BAB 33🌿

1.5K 73 2
                                    

Fhelisa bodo amat dengan perkataan Arvin anggap saja lalat pengganggu. Semakin dilawan maka semakin bertingkah, itulah pepatah untuk Arvin.

Fhelisa melihat ke kanan dan ke kiri berharap ada satpam menolongnya kalo ada bisa disogok sama satu kotak rokok, jadi aman bisa masuk ke kelas tapi Fhelisa ngga melihatnya.

"Cara ide dong, jangan banyak bacot!" Walaupun Fhelisa barbar tapi satu pelajaran itu berharga buat dirinya. Apalagi hari ini ada ulangan matematika membuat Fhelisa semakin emosi. Fhelisa ngga pernah mendapatkan nilai D tapi karena bocah tengil ini nilai Fhelisa menjadi hancur.

"Arvin ngga bisa mikir sayang," katanya dengan muka lugu.

"Ngga perguna lo!" Emosi Fhelisa.

"Bagus baru datang, bukannya minta maaf malah asik pacaran!" sindir Maya dibalik pagar warna hitam.

"Kamu lagi."

"Sehari kamu ngga cari masalah bisa ngga? Pusing saya menghadapi kamu ngga ada perubahannya sampai detik ini."

"Dengarkan saya!"

"Ibu pusing, minum baygon," jawab Fhelisa tanpa dosa.

"Sayang ngga boleh bicara seperti itu," kata Arvin memperingati.

"Bukan urusan lo!"

"Siswi kurang ajar. Berdiri di lapangan sekarang!" Tegas Maya dengan mata melotot. Masalah Fhelisa sudah banyak membuat Maya ngga tahu lagi hukuman apa yang cocok untuk Fhelisa.

"Malas banget panas," keluh Fhelisa semaunya sambil melangkah begitu saja. Baru satu langkah Maya menarik kasar tangan Fhelisa.

"Lakukan atau saya laporkan ke orang tuamu!" Ancam Maya. Walaupun Maya tahu ancaman tersebut ngga berguna untuk Fhelisa tapi ngga ada salahnya di coba, siapa tahu berhasil.

"Laporkan saja saya ngga peduli!"

"Sudah sayang lakukan saja dari pada menambah dosa," ceramah Arvin.

"Diam!" Tegas mereka kompak.

"Jaga bicara kamu!"

"Ibu duluan yang mulai kenapa Ibu marah sama saya?" Tantang Fhelisa ngga mau kalah.

Sudah cukup Fhelisa diam, sekarang waktunya Fhelisa cari masalah lagi terutama dengan guru BK kesayangannya.

"Fhelisa lakukan apa yang saya katakan atau penggaris ini melayang di badanmu!" Emosi Maya, setiap hari berhadapan sama Fhelisa membuat Maya darah tinggi.

"Ngga asik mainnya pake penggaris. Bagaimana tangan kosong saja Bu? Siapa yang menang dapat satu permintaan." Tantang Fhelisa membuat Maya melotot.

Fhelisa gila, tentu saja cuma Fhelisa yang berani menantang guru untuk berantam. Ingat prinsip Fhelisa, Fhelisa ngga takut dengan siapapun kecuali Maha Pencipta.

"Jaga bicaramu!"

"Saya menawarkan hal bagus untuk Ibu. Ayo, Bu berantam lumayan cari keringat di pagi hari."

"Fhelisa stop!"

Maya ngga mungkin menerima tawaran Fhelisa yang ada Maya dikeluarkan dari sekolah. Maya susah payah mendapatkan posisi sekarang, masa hilang begitu saja sebab berantam sama siswi sendiri dengan tujuan yang ngga jelas.

"Ayo, Bu berantam," ajak Fhelisa memasang kuda-kudanya. Sudah lama Fhelisa ngga berantam, apa lagi lawannya guru pasti rasanya mantap.

"Jangan gila. Lakukan perintah saya atau kamu saya keluarkan!" Ancam Maya kesekian kalinya. Sekarang pasti berhasil karena Fhelisa takut kalo menyangkut soal sekolah dan pelajaran. Kenapa ngga dari tadi? Buang-buang waktu saja.

"Ah, Ibu ngga asik permainannya. Ayo, barantam saja jangan keluarkan saya!"

"Kalo saya berantam yang ada saya dikeluarkan dari sekolah, kamu paham?"

"Loh, kenapa gitu 'kan ada hadiahnya Bu," jawab Fhelisa seenaknya.

"Hadian kamu ngga berguna. Buang pikiran kamu tentang berantam. Lakukan perintah saya atau kamu saya keluarkan!" Tegas Maya dengan mata melotot.

____

Di bawah panasnya matahari dua remaja sedang hormat di bendera merah putih. Banyak pasang mata yang melihat ke arah mereka seakan-akan ada tontonan gratis.

"Semua ini gara-gara lo!" Emosi Fhelisa.

"Kenapa salah Arvin? 'kan sayang yang lawan guru, coba sayang diam pasti hukumannya diringankan."

"Gudulmu diringankan," sewot Fhelisa.

Maya ngga semudah itu meringankan hukuman siswa-siswi, apa lagi yang sering melanggar. Semakin kita nurut semakin berat hukum yang kita dapat, eh ngga deh sama saja.

"Sayang ngga boleh lawan guru. Bagaimanapun mereka adalah orang tua kita jika di sekolah," ceramah Arvin sambil manahan pusing di kepalanya.

"Ngga usah ikut campur!"

"Tapi ... " belum selesai berkata, Arvin lebih dulu jatuh di tanah. Seketika menjadi gelap.

"Lo kenapa?"

"Jangan bercanda anjing!"

"Woy bangun!"

Cewek Barbar Vs Cowok Manja (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang