chapter 23

54.9K 3.5K 113
                                    

Happy reading new version
❤️❤️❤️

Waktu istirahat telah habis, kini Dipta tengah berjalan ke arah kelasnya dengan tangan kanannya yang menggandeng tangan mungil Eza sementara tangan kirinya bersembunyi di dalam saku celana. Wajah datar dan tatapan tajam menghiasi wajahnya saat ini. Karena hal itu membuat beberapa siswi yang berlintas dengannya mengurungkan niat mereka untuk menyapa, padahal sangat ingin bagi mereka untuk sekedar menyapa seorang Pradipta Virgama.

Jika kalian bertanya kenapa Eza ikut Dipta dan di mana Arka sekarang?

Maka jawabannya Arka sedang mulas di dalam kamar mandi karena sikap belagunya yang mencari sensasi di depan Bu Siska dengan menghabiskan semangkuk bakso mercon level tinggi. Dari pada Dipta membiarkan Eza sendirian yang menunggu Arka di depan toilet lebih baik dia mengajaknya ke kelas. Lagi pula tadi Dipta mendengar ada seorang guru yang bilang jika Pak Rahmad selaku guru matematika yang seharusnya mengajar di kelas seusai jam istirahat selesai ini berhalangan hadir karena kakaknya meninggal dunia. Jadi tidak ada masalah Dipta mengajak Eza ke kelas.

Kedatangan Dipta yang membawa anak kecil kedalam kelas membuat orang-orang yang sudah ada di dalam kelas menatapnya heran tetapi tidak ada yang bertanya perihal itu. Karena apa? Pasti jawaban Dipta akan seperti ini.

"Gak usah terlalu kepo tentang hidup orang."

Ya begitulah yang membuat teman-teman sekelasnya memilih diam untuk saat ini walaupun dia sangat penasaran dengan anak siapa yang Dipta bawa sekarang ini. Apalagi nada datar dan suara dingin milik Dipta benar-benar membuat mereka memendam rasa penasaran itu.

Dipta mengangkat Eza lalu mendudukan bocah itu di kursi samping nya, tepatnya di kursi milik Raffa.

"Kak bukain!" Eza menyodorkan sebungkus biskuis coklat kearah Dipta. Dipta mengambilnya lalu membukakan bungkus itu kemudian memberikan kembali kepada Eza. Selang beberapa detik Devan masuk ke dalam kelas.

Devan langsung melemparkan tatapannya ke arah Eza. Sementara bocah kecil itu hanya fokus memakan biskuit di tangan kanannya sementara tangan kirinya memegang susu kotak rasa coklat.

"Lah ni bocah ngapain di sini?" tanya Devan sambil duduk di kursinya yang ada di depan meja Raffa.

"Kenapa?" tanya Dipta. Laki-laki itu kini memilik membuka buku komik yang ada di dalam lacinya.

Devan mendecak kesal. Pakai di tanya kenapa lagi? anak kecil itu pasti akan membuatnya kesal lagi. Tapi ya sudahlah namanya anak kecil. Tetapi tetap saja itu membuat Devan kesal. Oke lupakan tentang ana kecil itu Devan teringat akan sesuatu.

"Dip! gila! g--"

"Lo ngatain gue gila?" tanya Dipta dengan alis kiri terangkat dan tatapan datar yang tersorot ke arah Devan.

"Kebiasaan banget lo! makanya dengerin dulu, belum juga gue selesai bicara udah main potong aja!" ujar Devan sewot dengan bola matanya yang berputar.

Dipta hanya bergumam saja lalu kembali mengalihkan fokusnya kepada lembar buku bergambar itu.

"Dip gue mau serius!"

"Gue gak mau di seriusin lo."

"Bangsat! Astagfirullah." Devan mengelus dadanya. Mencoba untuk selalu sabar menghadapi manusia seperti Dipta ini. "Dip! lo pasti gak akan percaya dengan apa yang bakalan gue bilang."

Story For Dipsha (New Versi)Where stories live. Discover now