Part 31 - You Torn My Heart Apart

97.3K 5.9K 323
                                    

Kendra membuka mata dengan perasaan berbunga-bunga. Dilihatnya Andre yang masih terlelap di sampingnya. Lengan Andre masih memeluk pinggangnya. Kendra menggeser posisinya agar bisa lebih dekat ke Andre. Dibelainya pipi suaminya dan dipandanginya wajah lelaki yang sangat dicintainya itu dengan berjuta perasaan bahagia. Kendra merasakan perasaan yang luar biasa memenuhi seluruh dadanya. Dikecupnya lembut pipi Andre yang masih tertidur lelap.

"I love you," bisiknya penuh perasaan.

Semalam benar-benar luar biasa. Ternyata begini rasanya. Kendra tersenyum sendiri. Rupanya benar kata orang, bahagianya tidak dapat diungkapkan. Kendra ingat benar betapa lembut Andre menyentuhnya semalam. Setiap sentuhan Andre terasa begitu melenakan, setiap ciuman Andre terasa begitu memabukkan. Ternyata begini rasanya.

Kendra kembali tersenyum mengingat malam indah yang baru ia lewatkan bersama suaminya tercinta. Andre benar-benar menguasai dan memanjakannya semalaman hingga pagi menjelang. Kendra merasa penantiannya selama 3 bulan ini tidaklah sia-sia.

Kata orang, bercinta untuk pertama kalinya rasanya sakit. Tetapi kenapa semalam yang ia rasakan hanya perasaan yang luar biasa? Ia bahkan mengangguk dengan cepat ketika Andre bertanya, "Mau lagi?". Kendra merasakan rona hangat menjalari pipinya. Vania pasti akan meledeknya habis-habisan nanti.

Kendra tertawa geli. Ditatapnya Andre yang masih tertidur pulas. Wajah Andre tampak begitu tampan dan damai dalam tidurnya. Baru kali ini ia menatap wajah Andre yang sedang tertidur. Dikecupnya pipi Andre sekali lagi lalu ia menyingkirkan lengan Andre yang melingkar di pinggangnya. Kendra bangun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Ia dapat merasakan sedikit rasa sakit yang terasa setiap kali ia melangkah.

Kendra membasuh tubuh dengan hati riang. Ia jadi malu sendiri ketika melihat banyak sekali bekas kepemilikan yang Andre tinggalkan di kulitnya. Untung saja Andre tidak meninggalkan bekas di leher. Jika iya, tentu ia akan menjadi bulan-bulanan ledekan Vania.

Kendra membasuh tubuh sambil tersenyum sendiri. Setelah selesai mandi, ia akan membuatkan sarapan kesukaan Andre. Mungkin setelah ini, kondisi pernikahan mereka akan membaik. Terdengar jelas olehnya semalam ketika Andre berkata bahwa suaminya itu menginginkan dirinya. Sekali lagi rasa bahagia membuncah memenuhi dada Kendra. Betapa indah kata yang Andre ucapkan. Andre menginginkannya, sebesar ia menginginkan Andre.

Selesai mandi, Kendra memakai bathrobe dan membuka pintu kamar mandi. Di depan pintu kamar mandi dilihatnya Andre berdiri. Kendra menghambur dan memeluk suaminya seerat mungkin.

"Dulu aja nggak mau, ternyata semalam..." goda Kendra sambil tersenyum jahil. "Nanti aku mau cerita sama orang tua kamu ah kalau kita udah siap mau kasih cucu."

"Ngapain cerita sama orang tuaku?" protes Andre.

"Emang nggak boleh?" tanya Kendra. Ditatapnya Andre dengan pandangan bertanya-tanya.

Andre hanya menunjukkan wajah datar.

"Semua yang terjadi semalam itu cuma khilaf ya. Lo jangan GR."

Setelah mengatakan itu, Andre masuk ke kamar mandi. Kendra terpaku di tempatnya berdiri. Ucapan Andre pelan dan datar namun serasa bagaikan ribuan pisau yang ditusukkan ke hatinya.

Apa Andre bilang barusan? Khilaf? Yang mereka lakukan berkali-kali semalam itu cuma khilaf? Lutut Kendra serasa lemas. Matanya terasa panas menahan air mata. Sesaat kemudian ia merasakan langit runtuh dan menimpahnya.

*****

Andre mendecak membaca pesan di handphonenya.

Aku pergi ke rumah orang tuaku. Pulang malam - dari Kendra

Kenapa Kendra pergi tanpa pamit secara langsung padanya? Padahal kalau Kendra memberi tahu sebelumnya 'kan ia bisa mengantar Kendra. Bukannya pergi tanpa pamit seperti ini saat dirinya sedang mandi.

