BAB 11🌿

3.5K 152 1
                                    

"Ih__ kamu buta. Kamu ngga liat betapa bagusnya pemandangan surga di depan sana. Sepertinya kamu harus ke rumah sakit sebelum kamu  masuk ke sini, supaya kamu merasakan dan melihat betapa indahnya pemandangan di sini seperti Arvin," kata Arvin yang masih setia menutup matanya sambil membayangkan surga yang ia inginkan.

"Enak aja lo bilang gua buta, jelas-jelas disini lo yang buta dan harus ke rumah sakit. Makanya punya mata digunakan bukan untuk ditutup!" Sindir Fhelisa pas di telinga Arvin.

"Arvin sudah bilang berkali-kali, kalo Arvin sehat ngga buta buktinya Arvin masuk surga. Kalo kamu iri bilang jangan teriak-teriak apalagi kata-katain orang, itu ngga baik." Ceramah Arvin seakan-akan apa yang ia katakan itu benar.

"Benar-benar ini bocah, dikasih hati minta jantung," kesal Fhelisa dalam hati.

Brukkkkkk.

"Enak di surga? Sadar kalo lo masih di bumi atau mau gua tonjok lagi?" Kesal Fhelisa.

"Astaga, Arvin pikir sudah di surga ternyata masih di bumi. Terima kasih Ya Allah, engkau memberi kesempatan kedua untuk Arvin hidup, sebanarnya Arvin kecewa masih hidup. Arvin sudah capek tinggal sama Papi dan Mami Arvin mau hidup dengan te__" belum selesai Arvin curhat Fhelisa lebih dulu memotongnya.

"Lo curhat? Tempat mama Dedeh sana jangan di sini sakit telinga gua!"

"Kata Mami ngga boleh marah-marah nanti cepat tua. Kamu mau tua di usia muda? Arvin sih ogah."

"Sudah katain gua buta, sekarang lo sumpahin gua cepat tua. Dasar ngga tahu diri, gua sudah berbaik hati ngecek keadaan lo dan ini balasan lo? Nyesel gua!" Emosi Fhelisa lalu melangkah meninggalkan Arvin.

"Jangan marah, kan Arvin bilang yang mami katakan. Kalo menurut kamu Arvin salah, Arvin minta maaf," katanya dengan nada lembut.

"Terserah lo, gua mau pergi!"

"Ikuttt," teriak Arvin sambil berlari mengejar Fhelisa.

"Stop ikutin gua! Gua ngga kenal sama lo. Menjauh dari gua!"

Bukannya menurut Arvin malah semakin memperdekat jarak diantara mereka.

"Stop gua bilang! Lo ngga paham bahasa Indonesia? Apa jangan-jangan lo paham bahasa binatang? Upsss maaf."

"Enak aja, Arvin itu paham bahasa Indonesia mami sudah sekolahkan Arvin tinggi-tinggi masa Arvin ngga paham, yang Arvin ngga paham itu bahasa hewan. Apa kamu paham? Kalo kamu paham, Arvin mau dong belajar siapa tahu Arvin bisa buka usaha terjemahan bahasa hewan. Ah__ ide yang bagus bukan?"

"Auah pusing gua," kata Fhelisa memalas. Dalam pikirannya percuma menghadapi bocah ini ngga akan ada habisnya.

"Tunggu Arvin. Pokoknya Arvin ikut kemanapun kamu pergi."

"Gua ngga peduli!"

"Arvin harap itu jawaban, Arvin boleh ikut," katanya dengan tersenyum manis.

"Ngga bisa gitu Bambang. Gua ngga izinin lo sampai kapanpun. Lo bukan siapa-siapa gua!"

"Ayolah Arvin ikut kamu. Apa kamu ngga kesihan sama Arvin?"

"Bodo amat," kata Fhelisa acuh lalu kembali melangkah.

"Kamu kasar," katanya dengan mata berkaca-kaca.

"Pelisss__ Arvin ikut kamu," katanya lagi sambil bersujud di kaki Fhelisa jangan lupakan air mata yang membasahi kedua pipinya.

"Mau lo sujud di kaki gua atau lo mau nangis terbahak-bakah gua tetap ngga peduli. Pergi dari kaki gua!"

"Kenapa kamu ngga punya hati? Kenapa kamu sama kaya mami? Kenapa ngga ada yang sayang sama Arvin? Apa salah Arvin?" Tanyanya bertubi-tubi sambil berusaha bangkit, tatapannya terus ke arah Fhelisa.

"Itu bukan urusan gua!"

"Pergi sekarang! Gua jijik diikutin bocah kecil kaya Lo!"

"Arvin bukan bocah kecil, Arvin sudah SMA." Salah atau ngga bukan Arvin namanya kalo ngga membela diri.

"Ayo berangkat," teriak Nisa dari dalam mobil.

"Stop di sini, jangan ikutin gua!" Tegas Fhelisa sambil berlari-lari sekencang-kencangnya.

Cewek Barbar Vs Cowok Manja (END)Where stories live. Discover now