BAB 3 🌿

5.7K 262 1
                                    

"Saya guru kamu di sini, kalo kamu tidak mau diatur sama saya, kamu keluar dari SMA ini!" Tegas Bu Dewi yang sudah emosi sejak tadi.

"Ngga asik permainan Ibu. Ingat loh Bu, kalo ngga ada saya pasti SMA sepi. Seharusnya Ibu bangga memiliki siswi seperti saya."

"Yang ada saya gila."

"Gampang Bu, nanti saya bawa ke rumah sakit jiwa biaya saya deh yang nanggung."

"Fhelisaaaa__"

"Kenapa Bu? Kan niat saya baik," kata Fhelisa dengan santai.

"Kamu sumpahin sama gila? Kamu bahagia saya gila? Dasar siswa kurang ajar."

"Lah, yang bilang gila duluan siapa? Ibukan, saya ngga salah."

"Fhelisa stop, ngga usah banyak bicara lagi. Bersihkan toilet lantai dua, semuanya!" Perintah Bu Dewi dengan tegas.

SMA ini memiliki tiga lantai, masing-masing lantai sesuai dengan kelas masing-masing. Peraturan itu dibuat untuk menghindari perkelahian antara kakak kelas dan adek kelas, tapi tetap gagal mereka masih bisa berkelahi. Membuat Bu Dewi semakin bertanduk (marah).

"Ibu beneran gila yah? Itu toilet banyak sekali Bu. Ibu mau saya mati berdiri."

"Fhelisaaa__ sekarang!"

"Saya ngga mau Bu, lebih baik saya ke kantin kenyang," kata Fhelisa sambil berdiri.

"Kerjakan atau nilai kamu D semua!" Ancam Bu Dewi.

"Ah, Ibu ngga asik."

Iya kali Fhelisa siswa terpintar mendapatkan nilai D. Walaupun Fhelisa nakal parah tapi ia selalu juara di sekolah. Ia nakal di waktu jam kosong, jika waktu belajar ia akan bersungguh-sungguh karena impiannya menjadi dokter bedah.

"Sekarang Fhelisaa__"

"Baiklah Ibu Dewi gila," ucap Fhelisa sambil berlari keluar kalo lambat ia akan kena semprot Bu Dewi.

"Dasar siswa kurang ajar!"

____

Setelah memakaikan baju lengkap ke Arvin, mereka menuruni tangga dengan bergandengan tangan, bukan Delisa yang menggandeng tapi Arvin seperti ke pacar saja.

Leo menarik nafas kasar, bukannya berubah malah semakin manja.

"Arvin lepas tangan kamu dari Mami!"

"Ngga mau Pi, Arvin mau dimanja sama Mami, Papi jangan cemburu."

"Arvin lepas!"

"Arvin ngga mau Pi!"

"Sayang, kamu nurut yah sama Papi. Kamu mau Papi marah-marah?"

"Tapi Arvin mau peluk Mami terus," kata Arvin dengan mata berkaca-kaca.

Satu hal lagi yang perlu kalian ketahui, Arvin tidak bisa dimarahin ataupun dibentak ia akan menangis atau menggadu ke Delisa.

"Nanti Mami peluk Arvin lagi. Sekarang kamu nurut sama Papi," kata Delisa memberi Arvin penggertian.

Leo semakin marah mendengar kata-kata yang keluar dari Delisa, bagaimana anaknya tidak manja kalo mamanya saja menuruti apa yang ia mau.

"Mi, stop menurutin semua yang Arvin mau. Kalo Mami terus-terusan nurut bagaimana ia mau berubah. Papi ngga mau tahu pokokonya Mami harus tegas sama Arvin!"

Delisa bingung ia harus menuruti siapa sekarang? Mereka sama-sama penting dalam hidup Delisa, ia ngga tega melihat Arvin menangis, tapi ia juga ngga mau Leo terus-terusan marah.

Delisa harus apa sekarang?

"Mami ngga bisa nurut sama Papi begitu saja. Mami secara perlahan supaya Arvin mengerti apa mau kita. Papi mau liat Arvin menangis?"

Jangan tanya Arvin kemana, sudah pasti dipelukan Delisa sambil menangis.

"Sudah sayang jangan nangis lagi. Ada Mami disini," kata Delisa sambil mengelus pundak Arvin dengan lembut.

"Papi jahat."

"Papi ngga sayang lagi sama Arvin."

"Papi ngga jahat sayang. Papi cuma mau kamu jadi pria tegas bukan anak manja lagi."

"Tetap saja Papi jahat!"

"Usss." Kode Delisa meminta Leo untuk diam.

"Anak Mami ngga boleh nangis, nanti gantengnya hilang, nanti Mami ngga sayang lagi."

Kata Delisa yang mampu membuat Arvin kembali ke posisi semula.

"Mami harus sayang sama Arvin."

"Nah gitu dong, jangan nangis lagi sayang."

"Jadi Mami sayang Arvin?"

"Tentu saja sayang," kata Delisa sambil mencium seluruh muka Arvin, sedangkan yang dicium tersenyum bahagia berbeda dengan Leo yang geleng-geleng kepala.

"Mami suapin," kata Arvin sambil membuka mulutnya lebar-lebar.

Cewek Barbar Vs Cowok Manja (END)Where stories live. Discover now