Part 19 - Those Were The Days

91.8K 5.1K 84
                                    

Masa lalu.

Kata orang, masa lalu hanya sebatas kenangan dan tidak perlu dibawa ke masa depan. Masa lalu hanyalah bunga-bunga dalam kehidupan yang turut membentuk diri kita sekarang namun tidak seharusnya menjadi bayang-bayang yang dapat menghalangi impian yang ingin kita wujudkan.

Tetapi masa lalu tidak sesederhana itu. Apa yang kita lakukan di masa lalu kadangkala memiliki andil dalam menentukan masa depan seperti apa yang akan kita jalani. Apakah masa depan yang bahagia sesuai dengan impian ataukah masa depan yang dijalani dengan penuh rasa penyesalan.

Paris, 3 tahun lalu.

Seorang lelaki duduk di dalam sebuah mobil dengan hati berdebar. Dadanya serasa akan meledak oleh rasa rindu yang teramat dalam yang sebentar lagi akan terpuaskan. Perjalanan Jakarta - Paris selama 14 jam di udara, ditambah waktu transit yang tadi terasa begitu menyiksa, sekarang seolah terbayar.

Rasa capek dan bosan selama di perjalanan berganti dengan rasa bahagia yang seolah membuat jantungnya melompat-lompat gembira. Semakin dekat ia dengan tempat tujuan, debaran jantungnya semakin bertambah kencang. Ia tak sabar untuk bertemu dengan perempuan yang sangat dicintainya.

Ia ingin memeluk perempuan itu erat-erat dan menciumnya selama berjam-jam hingga semua rasa rindu yang tertahan selama sekian bulan terlampiaskan.

Taksi yang dinaikinya berbelok ke sebuah jalan kemudian berhenti di depan sebuah rumah bercat putih. Setelah membayar taksi dan menurunkan barang, lelaki itu memencet bel. Dengan tak sabar dan hati berdebar ia menunggu. Ia memencet bel lagi untuk kedua kalinya.

Hari memang masih pagi. Mungkin penghuni rumah belum bangun. Ia memang sengaja melakukannya. Ia ingin memberikan kejutan untuk gadis paling istimewa dalam hidupnya. Senyum di wajahnya semakin lebar dan matanya semakin berbinar membayangkan gadis pujaannya itu pasti akan terkejut sekaligus bahagia ketika melihatnya berdiri di depan pintu.

Dipencetnya lagi bel untuk yang ketiga kali. Terdengar suara langkah kaki mendekati pintu sambil berkata "sebentar" dalam bahasa Perancis. Akhirnya pintu dibuka.

"An...Andre," Sellina tergagap melihat siapa tamu yang berdiri di depan pintu rumahnya di pagi buta seperti ini.

Andre segera memeluk erat tubuh Sellina sambil berbisik, "Aku merindukanmu."

Sellina tidak bisa berpikir.

Ini Andre? Ini benar Andre? Kenapa Andre datang tiba-tiba seperti ini? Kenapa ia bisa ada di sini?

Andre melepaskan pelukannya ketika merasakan bahwa Sellina tidak balas memeluknya.

"Kamu kaget ya?" Andre tersenyum sambil memegang kedua lengan Sellina.

Ditatapnya Sellina dari atas hingga ke bawah. Bahkan dengan baju tidur dan rambut berantakan, Sellina tetap tampak mempesona.

"Surprise! Maaf datang pagi-pagi begini. Aku sengaja kasih kejutan buat kamu. Kamu senang 'kan aku datang?"

Sellina tak mampu berkata-kata. Lututnya serasa lemas. Lidahnya kelu.

"Orang tua kamu yang memberikan alamat rumahmu. Papa dan Mama langsung ke Swedia. Aku sengaja ke Paris dulu untuk jemput kamu. Setelah itu kita ke Swedia dan berlibur di rumah Mbak Erin. Kamu mau 'kan? Papa dan Mama juga udah nggak sabar ketemu kamu."

Andre terus tersenyum bahagia. Matanya berbinar-binar.

"A..aku..." Sellina merasa tenggorokannya tercekat.

"Sayang, siapa yang datang?" Suara lelaki dengan aksen khas Perancis terdengar dari dalam rumah.

"Itu siapa?" tanya Andre.

Marrying Mr. PerfectWhere stories live. Discover now