Apa-apaan Kendra ini, pikir Andre kesal.

Dihubunginya nomer telepon Kendra. Tidak aktif. Andre mendecak. Pergi ke mana Kendra? Apa ia sengaja mematikan handphonenya? Jika iya, kenapa?

Andre menekan nomer telepon rumah orang tua Kendra dan menanyakan apakah Kendra ada di sana. Bu Wira mengatakan bahwa Kendra hanya datang sebentar mengambil mobil yang dulu dipakainya sebelum menikah dengan Andre, kemudian pergi lagi, katanya ada acara dengan temannya dan Kendra tidak bilang akan pergi ke mana. Andre semakin kesal dibuatnya.

Kendra pergi ke mana sih, gerutunya.

Di sebuah mall, tepatnya di parkiran basement, seorang perempuan duduk sendiri di dalam mobilnya sambil menelungkupkan wajah di atas tangan yang ditumpuhkan ke kemudi mobil. Perempuan itu adalah Kendra. Dalam keheningan, dalam kegelapan, Kendra menangis sendirian. Hanya tempat ini tempat teraman yang ada dalam pikirannya agar ia bisa menangis sepuasnya.

Kewanitaannya sakit tetapi hatinya terasa jauh lebih sakit. Air matanya terus mengalir tanpa mampu ia tahan. Rasa sakit yang teramat dalam serasa menusuki jantungnya, membuat dadanya terasa begitu sesak hingga rasanya ia tidak mampu bernafas.

Di saat ia merasa begitu bahagia semalam karena pada akhirnya Andre menunjukkan rasa cintanya, membuatnya seolah melambung tinggi ke angkasa, namun dalam sekejap mata Andre menghempaskannya jatuh ke tanah. Tidak hanya menghempaskannya namun juga menginjak-injak harga dirinya. Kendra merasa harapannya jatuh ke bumi. Hatinya pecah menjadi jutaan kepingan yang entah apakah akan bisa kembali ia satukan.

Kendra mengutuk dirinya sendiri. Ia merasa sangat malu. Kenapa ia bisa begitu bodoh. Kenapa ia bisa begitu terlena semalam, sedangkan ia sudah mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Andre tidak mencintainya! Andre tidak pernah mencintainya! Andre hanya mencintai perempuan itu! Seharusnya ia sadar! Seharusnya ia ingat akan hal itu! Seharusnya ia tidak besar kepala!

Kendra tersedu-sedu. Mungkin selama ini ia hidup dalam dunianya dan mimpinya sendiri. Ia terlalu berharap banyak pada pernikahan ini. Ia berharap suatu hari Andre bisa mencintainya seperti ia mencintai Andre.

Tetapi semalam saat dengan bahagia ia menyerahkan seluruh hati dan dirinya, bisa-bisanya setelah itu Andre berkata bahwa semua yang terjadi hanya karena ia khilaf?!

Ya Tuhan, ternyata Andre hanya khilaf!!

Kendra menangis dengan suara hampir berteriak.

Sekarang ia tidak tahu harus berbuat apa, ia tidak tahu harus ke mana. Ia tidak mungkin menceritakan kepedihan hatinya kepada ibunya, tidak juga kepada Vania, tidak mungkin!

Kendra terus terisak.

*****

Suara mobil terdengar memasuki halaman. Andre yang nyaris tertidur di sofa melompat dan segera membuka pintu. Dilihatnya Kendra turun dari mobilnya. Wajahnya sembab, rambutnya kusut.

"Kendra, lo dari mana aja?"

Langkah Kendra terhenti. Ia mematung di tempatnya berdiri. Andre mendekatinya. Kendra mundur selangkah.

"Lo dari mana aja? Handphone lo seharian nggak aktif." Wajah dan suara Andre tampak khawatir.

Sungguh bagus sandiwara yang dilakonkan Andre, batin Kendra. Padahal ia tak perlu berpura-pura peduli padaku.

"Ada urusan," sahut Kendra pendek.

"Sama siapa? Di mana? Kok sampai malam? Kenapa pakai matiin handphone segala?" cecar Andre.

"Maaf, urusan mendadak."

Andre terdiam. Ia mengerti Kendra sedang tidak ingin bicara sekarang.Ditelitinya penampilan Kendra yang tampak berantakan.

"Lo kenapa?" tanya Andre

"Cuma kecapekan."

"Bener nggak apa-apa?" Andre tidak percaya. Dilihatnya mata Kendra merah.

Kendra menunduk. Ia tidak ingin bertatapan mata dengan Andre.

"Nggak apa-apa," jawab Kendra sebelum berlalu.

Aku nggak apa-apa, hanya saja hatiku yang terluka.

*****

Marrying Mr. PerfectWhere stories live. Discover now