28: Pictures of Him

5 2 0
                                    

Aku berjanji tidak akan meninggalkanmu...

Kalimat itu diulang berkali-kali, dan alih-alih takut, Lilly merasa tenang. Dia tidak tahu dari arah mana suara itu berasal, tetapi dia tahu itu suara Thomas. Lilly menoleh ke berbagai arah untuk mencari sumber suara itu. Sayangnya, suara itu kini redam oleh riuh orang-orang bertoga di sebelah Lilly—mereka berbicara dengan satu sama lain, dan gimnasium sekolah seakan memperbesar suara itu.

Lilly memanggil-manggil nama Thomas. Sudut matanya menangkap sosok Thomas berjalan keluar dari gimnasium. Lilly memanggilnya sambil mengikutinya. Thomas tidak menoleh, melainkan terus saja berjalan menyusuri lorong sekolah yang terasa panjang sekali. Lilly tidak bisa mengejarnya meski sudah berlari sekencang mungkin. Ke mana Thomas pergi? Kenapa dia tidak menoleh saat dipanggil?

Thomas membuka sebuah pintu di area sekolah yang tidak Lilly kenali, lalu masuk ke dalam ruangan. Entah kenapa, pintu itu bercahaya saat dibuka. Lilly sudah akan menyusul saat dia mendengar bunyi ponsel dari ujung lorong. Dia menoleh mendengar bunyi itu, tetapi tidak melihat siapa-siapa. Lorong itu kosong. Saat Lilly berpaling kembali ke arah pintu, pintu itu menghilang, dan Lilly diempas jatuh begitu saja.

Langit-langit kamar menyambut Lilly saat dia membuka mata. Suara notifikasi ponsel memenuhi pendengaran Lilly. Tangan Lilly meraba-raba tempat tidur di sebelahnya, menemukan ponsel di dekat bantalnya. Sekarang sudah pukul delapan pagi.

Tadi rupanya hanya mimpi. Lilly tertawa sendiri. Bahkan di dalam mimpi, Thomas melanggar janjinya.

Lilly membuka pesan yang membangunkannya. Pesan itu datang dari Thomas. Dia bilang dia tidak bisa datang hari ini karena harus mengurus sesuatu. Untung saja. Sejak mendengar ucapan Thomas kemarin, Lilly jadi tidak ingin bertemu dengannya. Rasanya menyakitkan. Lilly memang tidak mengingat banyak hal, tetapi dia yakin sekali kalau Thomas, sebagai teman dekatnya, adalah orang yang bisa dia percaya. Lilly masih tidak habis pikir bagaimana Thomas bisa menyakitinya semudah itu.

Kepala Lilly sedikit pusing, dan dia memejamkan mata untuk menguranginya. Semalam, dia memaksakan diri menonton Always Be My Maybe dilanjut dua episode The Good Place favoritnya karena dia butuh hiburan. Percakapannya dengan Thomas kemarin sore membuat suasana hati Lilly buruk sepanjang sore. Karena itu, walaupun dia mulai pusing, dia memaksa diri menonton hingga perasaan buruk itu hilang.

Lilly mendesah. Dia menyiksa dirinya sendiri tanpa alasan yang jelas. Dia bahkan tidak mengingat apa-apa—Lilly tidak akan menghitung mimpinya sebagai ingatan. Seandainya Thomas pernah membuat janji untuk tidak pernah pergi, otak Lilly pasti akan terpicu saat mendengar ucapan Thomas, seperti saat bunga-bunga lili itu memicu ingatan Lilly akan panggilan White Lilly dari Thomas. Seharusnya begitu, kan?

Nyatanya, tidak ada yang dia ingat. Lilly sedih karena sesuatu yang hanya dia karang sendiri.

Lilly mengambil kruk dan berjalan keluar. Mom sedang menata makanan yang dia buat di meja makan—baunya enak sekali, membuat perut Lilly berbunyi. Mom jarang memasak karena dia sangat sibuk, tetapi dia akan bereksperimen di dapur setiap Minggu pagi. Lilly memperhatikan piring, yang sudah diisi roti panggang dengan telur dan alpukat. Tampaknya enak sekali.

"Di mana Clara dan Dad?" tanya Lilly.

Mom ikut duduk di depan Lilly setelah selesai menata meja. "Clara belum bangun, dan aku meminta ayahmu untuk memangkas rumput. Clara baru pulang lewat tengah malam kemarin. Kudengar semua temannya sedang ada di kota."

"Asyik sekali. Aku jadi ingin pergi juga."

"Apakah Thomas bisa membawa mobil?" tanya Mom tiba-tiba. "Kalau bisa, kalian bisa pergi berkeliling kota. Kalian bahkan bisa meminjam mobil Dad kalau mau."

Lilly terdiam sejenak mendengar usul Mom. "Tidak tahu," jawabnya kemudian. "Lagipula, menurut dr. Jennings, aku harus banyak beristirahat supaya cepat sembuh. Aku akan menonton film saja hari ini."

"Baiklah," kata Mom. "Makanlah. Oh, kau mau minum susu? Kabarnya susu bagus untuk tulang. Aku tidak tahu apakah itu benar, tetapi tidak ada salahnya dicoba."

Lilly hanya tersenyum dan mengangguk. Itulah yang dilakukan orang yang menyayanginya—mereka akan memastikan dia tetap sehat dan membantunya cepat sembuh. Mereka tidak akan menyembunyikan sesuatu darinya atau menyakiti hatinya.

Sambil meminum segelas susu dingin yang disiapkan Mom, Lilly jadi bertanya-tanya apakah Thomas benar-benar menyayanginya atau tidak.

Clara langsung menepis keraguan Lilly. "Kurasa kau hanya mengada-ada. Thomas memberikan bunga untukmu, menemanimu saat kau dirawat di rumah sakit, dan mau datang setiap hari ke rumah. Bukankah itu tandanya dia juga menyayangimu?"

Lilly diam saja mendengar poin-poin dalam ucapan Clara. Thomas sudah melakukan banyak hal untuknya. Thomas memberikan delapan tangkai bunga lili—empat tangkai terakhir masih tampak segar di vas plastik berwarna kuning pastel di nakas. Thomas selalu datang saat Lilly memintanya. Lantas, kenapa Lilly dengan cepat menuduhnya tidak peduli hanya karena dia merasa Thomas tidak sabar untuk pergi?

Seharusnya, Lilly senang mendengar Thomas akan melanjutkan pendidikannya di universitas yang dia inginkan. Harvard University adalah salah satu universitas terbaik di seluruh dunia. Banyak orang ingin belajar di sana. Lilly tidak boleh menjadi egois dengan memaksa Thomas menemaninya. Sama seperti bagaimana Lilly harus melepas Clara untuk pergi setahun yang lalu, dia pun harus melakukan hal yang sama untuk Thomas.

"Apa aku terlalu egois?" tanya Lilly. "Aku pernah merasakan hal yang sama saat kau akan pergi tahun lalu. Tidak separah ini, sih—aku tidak sampai mengira kau tidak menyayangiku—tetapi tetap saja. Aku merasa sangat egois dan manja."

"Entahlah." Clara mengedikkan bahu. "Kurasa wajar jika kau tidak ingin ditinggalkan seseorang. Yang tidak wajar adalah saat kau jadi berpikir yang buruk tentang Thomas."

"Kau benar. Ini semua karena aku melupakan dia. Andai saja aku tidak mengalami amnesia, aku tidak akan merasa seperti ini." Lilly mendesah. "Apa tidak ada cara supaya aku bisa mengingat semua memoriku yang kulupakan? Semacam saklar atau video atau apa."

Clara terdiam sejenak. "Buku tahunan?"

Usul Clara disambut baik oleh Lilly. Clara kemudian mencari-cari buku tahunan Lilly, karena si pemilik tidak lagi ingat di mana dia meletakkan buku itu. Lilly bahkan tidak ingat apakah dia sudah menerimanya atau belum. Buku tahunan Lilly ditemukan di rak di bawah lemari bukunya, tempat Lilly menyimpan Scrabble. Clara mengeluarkan buku itu dan meletakkannya di atas tempat tidur.

Bagian pertama yang muncul adalah foto kelulusan dengan kutipan-kutipan di bawahnya. Lilly mengutip seorang penulis yang dia suka, jadi sama sekali tidak memalukan. Tangannya kemudian menelusuri foto-foto di sana hingga dia menemukan nama Thomas Lane.

Pemuda berambut cokelat itu tersenyum lebar. Pemuda itu bukan Thomas yang selama ini dia temui, melainkan pemuda yang ada di Instagram Mr. Johnson.

"Benarkah ini Thomas?" tanya Clara. "Dia terlihat berbeda."

Lilly berusaha mencari foto Thomas yang lainnya. Lilly menemukan banyak nama Thomas, tetapi semuanya meneriakkan pertanyaan yang sama. Wajah pemuda yang menerima medali perunggu olimpiade sains itu bukanlah wajah Thomas. Pemuda yang tersenyum lebar sambil itu mengangkat sebuah pot tanaman itu bukanlah Thomas. Bahkan hingga seluruh halaman buku itu habis diteliti, kesimpulan yang muncul tidak berubah.

Thomas Lane di dalam buku tahunan itu bukanlah Thomas yang Lilly kenal.

Bagaimana itumungkin? Dan, jika itu benar, siapa "Thomas" yang selama ini Lilly temui?

Reminiscing ThomasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang