BAB 27🌿

1.9K 89 1
                                    

"Jangan jauh-jauh dari Arvin. Arvin takut sayang," kata Arvin dengan manja. Arvin memakai bajunya kembali. Luka-luka di badan Arvin sudah Fhelisa bersihkan.

"Jadi cowok ngga usah manja!" Acuh Fhelisa lalu pergi begitu saja.

"Ini Bu tempat obatnya, terima kasih," kata Fhelisa dengan sopan.

"Iya Neng sami-sami, semoga pacarnya cepat sembuh," kata Ibu tersebut ngga kalah sopan.

"Dia sih anggap gua pacar tapi gua ogah sampai kapanpun," gumam Fhelisa dalam hati.

"Aamiin Bu." Bilang saja kaya gitu supaya cepat selesai.

Fhelisa kembali ke tempat awal, Fhelisa akan mengahadapi anak mami itu lagi. Berikan Fhelisa kesabaran, Ya Allah.

"Gua akan latih lo bela diri mulai sekarang!" Tegas Fhelisa.

"Arvin ngga mau latihan, nanti badan Arvin sakit-sakit. Arvin yakin latihnya kasar," tolak Arvin sambil menyandarkan kepalanya di pundak Fhelisa.

Belajar bela diri? Arvin ngga akan mau. Waktu kelas 2 SMP Arvin di masukan Leo ke sekolah khusus untuk bela diri. Belum seminggu Arvin sudah merengek minta pulang. Latihan yang keras tanpa memperdulikan masih permula, fisiknya kuat atau ngga, pihak sana ngga peduli. Keluar dari sana Arvin langsung masuk ke rumah sakit. Sejak itulah Arvin ngga mau latihan bela diri dan memilih untuk dibully nanti akan berhenti sendiri, prinsip yang salah.

"Ikutin mau gua atau lo terus dibully!"

"Pokoknya Arvin ngga mau sayang. Biarkan saja Arvin dibully nanti juga berhenti. Lagian sekarang sudah ada sayang yang melindungi Arvin. Jadi buat apa lagi latihan bela diri?"

Sudah lemah ngga mau belajar bela diri lagi, dasar cowok manja.

"Pikiran lo terlalu pendek. Gua ngga mungkin 24 jam sama lo, kalo ngga ada gua lo milih mati gitu?"

"Ngga papa Arvin mati asalakan demi sayang."

Susah mengahadapi anak mami pemikiran pendek seperti Arvin. Fhelisa ngga tahu harus membujuknya seperti apa lagi. Selain untuk berjaga-jaga dari orang jahat Fhelisa mau Arvin jadi cowok pada umumnya dengan cara bela diri.

"Kalo lo ngga mau belajar bela diri menjauh dari gua!" Ancam Fhelisa. Fhelisa yakin dengan cara ini berhasil. Kenapa ngga dari tadi coba kepikiranya?

"Jangan gitu dong sayang. Arvin ngga mau jauh dari sayang dan Arvin ngga mau belajar bela diri," katanya dengan kepala menunduk.

"Jangan egois, pilih salah satu!" Tegas Fhelisa sambil tersenyum kecil, entah kenapa lucu saja melihat Arvin ketakutan seperti sekarang.

"Oke, Arvin mau belajar bela diri tapi jangan yang kasar-kasar." Putus Arvin akhirnya karena Arvin belum siap untuk kehilangan Fhelisa biarlah badannya biru-biru asalkan Fhelisa tetap didekatnya.

"Anak pintar, nanti kita latihan jam tiga di belakang rumah lo. Gua pergi dulu bye," pamit Fhelisa sambil berlari memasuki kelas kerena sebentar lagi di kelasnya ada ulangan fisika.

"Sayang kemana?"

___

Suasana kelas Fhelisa sekarang hening pertanda ulangan telah dimulai. Semuanya masih fokus ke kertas masing-masing. Menit berikutnya mulai terdengar bisik-bisikan bahkan ada yang nekat membuka buku. Ketahuan Ana (guru fisika) menyontek maka dianggap nol.

Pendiam tapi berbehaya, itulah julukan untuk guru tersebut.

"Woy, nomor satu apa?" Tanya Nisa sambil berbisik di samping Fhelisa.

Fhelisa memang pintar dalam mata pelajaran apapun berbeda dengan Nisa yang pintar dibidang bahasa Inggris makanya Nisa selalu meminta bantuan Fhelisa dalam hal pelajaran.

"Woy, monyet jawab! Gua belum satupun."

"Woy, jawab!"

"Gini ni punya sahabat pura-pura tuli ketika ulangan," sindir Nisa sambil memainkan pulpennya.

Fhelisa yang disindir menatap sinis.

"Bacot, diam!" Tegas Fhelisa ketika konsentrasinya terganggu.

"Punya sahabat gini banget dah."

"Nisa, kerjakan dengan tenang!"

"Mampus ketahuan Bu Ana," gumam Nisa lalu sibuk mengerjakan.

Kata orang kalo darurat otak berjalan dengan lancar? Nah, benar sekarang Nisa lancar mengerjakannya tapi entah benar atau salah.

"Waktu tinggal dua puluh menit lagi."

"Iya Bu."

Cewek Barbar Vs Cowok Manja (END)Where stories live. Discover now