Part 38 - Past, Present, Future

94.5K 6K 245
                                    

Kendra mengelus-elus perutnya sambil tersenyum ceria. Matanya berbinar bahagia. Sejak ia mengetahui akan keberadaan si jabang bayi yang sedang tumbuh di dalam rahimnya, segala duka seolah terangkat dari bahunya. Hatinya terasa jauh lebih lega. Hidupnya terasa lebih ceria. Ia kembali menjadi pribadi yang periang dan lebih banyak tertawa. Ia bahkan tidak lagi memusingkan keberadaan Andre yang saat ini mungkin sedang bersama Sellina.

Meski tentu saja, dalam kondisinya yang sedang berbadan dua dan ditambah fisiknya yang lebih lemah seperti sekarang ini, ia tetap harus bisa mandiri. Ia tidak mungkin bermanja-manja seperti layaknya perempuan lainnya yang hamil muda. Mana mungkin ia bisa merengek minta ini itu pada suaminya, sedangkan suaminya saja tidak tahu bahwa di dalam rahimnya ada buah hati mereka yang sedang tumbuh.

Bukannya tidak mau. Perempuan mana yang tidak ingin dimanja atau dituruti segala keinginannya selama masa ngidam. Tetapi keinginan itu ditepis oleh Kendra jauh-jauh. Untuk sementara ini, biarlah ia menikmati quality time bersama bayinya, hanya berdua. Lagipula, ia tidak ingin menanggung rasa malu dan sakit hati, jika ternyata sikap sinis Andre kepadanya tidak berubah.

"Nah, yang ini namanya... ehm... kita panggil Ayah aja ya? Mau nggak Kak? 'Kan Ibu pasangannya Ayah," ujar Kendra pada bayinya.

Sejak kemarin, Kendra punya kebiasaan baru, ia selalu mengajak bayinya, yang sementara ia panggil "Kakak", untuk bercakap-cakap. Kendra pernah membaca bahwa mengajak si kecil dalam kandungan untuk berkomunikasi bisa memberikan rasa nyaman bagi ibu dan bayi, serta baik bagi perkembangan janin. Karena itulah, ia memutuskan untuk mengajak bayinya bercakap-cakap sejak dini. Meskipun sebenarnya yang dianjurkan adalah mengajak janin bicara setelah usia kehamilan 20 minggu, tapi Kendra ingin melakukannya saat ini juga.

Kendra mengenalkan dirinya sebagai "Ibu" dan saat ini ia sedang duduk di teras belakang sambil menunjukkan foto Andre kepada bayinya. Sebelumnya, ia mengajak si kecil berkeliling rumah, mengenalkan setiap ruangan yang ada, dan menunjukkan barisan tanaman di halaman belakang yang siap dipetik minggu depan. Ini adalah hari kedua dari bed rest selama seminggu yang disarankan oleh dokter waktu itu.

"Ini foto Ayah waktu lagi hunting foto di bukit. Om Rico dan Ibu juga ikut lho. Ayah keren dan gagah ya, Kak. Ayah hobinya hunting foto. Motonya jago lho. Semoga nanti kalau Kakak udah lahir, Ayah mau motoin Kakak ya. Terus kita foto bertiga, Kakak, Ibu, dan Ayah."

Kendra mengelus perutnya.

"Meskipun kadang nyebelin, tapi sebenarnya Ayah baik kok. Ibu suka kalau Ayah lagi ngomel. Sok galak gitu Kak, tapi lama-lama jadi keliatan ngegemesin."

Kendra tertawa geli mengingat lelaki yang adalah Ayah dari si buah hati.

"Ibu sayaaang sekali sama Ayah, yaa... meskipun Ayah nggak peka. Nah, Kakak juga harus sayang ya sama Ayah."

Sambil tertawa ceria, Kendra kemudian menceritakan hal-hal baik tentang Andre kepada bayinya. Ia ingin si kecil mengenal, mencintai, dan bangga pada Ayahnya. Apapun yang sedang terjadi antara Ayah dan Ibunya, menurut Kendra, anak hanya harus tahu segala hal yang baik tentang kedua orang tuanya. Lagipula biasanya anak perempuan memang punya kecenderungan untuk lebih dekat dengan sosok Ayah bukan?

Anak perempuan? Iya, perempuan. Kendra yakin sekali bahwa Si Kakak berjenis kelamin perempuan, seperti yang dilihatnya dalam mimpinya beberapa hari yang lalu.

Dalam mimpi itu, Kendra sedang berjalan di sebuah taman sambil menggandeng seorang anak perempuan berambut panjang yang berusia sekitar 6 tahun. Awalnya ia mengira anak kecil yang dilihatnya adalah salah satu anggota keluarga besarnya. Tetapi setelah mengetahui bahwa dirinya hamil, ia jadi berpikir jangan-jangan itu adalah gambaran bayi mungilnya. Jika diingat lagi, sepintas anak kecil dalam mimpinya dan Andre memang memiliki banyak kemiripan.

Marrying Mr. PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang