TIGA PULUH DUA

25.5K 2.3K 14
                                    

Happy reading
.
.
.

Tok... Tok... Tok...

"Bang Jo?"

Fara menempelkan telinganya di pintu itu berharap bisa mendengar respon yang memuaskan.

Sesaat kemudian ia mendengar suara abangnya walaupun samar-samar, ia yakin jika itu suara abangnya.

Ceklek.

Mata Fara langsung terfokus pada abangnya yang sibuk rebahan di kasur King Size dengan santainya.

"Bang...." Panggil Fara pelan.

"Hm." Dehem Nathan.

"Gue mau nanya," Fara melangkahkan kakinya mendekati kasur itu lalu duduk dipinggirannya.

"Naura....dia dimana bang?" Tanya Fara pelan, takut menyinggung perasaan abangnya itu. Jika sesuai dengan novel, seharusnya Nathan menjadi bucin akut pada Naura dan juga dari gosip yang ia dengar kedekatan abangnya dan juga Naura sudah lama terjalin, bahkan jauh sebelum dirinya kembali ke tanah air.

Nathan terpaku sejenak, namun sedetik kemudian ia kembali fokus pada ponsel yang masih menyala di genggamannya. Posisi yang awalnya rebahan berubah menjadikan duduk dengan senderan.

"Gue nggak tau. Sejak kejadian itu, kita nggak pernah ketemu," kata Nathan enteng seolah tidak peduli.

Lah?

"Terus perasaan Lo?" Tanya Fara hati-hati.

"Cinta monyet, kali ya? Gue udah nggak peduli," katanya dengan nada yang sangat cuek. Padahal dia sendiri yang dulunya bucin dengan Naura.

Fara terbengong. Semudah itu!!? Padahal dirinya telah berkhayal jika abangnya itu akan menangis, meraung-raung tak terima, lalu setelahnya bundir alias bunuh diri. Lah ini!? Jangankan menangis, wajahnya aja secuek itu.

"Hm, yaudah deh." Hanya kalimat itu yang keluar dari Fara. Meskipun di dalam dirinya masih perang batin.

Entah hanya Fara yang merasakannya, yang jelas suasana di ruangan itu terasa sangat canggung. Berkali-kali Fara menghela nafasnya. Dirinya bingung harus memulai dari mana? Tapi bukankah lebih cepat lebih baik?.

Huft.......

Fara menghela nafasnya dalam-dalam sebelum mulai berbicara.

"Bang gue pengin ngomong, penting!!"

"Hm," Dehem Nathan, matanya masih fokus pada benda canggih berbentuk segi panjang itu. Ya, meskipun sedari awal Nathan selalu memperhatikan gerak-gerik adiknya yang terlihat mencurigakan. Ponselnya itu hanya alat penyamaran, oke.

"Gue bukan Fara, tapi gue Fara." Mata Fara terpejam saat mengucapkan fakta itu.

"Nama Lo kan Fara dek, bukan Fara gimana sih?" Nathan bertanya dengan dahi yang merengut.

Fara membuka matanya lalu berucap dengan hati-hati. "Bukan itu maksudnya, gue bukan Fara, tapi gue juga Fara."

"Ha? Lo ngomong apa sih? Gaje bener!"

"Huft....gini loh bang, Lo tau transmigrasi jiwa? Pasti taulah! Gue itu salah satu korbannya. Nama asli gue Refara, agak mirip sih sama nama adek Lo, tapi bedanya gue nggak ada marga."

"Ha ha ha..... Lo pikir gue percaya, Far?" Nathan tertawa canggung, namun matanya terlihat kosong. Dilihat dari manapun, ia jelas tau sikap Fara setelah kembali sangat berbeda dengan yang dulu. Tapi, ia tetap menyangkal fakta itu.

"Gue serius," ucap Fara dengan nada naik beberapa oktaf.

Melihat sosok dihadapannya masih diam Fara melanjutkan ucapannya.

"Gue tau ini sulit dipercaya. Gue aja awalnya bingung. Gila aja sih, gue yang notabennya manusia biasa malah ngerasain kejadian itu," lanjut Fara panjang lebar.

"Apa!?"

"Hm, dunia yang Lo tempati ini dunia novel" kata Fara.

"Makanya gue tanya keberadaan Naura. Asal Lo tau, Naura itu protagonis wanitanya, dan Lo protagonis prianya," kata Fara. Meskipun gue akui, Lo itu nggak cocok jadi tokoh utama. Lanjutnya dalam hati sedikit mencibir.

"Yang gue takuti, kalau sampe Lo ataupun Naura hilang, bakal ada tokoh lain yang nggak gue tau," jelas Fara. Kalo tokoh berbahaya, kan merepotkan. Lanjutnya dalam hati.

"Jujur gue nggak mau lama-lama disini. Gue pengin cepet pulang," ujar Fara. Yah, meskipun ia tidak mempunyai keluarga disana, tapi para sahabatnya dan Abang angkatnya itu pasti rindu padanya. Jelas sih, siapa coba yang nggak rindu sama Refara, manusia terimoet di muka bumi, katanya dalam hati.

"Gue juga minta maaf yang sebesar-besarnya karena udah nempati raga adik Lo, lagian ini juga mendadak. Jadi jangan pernah dendam sama gue, okay!" Fara memejamkan matanya karena takut dengan ekspresi Nathan yang mungkin saja akan menakutkan.

Hening

Fara sedikit mengintip ekspresi Nathan. Saat melihat wajah datar pemuda itu, Fara menghela nafasnya. Sepertinya setelah ini ia akan menjadi gelandangan baru....hiks sungguh menyedihkan.

"Yaudah gue pergi dulu," kata Fara dengan nada sedih. Good bye hidup enak~

Grep

"Jangan pergi!"

Deg

"Meskipun jiwa Lo bukan adik gue, tapi raga Lo tetep adik gue. Gue akui ini memang agak mengejutkan terlebih tentang fakta itu." Ujar Nathan.

Nathan membalikkan tubuh Fara. Kini wajah mereka saling berhadapan. Fara menatap Nathan dengan mata berkaca-kaca, hatinya jelas terharu mendengar ucapan pemuda itu.

Selama ia hidup 17 tahun di bumi, ia belum pernah merasakan kehangatan seorang Abang.

Jangan pernah berharap hubungan dirinya dengan Abang angkatnya itu akan sehangat ini. Mustahil!! Tiada hari tanpa perkelahian bagi mereka, perdebatan adalah makanan sehari-hari.

Ya, ia akui dirinya sangat menikmati momen-momen itu. Tapi tetap saja dirinya hanya seorang anak perempuan yang sangat mendambakan kasih sayang, terlebih jika itu dari keluarga. Ia sangat ingin itu.

"Kamu tetap adikku, jangan menangis," kata Nathan, tangannya menghapus air mata yang dengan lancangnya keluar dari mata indah Fara.

"Hiks.....hiks..... Makasih karena udah Nerima gue," ujar Fara terharu.

Hidup enak, kita nggak jadi pisah
.
.
.
TBC.

10-10-2022

Transmigrasi FiguranWhere stories live. Discover now