BAB 47🌿

1.1K 44 1
                                    

Kenangan indah lima tahun yang lalu membuat Arga semangat untuk bangkit. Rasa menyesal menceraikan istri kecilnya sangat mendalam di hati Arga. Perceraian bukan karena masalah melainkan keselamatan untuk istri dan anak kesayangannya. Arga yakin ketika masih bersama satu atau enam tahun kedepan Arga mendapatkan masalah besar, cukup Arga yang merasakan keluarga kecilnya jangan sampai merasakannya karena itu Arga menceraikan istrinya.

Mungkin itu pilihan yang ngga tetap tapi Arga nekat melakukannya. Sampai detik ini ngga ada yang bisa menggantikan posisi istrinya di hati Arga.

Semoga kalian selula bahagia di sana.

Tok tok tok (suara ketukan dari luar).

"Masuk!" Perintah Arga dari dalam.

"Gawat Bos," heboh Zayid ketika memasuki ruangan Arga.

"Ada apa?" Tanya Arga yang heran sama sikap orang kepercayaannya.

"Keberadaan Bos diketahui orang." Kata simpel yang membuat Arga melotot.

"Kenapa bisa? Saya sudah membayar anda mahal-mahal untuk menyembunyikan identitas saya. Kenapa bisa terbongkar? Bukannya semua ini cuma orang dalam yang mengetahuinya?" Tanya Arga bertubi-tubi.

Sepandai-pandainya menyembunyikan masalah pasti akan terbongkar. Arga pengen tahu siapa penghianat di perusahaannya.

"Saya belum tahu pasti Bos siapa pelakunya. Yang pasti ada penghianat yang membocorkan semua ini. Bos perlu tahu identitas keluarga Bos juga diketahui sama mereka."

"Tambah keamanan untuk keluarga saya. Saya ngga masalah dalam bahaya tapi jangan keluarga saya. Kumpulkan semuanya karyawan di aula bawah. Saya pengen tahu siapa pelakunya sebelum saya melakukan kekerasan."

"Siap Bos." Tanpa basa-basi Zayid melaksanakan tugas dari Leo.

Dalam hitungan menit semua sudah berkumpul karena hal yang dibenci Arga adalah menunggu.

"Saya ngga mau basa-basi. Yang merasa jadi penghianat di sini segera maju, sebelum saya melakukan kekerasan!" Tegas Arga.

Bukannya jawaban yang Arga dengar melainkan bisikan-bisikan dari karyawan yang Arga dengar.

1 menit.

2 menit.

3 menit.

Masih belum ada yang mengaku.

"Saya ngga butuh karyawan pengecut seperti anda!"

"Saya pastikan anda akan menyesal menjadi penghianat!"

Di sisi lain pemuda berjas warna biru malam merasakan panas dingin di dalam dirinya," maafkan saya Bos. Saya melakukan semua ini karena terpaksa."

___

Setelah capek memaki-maki sekertarisnya Vanessa memilih pulang untuk menenangkan diri.

Suasana sepi menyelimuti rumah besar di depan matanya. Andai Fhelisa sudah berdamai sama keadaan yang sekarang mungkin bisa seramai dahulu kala.

Tok tok tok.

Tanpa menunggu lama pintu terbuka dengan sempurna.

"Astaga, Nyonya dari mana? Saya khawatir sama Nyonya?" Tanya pelayanan di rumah Vanessa yang sudah lama bekerja sama Vanessa dari nol Sampai sekarang.

"Saya dari kantor Bu, ada Maslaah sedikit," jawab Vanessa dengan lembut karena pelayan atau yang kerap di panggil Susi sudah Vanessa anggap seperti ibunya sendiri.

"Saya jadi tenang mendengarnya. Tadi Non Fhelisa teriak-teriak mencari Nyona."

"Baik Bu. Saya ke atas dulu." Izin Vanessa lalu ke kamar Fhelisa.

"Sayang, mama pulang," katanya Vanessa selembut mungkin sambil membuka pintu kamar Fhelisa kebetulan ngga terkunci.

"Dasar manusi ngga punya sopan santun main masuk kamar orang seenaknya." Bukan kebahagia yang Vanessa dapatkan melainkan makian dari anaknya sendiri.

"Bukannya Mama ngga punya sopan santu. Mama kangen sama kamu sayang." Vanessa ngga mudah menyerah Vanessa memperdekat jakar diantar mereka agar bisa memeluk Fhelisa.

"Jangan peluk saya. Saya ngga sudi dipeluk sama anda!" Ancam Fhelisa sambil mendorong Vanessa agar menjauh.

"Sayang, berikan satu kesempatan untuk Mama melukmu."

"Sampai kapanpun saya ngga sudi di peluk sama anda!"

"Saya mau pulang detik ini juga!"

"Peliss, Mama mohon kamu disini dulu selama satu bulan kalo kamu ngga kuat Mama akan kebalikan kamu ke Indonesia tapi dengan syarat kamu beradaptasi di sini."

Pengen rasanya Vanessa memberikan syarat cobalah menerima dirinya sebagai Mama tapi Vanessa ngga mau egois, setidaknya dengan beradaptasi Fhelisa perlahan bisa menerima Vanessa.

"Sebelum satu bulan saya ngga kuat tinggal di sini!"

"Coba dulu sayang."

"Saya pengang omongan anda!"

Entah kenapa hati kecil Fhelisa menerima tawaran Vanessa.

Cewek Barbar Vs Cowok Manja (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang