2: Movie Time

40 6 0
                                    

"Hahaha, jangan lakukan itu, Chase! Jangan, nanti ponselku basah. Ah! Oh, demi Tuhan, Chase! Aku bersump —"

Skip.

"Hei, Eric, do a cannonball! Ayolah, Eric, lakukan untukku. Nah, begitu dong! Wohoo!"

Skip.

Pesta pantai bersama pacarku~

Sambil menghela napas, Lilly menutup Instagram dan melempar ponselnya ke atas bantal. Dia sudah tahu bahwa semua Instagram stories yang dia tonton akan berisi kesenangan musim panas. Berjemur di pantai bersama pacar, berenang di kolam renang pribadi, dan pesta-pesta. Lilly tahu dia akan sedih dan iri melihat semua video itu, tetapi tetap saja dia tonton. Dia tidak memahami dirinya sendiri.

Sudah seminggu dia hanya tidur di kamar sambil membaca buku atau menonton Netflix. Dia tidak punya kegiatan selain itu, berhubung dia sudah tidak bekerja lagi. Sekolah juga baru akan dimulai dua minggu lagi. Lilly masih punya waktu seminggu untuk tidak melakukan apa-apa di kamar.

Kabar baiknya adalah, dia jadi bisa menghindari kota yang masih begitu panas — menurut ramalan cuaca di ponselnya, suhu hari ini mencapai 85 derajat Fahrenheit. Kabar buruknya, Lilly sudah bosan. Belum ada yang ingin dia tonton di Netflix sekarang.

Ada satu, sebenarnya. To All the Boys I've Loved Before akan tayang hari ini. Lilly menyukai cerita itu karena satu hal: dia bisa membayangkan dirinya menjadi Lara Jean dan menjalani hidupnya. Lilly bisa merasakan masa SMA yang menyenangkan dan kacau balau — sesuatu yang tidak pernah dia rasakan.

Lilly tahu dia seharusnya berusaha lebih keras untuk berteman. Jika dia berusaha sedikit lebih keras, mungkin dia sudah diundang ke sebuah pesta dan memamerkannya di Instagram stories. Namun, dia tidak sepenuhnya salah karena dia sudah berusaha keras di tahun freshman dulu. Tidak ada satu pun teman yang bisa dipertahankannya. Mereka semua akan bersikap sopan pada mulanya, lalu membuat alasan-alasan untuk menjauh. Tidak ada anak-anak SMA swasta dengan kehidupan sosial yang aktif yang mau berteman dengan manusia pendiam dan pasif seperti Lilly.

Dengan hati-hati Lilly berbaring. Hidupnya terasa menyedihkan sekali. Dia tidak seharusnya iri jika dia sendiri yang menyebabkan semua orang menjauhinya.

Oke, hidupnya memang tidak semenyedihkan itu. Dia sudah melakukan banyak hal, mulai dari pekerjaan paruh waktunya sampai kemenangannya saat mengikuti lomba esai di tahun junior. Keluarganya menyayanginya. Dia banyak membaca buku. Dia sesekali memasak dengan Clara, kakaknya, dan semua bilang masakannya enak. Meski tidak punya teman akrab, dia sudah cukup bahagia.

Dia melirik nakas, melihat buku Ready Player One yang masih dia simpan di sana. Sebaiknya dia lanjut membaca.

Lilly melarikan diri dari realitas kehidupannya dengan membaca. Setidaknya, dia pikir, hobinya ini masih termasuk aman. Dia tahu beberapa siswa di sekolahnya yang menggunakan narkoba atau minum alkohol sampai mabuk. Itulah salah satu keuntungan menjadi anak antisosial: tidak ada yang akan memberinya pengaruh buruk, dan dia pun tidak merasa harus mengikuti tren buruk karena semua orang di sekitarnya melakukannya.

Pintu kamar Lilly diketuk tiga kali. Saat Lilly menoleh, dia melihat kepala Clara muncul dari balik pintu.

"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Clara.

"Hanya membaca," kata Lilly, mengalihkan perhatian lagi kepada bukunya. "Kenapa?"

