chapter 37

60.6K 4.1K 783
                                    

Dipta memasuki rumah dengan menenteng ransel hitam nya. Langkah kaki lelaki itu membawanya ke dapur untuk mengambil sebotol air mineral. Kerongkongan nya terasa begitu kering. Lelaki itu mengambil sebotol air dingin dari dalam kulkas lalu meneguknya dengan beberapa tegukan.

"Dipta."

Lelaki itu menoleh setelah menyimpan kembali botol air mineral nya di dalam kulkas. Di tatapnya lelaki paruh baya yang memakai pakaian kantor. "Papa kapan pulang?" tanya Dipta. Karena sudah beberapa bulan ini Wijaya ada di luar negeri untuk menangani perusahaan nya yang ada di sana.

"Tadi jam sepuluh," jawab Wijaya. "Papa mau bicara sama kamu, ayo ikut Papa." Wijaya berjalan lebih dulu. Lelaki paruh baya itu memijakkan kakinya di ruang keluarga lalu duduk di sofa yang ada di sana. Tangannya yang sudah muncul keriput menepuk-nepuk sofa di sebelahnya, mengisyaratkan agar putranya duduk di sana.

Dipta menurut dan duduk di sebelah Wijaya. Rasanya sedikit canggung karena Dipta dan Wijaya sangat jarang mengobrol mengingat Wijaya yang selalu sibuk dengan pekerjaan nya.

Wijaya menghela napas panjang lalu menatap putranya dengan serius. "Kapan kamu UN?" tanya Wijaya memulai pembicaraan.

"Dua bulan lagi Pa."

Wijaya mengangguk paham. "Dulu kamu pernah bilang ke Papa jika ingin kuliah di Harvard University, apakah sampai sekarang masih memiliki keinginan itu? "

Dipta diam memikirkan pertanyaan Wijaya. Iya dulu Dipta sangat ingin melanjutkan kuliah di universitas itu mengambil jurusan bisnis karena Dipta ingin membalas budi kebaikan yang selama ini Wijaya berikan untuknya dengan melanjutkan perusahaan yang sudah Wijaya bangun sampai detik ini. Dan alasan lain Dipta ingin kuliah di sana, supaya dia bisa dekat dengan Friska yang begitu terobsesi melanjutkan sekolah di Amerika.

Tetapi itu adalah keinginan semata Dipta. Dia tidak benar-benar meminta jika emang Wijaya tidak mengizinkan karena Dipta sangat sadar posisi dia yang hanya sebatas anak angkat. Saat ini pun ada Keysha di sisinya membuat Dipta sulit menjawab pertanyaan itu.

"Nak, kalau emang kamu menginginkan untuk melanjutkan pendidikan kamu di sana, kebetulan Papa punya teman yang bisa bantu kamu masuk ke universitas itu."

Dipta mengusap wajahnya pelan. Sungguh dia belum punya jawaban untuk itu. Kalau di tanya ingin tidak melanjutkan pendidikan di sana maka jawabannya adalah sangat ingin. Tetapi hati Dipta tidak sepenuhnya mengizinkan dia mengungkapkan itu.

"Dipta belum tau Pa."

Wijaya menepuk bahu Dipta. "Papa paham apa yang buat kamu sulit memutuskan ini, tetapi harus kamu ingat nak, masa depan mu yang harus kamu prioritas kan, Papa tau kamu berat untuk melakukan hubungan dengan Keysha dengan jarak yang bisa di bilang cukup jauh, tetapi semua ada di kamu, pikirkan baik-baik ya, apa yang ingin kamu depankan saat ini, cita-cita atau cinta."

"Dan satu hal yang harus kamu tau, sedekat apapun hubungan kamu dengan seseorang jika dia bukan takdir kamu maka semesta akan siap memisahkan dan begitu pula sebaliknya, jika emang dia takdir mu mau sejauh apa jarak kalian nanti suatu saat kalian tetap akan di pertemukan dalam keadaan yang masih saling mencintai."

Wijaya bangkit dari tempat duduknya. "Pertimbangkan baik-baik, karena masa depan kamu ada di tangan kamu, Papa dan orang di sekitar kamu hanya bisa memberi support."

Story For Dipsha (New Versi)Where stories live. Discover now