saya percaya anda?" tanya Dipta kepada Rafly.

Dengan seulas senyum cowok itu mengangguk yakin. "Anda tidak perlu khawatir, Saya akan coba bantu untuk penyembuhan pasien. Sebelum nya boleh saya tau penyebab Pasien depresi?"

Dipta mengangguk sekali. "Perselingkuhan, kekerasan."

"Pasien pasti terlalu banyak tekanan batin dan rasa cemas yang berlebihan, serta rasa trauma membuat mental nya terganggu. Boleh saya masuk untuk lihat keadaan pasien?" tanya Rafly lagi.

"Silahkan."

Setelah mendapatkan izin dari Dipta, Rafly langsung permisi masuk ke dalam ruangan. Sementara Dipta dan Raffa hanya di depan. Mereka berdua beralih duduk di kursi tunggu yang terdapat di depan ruangan.

Raffa membuang napas panjang sambil menyandarkan punggungnya. "Lo gak perlu khawatir, Sepupu gue itu udah banyak pengalaman."

Bagaimana Dipta tidak khawatir, sebelum nya juga Friska pernah di tangani oleh seorang psikiater hanya saja tetap tidak ada perubahan. Tetapi ia tidak boleh jadi orang pesimis. Dia harus bisa yakin jika kali ini Friska pasti sembuh.

"Raff," panggil Dipta dengan suara khas nya.

Raffa yang semua hanya menatap tembok-tembok datar di depannya langsung menoleh ke arah Dipta. Setelah sekian lama akhirnya Raffa mendengar Dipta memanggilnya lagi. Bukannya lebai hanya ia merasa sedikit senang saja. "Kenapa Dip? Lo butuh bantuan gue? Untuk balikan sama Keysha?" cerocos Raffa.

Dipta menatap Raffa tanpa ekspresi. Bukannya menjawab Dipta malah kembali diam. Membuat Raffa menarik turunkan alisnya menunggu Dipta bicara. Akhirnya Dipta membuang napasnya kasar. "Gue__"

Story For Dipsha (New Versi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang