BAB 14🌿

2.8K 110 0
                                    

Gadis cantik berjalan bahagia di kolidor sekolah, alunan lagu terus ia nyanyikan sampai ngga sadar ia menjadi tontonan para siswa-siswi.

Masalah Arvin semalam, Fhelisa ngga ambil pusing ia tetap pulang tanpa memperdulikan omelan atau permusuhan dari Nisa. Dalam pikiran Fhelisa nanti juga akan baikkan. Toh buat apa peduliin bocoh manja yang cuma bisa merepotkan.

"Sepatu Pak Damar tu," gumam Fhelisa dalam hati.

"Kerjain dikit boleh 'kan?" Tanyanya dengan tersenyum licik.

Pak Damar adalah guru penjaskes. Pelajaran yang menurut Fhelisa membosankan. Coba kalian pikirkan dari SD sampai SMA materinya itu-itu aja ngga pernah berubah. Membahas tentang bulu tangkis, volly, atau sepakbola.

Kapan pelajaran penjaskes berubah?

"Pak Damar, saya pinjam sepatunya yah." Izin Fhelisa dengan suara kecil.

"Mampus, pak Damar nyeker," kata Fhelisa sambil melempar sepatu pak Damar ke arah belakang sekolah.

"Yess, sepatunya terbang."

"Pak, saya baik 'kan membuang sepatu bapak pada tempatnya. Bapak 'kan banyak uang bisa beli yang baru, ingat jangan lupa kasih saya satu," kata Fhelisa seperti orang gila. Ia membayangkan pak Damar marah pasti rasanya seperti melon yang baru dipetik dari kebun.

"Kabur!" teriak Fhelisa.

Jangan kaget sudah biasa Fhelisa melakukan hal ini, bukan ke pak Damar aja ke guru lain pun sama seperti itu dan Fhelisa ngga pernah kapok.

Anak barbar dilawan.

"Itu mata ngga bisa santai? Mau mati lo!" sinis Fhelisa ketika orang menatapnya tajam seakan-akan mengibarkan bendera perang.

Itulah Fhelisa yang ngga suka ditatap, ditabrak, didorong. Fhelisa beranggapan mereka cari mati.

Sekali senggol nyawa melayang:)

"Sini maju!" Tetang Fhelisa.

Yang ditantang terdiam sambil menundukkan kepala, segitu seramnya Fhelisa.

"Lo takut?"

"Ah, pengecut."

"Cepat minta maaf!"

"Maafkan aku Fhelisa," katanya tanpa melihat ke arah Fhelisa.

"Woy, siapa suruh minta maaf seperti itu? Gua mau lo cium kaki gua!" Tegas Fhelisa tanpa ada rasa kesihan.

"Aku ngga mau cium kaki kamu!" tolaknya dengan perasaan takut.

"Cium kaki gua atau lo ngga tenang sekolah di sini!" Ancam Fhelisa sambil menaik turunkan alisnya.

"Iya." Pasrahnya sambil mengambil posisi untuk mencium kaki Fhelisa.

"Stop!" Suara laki-laki menghentikan kegiatan mereka.

"Jangan mau harga diri lo dijatuhkan dengan orang gila seperti dia!" Tegas laki-laki sambil membantu wanita tersebut untuk berdiri.

"Ngga usah ikut campur urusan gua! Stop bilang gua gila, gua masih waras!" Tegas Fhelisa ngga terima.

"Oh, jelas ini urusan gua! Kenapa lo ngga terima? Sini lawan gua!" Tantang Vero.

Vero Andika Wijaya, siswa tampan, bermata biru, berbadan kekar, rambut acak-acakan, baju dikeluarkan, ketua geng motor, yang disukai dengan para wanita, tapi ngga untuk Fhelisa. Ia benci dengan laki-laki tersebut, setiap rencana yang ia atur sebagus mungkin hancur karena Vero yang ngga punya otak.

Vero termaksud siswa barbar di SMA, jangan lupakan kelima temannya yang selalu ada seperti lem. Tapi mereka berbeda, Fhelisa ngga punya rasa kesihan sedikitpun dengan korban yang ia celakakan. Fhelisa ngga mandang lawan, mau mereka wanita, laki-laki, polos, barbar, anak terkaya, anak miskin, di mata Fhelisa tetap sama. Kalo Vero, ia mencari lawan yang seimbang. Vero ngga akan maju duluan kalo mereka ngga cari masalah. Vero anti melawan perempuan tapi Fhelisa yang terus-terusan mencari masalah.

"Jelas gua ngga terima, lo minggir dari hadapan gua. Stop ikut campur urusan gua!"

"Stop, ngga akan!"

"Ngga usaha sok jadi pahlawan kesiangan kalo hidup lo sendiri belum benar! Kita sama-sama barbar di sini. Jangan sok suci jadi orang."

"Gua ngga seperti lo!" Vero paling benci jika dirinya disama-samakan dengan Fhelisa jelas bagusan dirinya dari pada si nenek sihir.

"Haha__ munafik lo. Oh atau jangan-jangan ini pacar lo? Serela masnya rendahan berkelas dikit dong mas, ihhh jijik." Sindir Fhelisa tanpa memperdulikan perasaan wanita tersebut, padahal mereka sama-sama wanita.

"Fhelisa Putri Wijaya, ke ruangan saya sekarang!"

Cewek Barbar Vs Cowok Manja (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang