Part 4 - Tetap Bukan Mahram

141K 6.9K 364
                                    

Kendra menggeliatkan badannya. Perlahan dibukanya matanya. Samar-samar tercium wangi aroma bunga memenuhi kamar hotel yang sudah dihias demikian cantik sebagai kamar pengantin.

Kendra mencoba menggerakkan kakinya. Rasanya nyaman ketika kulit kakinya yang terbuka bersentuhan dengan sprei yang selembut beludru. Kakinya terasa capek sekali. Demikian juga badannya. Rasa sakit terasa di setiap inci tubuhnya akibat semua yang terjadi semalam.

Siapa yang tidak capek berdiri selama beberapa jam menyalami tamu undangan sebanyak lebih dari 4000 undangan dikalikan 2. Belum lagi wajahnya juga terasa kaku karena harus tersenyum sepanjang acara. Tapi Kendra bahagia karena pesta semalam benar-benar indah, lebih indah daripada dugaannya, bahkan lebih indah daripada yang berani ia mimpikan. Orang tuanya, orang tua Andre, dan seluruh keluarga juga tampak sangat bahagia. Kendra tersenyum dengan hati berbunga-bunga.

Rasanya ia masih tidak percaya bahwa saat ini dirinya sudah berstatus seorang istri. Padahal sebelumnya ia sudah lama menyandang status single. Dirinya dan Andre pun tidak pacaran, malah selama ini mereka seperti kucing dan anjing setiap kali bertemu.

Kendra selalu mencari-cari kesempatan untuk bisa bertemu dengan Andre atau setidaknya menghubungi Andre via telepon atau BBM atau WA. Sebaliknya, Andre hanya bersikap manis kalau ada perlunya. Di luar itu Andre lebih sering sinis daripada bersikap manis. Berbeda dengan Rico yang dibalik sikap cuek yang kalem yang ditunjukkannya, tetapi selalu ramah dan siap membantu.

Mereka bekerja di perusahaan berbeda tapi masih 1 grup. Kebetulan Kendra dan Vania bekerja di perusahaan yang sama sedangkan Andre dan Rico, sahabatnya sejak SMA, juga bekerja pada satu perusahaan. Divisi yang ditangani oleh Kendra dan Vania sama dengan divisi yang dipegang oleh Andre dan Rico. Karena itulah mereka bisa kenal.

Dikarenakan masih 1 grup perusahaan, maka kadang mereka harus bekerja sama. Sebenarnya hanya Kendra yang sering berhubungan dengan Andre dan Rico, tapi kadang Kendra juga melibatkan Vania supaya temannya itu setidaknya memiliki modus untuk bisa say hello ke Rico.

Oh iya, mana ya Andre Ariobimo yang sekarang sudah menjadi suaminya itu?

Kendra geli sendiri membayangkan jika ia harus memanggil Andre dengan sebutan "Mas" atau "Suamiku" atau "Sayang".

Mungkin dia sedang mandi.

Kendra bangkit dan meraba-raba mencari handphonenya yang semalam ia selipkan di bawah bantal. Setelah ketemu, dilihatnya banyak sekali ucapan selamat yang masuk baik via sms, BBM, WA, dan media sosialnya. Kendra membaca ucapan itu satu persatu sambil tertawa-tawa. Setelah selesai, ditekannya nomor telepon Vania.

"Halo Nyonya Andre Ariobimo, selamat pagi..." sapa Vania.

"Halooo... Eh gimana sama Rico semalam?"

Semalam Kendra sebisa mungkin berusaha mendekatkan Rico dan Vania. Segala macam alasan digunakan sebagai modus, mulai dari foto bersama, pendamping pengantin, hingga meminta Rico menemani Vania mengambilkan kipas yang tertinggal di kamar. Padahal itu semua hanyalah modus. Kendra tidak akan pernah lupa, bahwa gara-gara ingin mencomblangi Vania maka ia sekarang bisa menikah dengan Andre.

"Kok malah nanyain gue sama Rico? Lo sendiri gimana semalam? Udah ngapain aja?" Vania ngakak.

"Apanya yang gimana?"

"Ya semalam lah. Ngapain aja sama sang suami?"

"Ya tidur lah. Capek tahu berdiri berdiri beberapa jam."

"Tidur? Terus ngapain?"

"Nggak ngapa-ngapain kok, kami langsung tidur."

"Serius lo?" Vania terdengar tak percaya. "Sebelum tidur kalian nggak ngapa-ngapain dulu gitu?"

Marrying Mr. PerfectWhere stories live. Discover now