EMPAT PULUH TIGA

17.4K 1.7K 24
                                    

Happy reading
.
.
.

"PEMBINA UPACARA MEMASUKI LAPANGAN UPACARA."

"SIAPPPP GRAKKK!"

"PENGHORMATAN KEPADA PEMBINA UPACARA DIPIMPIN OLEH PEMIMPIN UPACARA."

"KEPADA, PEMBINA UPACARA HORMATT GRAKKK!"

"TEGAK GRAKKK!"

Suasana terik dipagi hari yang cerah menjadi alasan utama upacara yang dilakukan untuk ketahanan sekolah berjalan lancar, setidaknya itu yang ada dalam pikiran para guru. Berbeda dengan murid yang menggerutu kesal.

Disaat para guru berdiri dalam tempat yang bisa dikatakan teduh, para murid justru berdiri ditengah lapangan dengan sinar matahari yang menyengat, ditambah dengan lamanya durasi amanat pembina upacara menjadi penderitaan tersendiri bagi para murid.

"Sshhhh."

Fara memegang keningnya yang terasa pening. Sejak gadis itu menginjakkan kakinya digerbang sekolah, kepalanya tiba-tiba terasa berat ditambah rasa pening yang muncul akibat sengatan matahari.

"Fara, Lo oke?" Tanya Afri yang berdiri disamping Fara. Wajahnya menatap Fara dengan khawatir.

Fara mengangguk sebagai respon, namun, tenaganya sangat lemah. Kakinya mulai terasa seperti jelly. Badannya mulai oleng, karena kaki yang sudah tidak bisa menahan berat badan.

"Fara!" Teriak Afri tertahan.

Beruntung, Kenan tepat waktu menangkap Fara sebelum tubuh gadis itu berhasil menyentuh tanah. Laki-laki itu langsung membopong gadisnya ke klinik sekolah tanpa peduli tatapan orang lain.

BRAK!

"Periksa dia!" Perintah Kenan paa dokter yang kebetulan menjaga klinik.

Tatapan Kenan terus tertuju pada Fara yang masih sibuk terpejam. Tangannya dengan lembut menggosok tangan gadis itu agar terasa hangat.

****

"Fara, kapan kamu sadar? Abang kangen."

Mata Fara mengerjap saat mendengar suara itu. Suara yang dikenalnya dikehidupan nyata. Abangnya, itu adalah suara abangnya.

Seiring dengan otak yang perlahan paham akan keadaan, mata Fara membulat. Tiba-tiba, tatapannya tertuju pada sosok cantik yang terbaring lemah dikasur rumah sakit dengan berbagai alat-alat medis yang tertempel ditubuhnya.

"D-dia."

Fara menunjuk sosok itu tak percaya sebelum menunjuk dirinya sendiri, "aku?" Ucapnya.

Sosok yang terbaring tak lain adalah tubuhnya. Tubuh aslinya yang berada di dunia nyata.

Mata Fara menatap sekeliling bingung. "Apa yang terjadi?"

Seingatnya dirinya tengah menjalankan kegiatan upacara dilapangkan, namun, karena rasa pusing, tiba-tiba penglihatannya menggelap. Tapi, saat membuka mata, dirinya justru terdampar disini?!

Ceklek

Pintu ruangan tiba-tiba terbuka menampilkan pasangan ibu dan ayah yang datang dengan wajah lelah.

"Dia masih belum sadar, Jo?" Tanya wanita dewasa yang tak lain Tante Syila. Fara kenal orang itu, karena dia adalah orang tua dari Abang angkatnya.

Nathan mendongak, lalu dengan lemah ia menggelengkan kepalanya. "Belum, mom."

"Ini semua salahku, jika saja hari itu aku lebih waspada, semua ini tidak akan terjadi." Kata Nathan dengan nada lemah.

"Ini bukan salahmu, nak. Ini takdir. Fara pasti akan bangun, mommy percaya itu." Ucap Syila sembari mengelus rambut anaknya penuh kasih sayang.

"Ya, putri Daddy adalah gadis yang kuat. Dia pasti bisa melewati semua ini." Ujar laki-laki yang tak lain Om Danu. Danuarta Altagavriel, Daddy dari Abang angkatnya.

Fara terdiam ditempatnya dengan hati yang berdetak cepat, "Putri Daddy?" Gumamnya pelan.

Perlahan namun pasti, Fara menerbitkan senyum manisnya. Dirinya menatap laki-laki yang berusia hampir setengah abad itu haru.

"Hai."

Senyum Fara luntur saat mendengar suara itu. Gadis itu langsung membalikkan badannya. Saat matanya bertemu dengan mata sosok yang tak lain adalah mahluk paling menyebalkan, pemandangan rumah sakit berganti menjadi warna putih tak berujung dengan pohon apel yang berdiri tak jauh dari Fara.

Fara berjalan terburu-buru menghampiri sosok itu.

"Kenapa gue disini?" Tanya Fara penuh penekanan.

Sosok itu hanya menatap Fara sekilas lalu kembali sibuk dengan ayunannya.

"Fa!?"

"Masih inget nama gue, Lo?" Cibir sosok itu.

"Lo berharap banget gue amnesia?" Ujar Fara sinis.

Sosok itu menghela nafasnya kasar.

"Oke, gue yang salah disini."

"Ada perlu apa?" Tanya Fara.

"Gue cuma mau bilang, Lo bisa balik ke tubuh Lo itu, tapi ada syaratnya," Ujar Fa.

"Syaratnya, Lo harus berkorban," Lanjut sosok itu.

"Maksudnya?" Fara bertanya dengan cemas, namun, matanya tidak bisa menyembunyikan riak kebahagiaan.

Fa menatap pergelangan tangannya seolah terdapat jam, lalu menatap Fara dengan muka sok sibuk. "Waktunya udah habis."

Seutas senyum tercipta diwajah sosok itu, sebelum dengan tega mendorong Fara.

"See you," Fa melambaikan tangannya riang.
.
.
.
TBC.

22 November 2022

Transmigrasi FiguranKde žijí příběhy. Začni objevovat