Clara Hayes melangkah masuk. Terkadang Lilly iri melihat kakaknya. Clara Hayes adalah tipe gadis yang mudah disukai semua orang — dia cantik, pintar, dan mudah berteman. Clara punya tiga sahabat akrab dan setidaknya sepuluh teman yang berinteraksi dengannya setiap hari. Meski sibuk dengan berbagai kegiatan di sekolah, dia tidak terlihat kelelahan sama sekali.

Banyak sekali orang di sekolah yang mengenali Lilly sebagai "adiknya Clara" dan bukan dengan namanya sendiri. Rasanya seperti menjadi bayang-bayang, dan saat Clara menghilang, begitu pula Lilly. Biar begitu, tidak sedikit pun Lilly membenci Clara, satu-satunya orang yang akan menemaninya di sekolah.

"Tidak ada apa-apa." Clara duduk di tempat tidur Lilly. "Omong-omong, apa kau luang? Aku ingin mengajakmu pergi besok."

"Aku selalu luang, Clara. Sekarang, kan, libur musim panas. Justru aneh jika aku sibuk." Lilly menegakkan posisi duduk dan menutup bukunya. "Kau akan mengajakku ke mana?"

"Aku ingin berbelanja denganmu. Sepertinya kau butuh bacaan baru jika buku yang kau baca hanya itu-itu saja sejak seminggu terakhir. Yang filmnya akan tayang itu."

"Tidak, kok, aku sudah membaca buku baru. Yang ini filmnya sudah kita tonton beberapa bulan lalu." Lilly meletakkan Ready Player One dan menunjuk buku di atas nakas. "Kalau yang itu, filmnya akan tayang hari ini. Apa kau mau ikut menonton?"

Clara mengangguk. "Boleh, tetapi aku baru bisa menonton besok. Aku akan pergi dengan teman-temanku sampai malam."

"Setuju. Oh ya, kenapa kau tiba-tiba mengajakku pergi?"

"Yah, kau tahu, minggu depan aku sudah akan pergi. Aku ingin menghabiskan seharian denganmu."

Ah, Clara sudah akan berangkat ke Stanford? Itu artinya libur musim panas akan segera berakhir dan sekolah akan segera dimulai. Lilly sangat tidak menantikan tahun seniornya. Dia harus bekerja begitu keras, mendaftar ke berbagai universitas, dan mengikuti ujian-ujian tanpa keberadaan Clara. Menghadapi sekolah dengan Clara saja sudah melelahkan. Lilly tidak bisa membayangkan seberapa buruk sekolahnya jika Clara tidak ada di sana untuk membantunya.

Clara menepuk kaki Lilly, lalu berdiri. "Oh, apa kau mau ikut aku hari ini? The girls would love to hang out with you."

"Tidak," Lilly menggeleng. "Kau harus menghabiskan waktu dengan mereka. Aku hanya akan mengganggu."

"Kau tidak mengganggu."

"Tidak apa-apa, aku ingin menonton saja hari ini." Lilly memaksakan sebuah senyum. "Pergilah, Clara. Selamat bersenang-senang!"

Clara menatap Lilly dengan ekspresi yang sulit diterjemahkan. Pada akhirnya, dia mengangguk juga. Clara lalu pergi tanpa mengatakan apa-apa.

Lilly tidak bermaksud mengusir kakaknya, walaupun rasanya begitu. Dia hanya ingin Clara menikmati waktunya bersama teman-temannya tanpa ada Lilly di sana. Sekarang dia merasa buruk. Dia tidak lagi ingin membaca buku — dia jadi tidak ingin melakukan apa-apa. Buku yang tadinya dia baca kini diletakkan di nakas, bersamaan dengan buku-buku lain yang sudah dibacanya.

Mata Lilly menangkap layar laptopnya yang belum mati. Alih-alih mematikannya, Lilly memilih untuk menghabiskan siang ini menonton serial favoritnya, The Good Place. Lebih baik dia bersenang-senang dulu selagi libur musim panas masih belum usai.

Reminiscing ThomasOnde as histórias ganham vida. Descobre agora