ENAM PULUH SATU

10.6K 748 2
                                    

Happy reading
.
.
.

Fara tercengang menatap penampilan pria baya itu. Sebenarnya pakaian yang dipakai pria itu masih sama, yakni jas hitam yang menguarkan efek wibawa. Hanya saja, efek itu tak lagi terlihat karena rompi anti peluru berwarna oranye yang terpasang diluar jas. Ini nih masalahnya, kenapa harus oranye coba?

"Dasar cucu durhaka!! Bukanya kasih tau Opa dulu, malah main pergi langsung!?" Sembur Opa Fajar dengan tangan yang santainya menjewer telinga satu per satu cucunya. Tentu saja Fara tidak ikut andil dalam hukuman tersebut. Perlu diingatkan, dia adalah korban disini!

"Opa tahu dari mana kita ada disini?" Tanya Samuel sembari meringis kecil karena rasa jeweran yang begitu pedas.

"Kenapa emang? Nggak suka?!" Sinis Opa Fajar. Namun, langsung dihiraukan Samuel. Opa Fajar langsung memalingkan wajahnya kesal.

Samuel mengarahkan pandangannya ke sosok yang sedari tadi berdiri kaku di belakang Opa Fajar. Tatapannya tanpa sadar menajam.

"Hey, jangan tatap dia seperti itu!" Ujar Opa Fajar saat tahu arah tatapan Samuel.

"Kenapa? Dia bawahan aku Opa." Cetus Samuel. Entah mengapa hatinya merasa tak suka dengan kedatangan bawahannya yang bersamaan dengan si Tua Bangka jelek itu.

Opa Fajar menyeringai, lalu menggelengkan kepalanya pelan. "Sekarang nggak lagi, besok dia akan menjadi bodyguard Opa." Ujarnya sombong.

"Jangan bilang dia yang—---"

"Hmm." Dehem Opa Fajar membenarkan.

'Dasar bawahan cepu!' Sinis Samuel dalam hati.

"Maaf Boss." Gumam David yang menjadi perebutan mereka dengan wajah tertekan.

Tolong kepada siapapun jangan salahkan dirinya karena berpindah tuan. Salahkan saja nasib yang ia miliki karena harus bekerja diantara mereka. Masalah sedikit saja mentalnya yang menjadi taruhan. Seperti saat ini.

"Opa."

Fara langsung memeluk Opa Fajar erat. Ah, akhirnya penderitaan ini berakhir juga.

"Kenapa baru datang, Opa?" Rengek Fara dengan sedikit isak tangis.

"Maaf, sayang." Sesal Opa Fajar. Tak lupa tangannya mengelus lembut rambut cucu kesayangannya itu.

Fara mengangguk antusias. Ia juga tak lupa dengan janjinya untuk segera tidur saat sampai rumah nanti. Oh, jangan lupa masalah perut yang sedari tadi ingin segera diselesaikan.

Opa Fajar tersenyum senang.

"Ayo. Kebetulan Oma kamu sudah menyiapkan banyak makanan untuk kita," ucap Opa Fajar.

"Seriusan Opa?" Mata Fara semakin berbinar mendengar itu.

Opa Fajar langsung menggandeng tangan Fara dan beranjak dari sana tanpa memperdulikan cucu laki-lakinya. Ya, lagi pula ia datang hanya untuk menjemput Fara, bukan cucu durhaka seperti mereka.

"O-Opa." Fauzan menatap kepergian Opa Fajar dengan tatapan miris.

"Opa tega meninggalkanku?" Gumamnya dengan ekspresi tersakiti.

Dengan perlahan, Fauzan jatuh terduduk. Wajahnya menunduk lemah. Tubuhnya langsung bergetar hebat dengan isak tangis yang mulai terdengar.

"Lebay kamu!" Cibir Opa Fajar yang jaraknya belum jauh.

Tak hanya Opa Fajar yang mencibir, Nathan dan Samuel pun langsung melayangkan tatapan jijik pada laki-laki itu. Tatapannya seolah mengatakan 'bukan saudara gue!'

"Ayo, Fara. Jangan lihat dia, nanti kamu ketularan lagi." Ujar Opa Fajar.

"Excuse me, kalian nggak lupain gue kan?" Celetuk Naura yang mulai jengah melihat drama keluarga tersebut.

"Memang kamu siapa? Sok banget ingin saya ingat." Ujar Opa Fajar sinis. Pokoknya orang yang menjadi biang kerok masalah ini nggak bisa dibaikin.

"Heh, dasar laki-laki tua bau tanah. Lo nggak lupa kan masih diwilayah gue? Jangan sampai nyawa Lo pergi duluan sebelum bisa bebas." Ujar Naura dengan senyum mengejek.

"Hahahahaha, kamu pikir saya tidak punya persiapan?" Tanya Opa Fajar dengan seringai di bibirnya.

"Kamu harus ingat, saya adalah mantan tentara elit. Saya tidak mungkin seceroboh itu." Ucap Opa Fajar.

Tubuh Naura membeku mendengar itu. Ia akan kalah lagi?! Tidak! Tidak! Itu mustahil. Ia harus menang!

"BERESKAN MEREKA!" Teriak Opa Fajar.

Pasukan yang jumlahnya dua kali lipat dari pasukan Naura datang. Tanpa basa-basi, mereka langsung mengepung dan menjatuhkan pasukan Naura dalam hitungan detik. Tentu saja, keberhasilan itu didukung oleh jumlah pasukan yang memiliki perbandingan besar. Selain itu, kualitas bertarung mereka yang memiliki perbedaan besar juga menjadi penyebabnya.

Naura hanya bisa mematung saat pasukannya berhasil dipukul mundur dalam waktu singkat. Sial! Rencananya gagal berantakan karena kedatangan laki-laki tua itu. 

Naura menatap Opa Fajar dengan tatapan penuh kebencian yang tidak ditutup-tutupi.

"Naura!"

Tubuh Naura langsung merinding saat mendengar suara itu. Perasaan gemetar yang selalu ia takutkan datang, membuatnya sulit bernafas.

Sekarang, yang harus Naura pikirkan adalah cara agar bisa terbebas dari mereka. Secepat mungkin.

Naura mulai melancarkan aksinya dengan mata berkaca-kacanya yang khas. Ya, mungkin dengan melakukan itu, ia bisa dibebaskan. 

"Kak Nath—-"

"Mau kemana Lo?!" 

Naura memejamkan matanya sejenak, saat dirasa siap ia membuka matanya. Tanpa diketahui siapapun, sebuah seringai muncul diwajahnya.

"Kak, kamu masih mencintaiku kan?"

.
.
.

TBC.

Transmigrasi FiguranWhere stories live. Discover now